Jumat, 30 Desember 2011

Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi

Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi
Al-Habib Aidarus Alwee Almashoor


Pengantar
-Pengantar
Pengenalan
-Mukadimah
Bahagian Pertama
Kaum Alawiyyin di Haralmaut
-Nabi Hud as dan Hadramaut
-Kota-kota di Hadramaut
-Naqib dan Munsib
-Keluarga golongan sayid
-Pemakaman Zanbal, Furait dan Akdar di Tarim
-Akhlaq dan kebiasaan ulama Alawiyin
Bahagian Kedua
Asal-usul Sebutan Alawiyin
-Hijrah dari Basrah ke Hadramaut
-Gelar Imam, Syekh, Habib dan Sayid
Bahagian Ketiga
Gelar keluarga Alawiyin di Hadramaut
-Al-Ustadz Al-A'dzham
-Asadullah Fi Ardhihi
-Aal-A'yun
-Aal-Albar
-Aal-Battah
-Aal-Albahar
-Aal-Ibrahim
-Aal-Barakat
-Aal-Barum
-Aal-Basri
-Aal-Babathinah
-Aal-Albayti
-Aal-Albiedh
-Aal-Babarik
-Al-Turobi
-Aal-Bajahdab
-Jadid
-Aal-Aldjufri
-Djamalullail
-Aal-Bin Jindan
-Al-Jannah
-Aal-Aldjunaid
-Aal-Aldjunaid Al-Achdor
-Aal-Aljailani
-Aal-Alhamid
-Aal-Alhabsyi
-Aal-Alhaddad
-Aal-Bahasan (Banahsan)
-Aal-Bahusein
-Aal-Alhiyyed
-Aal-Chirrid
-Aal-Chaneman
-Aal-Chamur
-Aal-Maula Chailah
-Aal-Alchuun
-Maula Al-Dawilah
-Aal-Al-Dzi'bu
-Aal-Baraqbah
-Aal-Alruchailah
-Aal-Alzahir
-Aal-Basakutah
-Aal-Alsaqqaf
-Al-Sakran
-Aal-Bin Sumaith
-Aal-Bin Sumaithan
-Aal-Alsiry
-Aal-Bin Sahal
-Aal-Alsyathri
-Aal-Syabsyabah
-Aal-Alsyili
-Aal-Basyumailah
-Aal-Syahabuddin
-Aal-Basyaiban
-Aal-Syaich Abu Bakar Bin Salim
-Aal-Syaichon Dan Aal Bin Syaichon
-Shahib Al-Hamra'
-Shahib Al-Huthoh
-Shahib Al-Syi'ib
-Shahib Qasam
-Shahib Marbath
-Shahib Maryamah
-Aal-Basuroh
-Aal Alshulaibiyah
-Aal Al-Shafi Al-Jufri
-Aal Al-Shafi Al-Saqqaf
-Aal-Thaha
-Aal Al-Thahir
-Al-Adani
-Aal-Azhamat Chan
-Aal-Aqil
-Aal-Ba'aqil
-Aal-Ba'alawi
-Aal-Ali Lala
-Aal-Alatthas
-Aal Al-Aydrus
-Aal-Aidid
-Aal-Ba'umar
-Aal-Auhaj
-Aal-Ba'bud
-Al-Ghazali
-Aal Al-Ghusnu
-Aal Al-Ghamri
-Aal-Balghaits
-Aal Al-Ghaidhi
-Aal-Fad'aq
-Aal-Bafaqih
-Aal-Bilfaqih
-Al-Faqih Al-Muqaddam
-Aal-Bafaraj
-Aal-Abu Futhaim
-Al-Fardy
-Aal Al-Qadri
-Aal-Quthban
-Aal-Qori'
-Aal Al-Kaf
-Al-Muhdhar
-Aal Al-Muhdhar
-Aal Al-Mahjub
-Aal-Maknun
-Aal Al-Masyhur
-Aal Al-Marzaq
-Aal Al-Maqaddy
-Aal-Muqaibil
-Aal-Musyayyach
-Aal Al-Musawa
-Aal-Almunawwar
-Aal-Mudaihij
-Aal-Muthahhar
-Al-Nahwi
-Aal Al-Nadhir
-Aal-Abu Numay
-Aal-Alhaddar
-Aal-Alhadi
-Aal-Alhinduan
-Aal-Baharun
-Aal Bahasyim
-Aal-Bin Yahya
Bahagian Keempat
Nasab Ahlul Bait Nabi Dari Keluarga Alawiyin
-Ali bin Abi Thalib
-Siti Fathimah Al-Zahra Al-Batul
-Hasan bin Abi Thalib
-Husein bin Ali bin Abi Thalib
-Ali Zainal Abidin
-Muhammad Al-Baqir
-Ja'far Ash-Shodiq
-Ali Al-Uraidhi
-Muhammad An-Naqib
-Isa Ar-Rumi
-Al-Muhajir Ahmad bin Isa
-Ubaidillah bin Ahmad bin Isa
-Alwi bin Ubaidillah
-Muhammad bin Alwi
-Alwi bin Muhammad bin Alwi
-Ali Khali' Qasam
-Muhammad Shahib Marbath
-Alwi bin Muhammad Shahib Marbath
-Ali bin Muhammad Shahib Marbath
-Muhammad al-Faqih al-Muqaddam
Bahagian Kelima
Nasab Bani Alawi Berdasarkan Kitab Syamsu al-Zhahirah
-Keluarga Ali bin Muhammad Shahib Marbath
-Keluarga Muhammad Maula Dawilah
-Keluarga Abdurahman Assaqqaf
-Keluarga Abdullah Alaydrus
-Keluarga Ali bin Abi Bakar As-Sakran
-Keluarga Hasan bin Ali Bin Abi Bakar As-Sakran
-Keluarga Ahmad bin Abi Bakar As-Sakran
-Keluarga Aqil bin Abdurahman Assaqqaf
-Keluarga Ali bin Abdurahman Assaqqaf
-Keluarga Alwi bin Abdurahman Assaqqaf
-Keluarga Ibrahim bin Abdurahman Assaqqaf
-Keluarga Husin bin Abdurahman Assaqqaf
-Keluarga Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf
-Keluarga Aqil bin Salim bin Abdullah
-Keluarga Abu Bakar bin Salim bin Abdullah
-Keluarga Alwi bin Muhammad Maula Dawilah
-Keluarga Ali bin Muhammad Maula Dawilah
-Keluarga Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
-Keluarga Ahmad bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
-Keluarga Ali bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
-Keluarga Alwi bin Muhammad Shahib Marbath
Bahagian Keenam
Biografi Singkat Tokoh Ulama Alawiyin di Tarim, Hadramaut
-Ali Al-Uraidhi
-Muhammad An-Naqib
-Isa Ar-Rumi
-Al-Muhajir Ahmad bin Isa
-Ubaidillah bin Ahmad bin Isa
-Alwi bin Ubaidillah
-Basri bin Ubaidillah
-Jadid bin Ubaidillah
-Muhammad bin Alwi
-Alwi bin Muhammad
-Ali Khali' Qasam
-Muhammad Shahib Marbath
-Ali bin Muhammad Shahib Marbath
-Alwi bin Muhammad Shahib Marbath
-Muhammad bin Ali Al-Faqih Al-Muqaddam
-Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
-Ahmad bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
-Ali bin Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
-Abdullah bin Alwi
-Muhammad Maula Dawilah
-Abdurahman Assaqqaf
-Abu Bakar As-Sakran
-Umar Muhdhar
-Abdullah Alaydrus
-Ahmad bin Abi Bakar As-Sakran
-Ali bin Abi Bakar As-Sakran
Daftar Pusaka
-Daftar Pusaka




PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi , shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan keturunannya.
Buku kecil yang ada di hadapan saudara ini berjudul "MENELUSURI SILSILAH SUCI BANI ALAWI" berisi gambaran secara ringkas tentang kaum Alawiyin dari sisi silsilah keturunannya dan sejarah hidupnya. Tujuan disusunnya buku ini adalah untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan kita tentang kaum Alawiyin, khususnya kepada para keluarga Alawiyin saat ini. Banyak buku mengenai kaum Alawiyin telah ditulis, akan tetapi dalam buku ini penyusun berusaha untuk menghimpun tulisan-tulisan tersebut sehingga pembaca mendapatkan gambaran secara utuh tentang kaum Alawiyin.
Dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan buku ini khususnya kepada Sayid Alwi bin Abdullah Al-Masyhur yang telah memberi semangat kepada penulis untuk mencetak dan memasyarakatkan buku ini.
Penyusun menyadari bahwa buku ini jauh dari sempurna, untuk itu dimohon sumbang saran terhadap perbaikan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat.
Jakarta, Oktober 2001
Penyusun.







MUKADIMAH

KUTIPAN PESAN AR-RABITHAH AL-ALAWIYAH
DALAM BUKU SILSILAH NASAB KELUARGA BESAR
AS-SAADAH AL-ALAWIYIN
Kepada Saudaraku Keturunan Alawiyin:
Sesungguhnya keluhuran nasabmu yang diperoleh dengan pertalian hubungannya sampai kepada Rasul Muhammad SAW melalui Sayyidatuna Fathimah al-Zahra dan al-Imam Ali al-Murtadho yang telah diangkat martabat kedudukannya oleh Allah SWT, Hendaknya menjadi pendorong bagimu untuk selalu tetap mengikuti kepribadian mereka, berperangai selaras akhlak mereka, berpegang teguh dengan tuntunan serta ajaran mereka dan mengikuti jejak teladan para imam mereka, sehingga, semoga anda menjadi generasi penerus yang baik dari generasi pendahulu yang luhur.
Ketahuilah selanjutnya, bahwa nasab yang suci ini menuntutmu agar:
1. Meninggalkan nafsu keangkuhan dan bangga diri.
2. Menjadikan sikap taqwa sebagai bekal hidupmu.
3. Menjadikan al-quran sebagai imam-mu.
4. Menjadikan para shalihin sebagai pimpinan-mu.







KAUM ALAWIYIN DI HADRAMAUT

Nabi Hud as dan Hadramaut.
Hadramaut adalah suatu daerah yang terletak di Timur Tengah, tepatnya di kawasan seluruh pantai Arab Selatan dari mulai Aden sampai Tanjung Ras al-Hadd. Menurut sebagian orang Arab, Hadramaut hanyalah sebagian kecil dari Arab Selatan, yaitu daerah pantai di antara pantai desa-desa nelayan Ain Ba Ma'bad dan Saihut beserta daerah pegunungan yang terletak di belakangnya. Penamaan Hadramaut menurut penduduk adalah nama seorang anak dari Qahthan bin Abir bin Syalih bin Arfahsyad bin Sam bin Nuh yang bernama Hadramaut, yang pada saat ini nama tersebut disesuaikan namanya dengan dua kata arab hadar dan maut.
Nabi Hud merupakan salah satu nabi yang berbangsa Arab selain Nabi Saleh, Nabi Ismail dan Nabi Muhammad SAW. Nabi Hud diutus kepada kaum 'Ad yang merupakan generasi keempat dari Nabi Nuh, yakni keturunan Aus bin Aran bin Sam bin Nuh. Mereka tinggal di Ahqaf yakni jalur pasir yang panjang berbelok-belok di Arab Selatan, dari Oman di Teluk Persia hingga Hadramaut dan Yaman di Pantai Selatan Laut Merah. Dahulu Hadramaut dikenal dengan Wadi Ahqaf, Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata bahwa al-Ahqaf adalah al-Khatib al-Ahmar. Makam Nabi Hud secara tradisional masih ada di Hadramaut bagian Timur dan pada tanggal 11 Sya'ban banyak dikunjungi orang untuk berziarah ke makam tersebut dengan membaca tiga kali surah Yasin dan doa nisfu Sya'ban. Ziarah nabi Hud pertama kali dilakukan oleh al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan setelah beliau wafat, ziarah tersebut dilakukan oleh anak keturunannya. Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad semasa hidupnya sering berziarah ke makam Nabi Hud. Beliau sudah tiga puluh kali berziarah ke sana dan beliau lakukan pada setiap bulan Sya'ban. Dalam ziarah tersebut beliau berangkat bersama semua anggota kerabat yang tinggal di dekatnya. Beliau tinggal (di dekat pusara Nabi Hud) selama beberapa hari hingga maghrib menjelang malam nisfu sya'ban. Beliau menganjurkan kaum muslimin untuk berziarah ke sana, bahkan beliau mewanti-wanti, "Barangsiapa berziarah ke (makam) Nabi Hud dan di sana ia menyelenggarakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, ia akan mengalami tahun yang baik dan indah." Menurut sebagian ulama kasyaf, makam Nabi Hud merupakan tempat penobatan para waliyullah.
Setibanya di syi'ib Nabi Hud (lembah antara dua bukit tempat pusara nabi Hud), Imam al-Haddad bertemu dengan beberapa orang sayyid dan waliyullah, sehingga pertemuan itu menjadi majlis pertukaran ilmu dan pandangan.
Dalam bahasa Ibrani asal nama Hadramaut adalah 'Hazar Maweth' yang berdasarkan etimologi, rakyat mengaggapnya berhubungan dengan gagasan "hadirnya kematian" yaitu berkaitan dengan hadirnya Nabi Saleh as ke negeri itu, yang tidak lama kemudian meninggal dunia. Pengertian lain kata Hadramaut menurut prasasti penduduk asli Hadramaut adalah "panas membakar", sesuai dengan pendapat Moler dalam bukunya Hadramaut, mengatakan bahwa Hadramaut sebenarnya berarti negeri yang panas membakar. Sebuah legenda yang dipercayai masyarakat Hadramaut bahwa negeri ini diberi nama Hadramaut karena dalam negeri tersebut terdapat sebuah pohon yang disebut al-Liban semacam pohon yang baunya menurut kepercayaan mereka sangat mematikan. Oleh karena itu, setiap orang yang datang (hadar) dan menciumnya akan mati (maut).
Kota-kota di Hadramaut.
Di antara pelabuhan yang cukup penting di pantai Hadramaut adalah al-Syihir dan al-Mokalla. Asy-Syihir merupakan bandar penting yang melakukan perdagangan dengan pantai Afrika Timur, Laut Merah, Teluk Persia, India dan pesisir Arab Selatan terutama Moskat, Dzofar dan Aden serta perdagangan dengan bangsa Eropa dan bangsa-bangsa lainnya. Kota Syibam merupakan salah satu kota penting di negeri itu. Syibam merupakan kota Arab terkenal yang dibangun menurut gaya tradisional. Di kota ini terdapat lebih dari 500 buah rumah yang dibangun rapat, bertingkat empat atau lima. Orang Barat menjulukinya 'Manhattan of the Desert'. Kota tua ini telah menjadi ibukota Hadramaut sejak jatuhnya Syabwah (pada abad ke 3 sampai abad ke 16). Karena dibangun di dasar wadi yang agak tinggi, kota ini rentan terhadap banjir, seperti yang dialaminya tahun 1532 dan 1533. Kota-kota besar di sebelah Timur Syibam adalah al-Gorfah, Syeiun, Taribah, al-Goraf, al-Sowairi, Tarim, Inat dan al-Qasm.
Saiun merupakan kota terpenting di Hadramaut pada abad ke 19, kota terbesar yang merupakan ibukota protektorat terletak 320 km dari Mokalla'. Ia juga sering dijuluki 'Kota Sejuta Pohon Kurma' karena luasnya perkebunan kurma di sekitarnya.
Kota lain di sebelah Timur Syibam adalah Tarim, yang terletak sekitar 35 km di Timur Saiun. Di satu sisi kota ini terlindungi oleh bukit-bukit batu terjal, di sisi lain di kelilingi oleh perkebunan kurma. Sejak dulu, Tarim merupakan pusat Mazhab Syafi'i. Antara abad ke 17 dan abad ke 19 telah terdapat lebih dari 365 masjid. Kota Tarim atau biasa dibaca Trim termasuk kota lama. Nama Tarim, menurut satu riwayat diambil dari nama seorang raja yang bernama Tarim bin Hadramaut. Dia juga disebut dengan Tarim al-Ghanna atau kota Tarim yang rindang karena banyak pepohonan dan sungai. Kota tersebut juga dikenal dengan kota al-Shiddiq karena gubernurnya Ziyad bin Lubaid al-Anshari ketika menyeru untuk membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, maka penduduk Tarim adalah yang pertama mendukungnya dan tidak ada seorang pun yang membantahnya hingga khalifah Abu Bakar mendoakan penduduk Tarim dengan tiga permintaan: (1) agar kota tersebut makmur, (2) airnya berkah, dan (3) dihuni oleh banyak orang-orang saleh. Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Ba'abad berkata bahwa: "al-Shiddiq akan memberikan syafa'at kepada penduduk Tarim secara khusus".
Menurut suatu catatan dalam kitab al-Ghurar yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ali bin Alawi Khirid, bahwa keluarga Ba'alawi pindah dari Desa Bait Jubair ke kota Tarim sekitar tahun 521 hijriyah. Setelah kepindahan mereka kota Tarim dikenal dengan kota budaya dan ilmu. Diperkirakan, pada waktu itu di kota Tarim ada sekitar 300 orang ahli fiqih, bahkan pada barisan yang pertama di masjid agung kota Tarim dipenuhi oleh ulama fiqih kota tersebut. Adapun orang pertama dari keluarga Ba'alawi yang hijrah ke kota Tarim adalah Syaikh Ali bin Alwi Khali' Qasam dan saudaranya Syaikh Salim, kemudian disusul oleh keluarga pamannya yaitu Bani Jadid dan Bani Basri.
Diceritakan bahwa pada kota Tarim terdapat tiga keberkahan: (1) keberkahan pada setiap masjidnya, (2) keberkahan pada tanahnya, (3) keberkahan pada pergunungannya. Keberkahan masjid yang dimaksud adalah setiap masjid di kota Tarim pada waktu sesudah kepindahan Ba'alawi menjadi universital-universitas yang melahirkan ulama-ulama terkenal pada masanya. Di antara masjid-masjid di kota Tarim yang bersejarah ialah masjid Bani Ahmad yang kemudian dikenal dengan masjid Khala' Qasam setelah beliau berdomisili di kota tersebut. Masjid tersebut dibangun dengan batu, tanah dan kayu yang diambil dari desa Bait Jubair karena tanah dari desa tersebut dikenal sangat bagus, kemudian masjid tersebut dikenal dengan masjid Ba'alawi. Bangunan masjid Ba'alawi nyaris sebagian tiangnya roboh dan direnovasi oleh Muhammad Shahib Mirbath. Pada awal abad ke sembilan hijriyah, Syaikh Umar Muhdhar merenovasi kembali bagian depan dari masjid tersebut.
Naqib dan Munsib.
Di lembah yang terletak antara Syibam dan Tarim dengan Saiun di antaranya terdapat lebih dari sepertiga penduduk Hadramaut. Dari sini pula kebanyakan orang Arab di Indonesia. Di antara penduduk Hadramaut terdapat kaum Alawiyin yang lebih dikenal dengan golongan Sayid. Golongan Sayid sangat besar jumlah anggotanya di Hadramaut terutama di kota Tarim dan Saiun, mereka membentuk kebangsawanan beragama yang sangat dihormati, sehingga secara moral sangat berpengaruh pada penduduk. Mereka terbagi dalam keluarga-keluarga (qabilah), dan banyak di antaranya yang mempunyai pemimpin turun temurun yang bergelar munsib.
Munsib merupakan perluasan dari tugas 'Naqib' yang mulai digunakan pada zaman Imam Ahmad al-Muhajir sampai zaman Syekh Abu Bakar bin Salim. Seorang 'naqib' adalah mereka yang terpilih dari anggota keluarga yang paling tua dan alim, seperti Syekh Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf. Ketika terpilih menjaga 'naqib', beliau mengajukan beberapa persyaratan, diantaranya:
1. Kepala keluarga Alawiyin dimohon kesediaannya untuk menikahkan anak-anak perempuan mereka dari keluarga kaya dengan anak laki-laki dari keluarga miskin, begitu pula sebaliknya untuk menikahkan anak laki-laki dari keluarga kaya dengan anak perempuan dari keluarga miskin.
2. Menurunkan besarnya mahar pernikahan dari 50 uqiyah menjadi 5 uqiyah, sebagaimana perintah shalat dari 50 waktu menjadi 5 waktu.
3. Tidak menggunakan tenaga binatang untuk menimba air secara berlebihan.
Setelah Syekh Umar Muhdhar wafat, jabatan 'naqib' dipegang oleh Syekh Abdullah Alaydrus bin Abu Bakar al-Sakran, Syekh Abu Bakar al-Adeni Alaydrus, Sayid Ahmad bin Alwi Bajahdab, Sayid Zainal Abidin Alaydrus.
Menurut Syekh Ismail Yusuf al-Nabhani dalam kitabnya 'Al-Saraf al-Muabbad Li Aali Muhammad' berkata: "Salah satu amalan yang khusus yang dikerjakan oleh keluarga Rasulullah, adanya 'naqib' yang dipilih di antara mereka". Naqib dibagi menjadi dua, yaitu:
Naqib Umum ( al-Naqib al-Am ), dengan tugas:
1. Menyelesaikan pertikaian yang terjadi di antara keluarga
2. Menjadi ayah bagi anak-anak dari keluarga yatim
3. Menentukan dan menjatuhkan hukuman kepada mereka yang telah membuat suatu kesalahan atau menyimpang dari hukum agama.
4. Mencarikan jodoh dan menikahkan perempuan yang tidak punya wali.
Naqib khusus (al-Naqib al-khos), dengan tugas:
1. Menjaga silsilah keturunan suatu kaum
2. Mengetahui dan memberi legitimasi terhadap nasab seseorang.
3. Mencatat nama-nama anak yang baru lahir dan yang meninggal.
4. Memberikan pendidikan akhlaq kepada kaumnya.
5. Menanamkan rasa cinta kepada agama dan melarang untuk berbuat yang tidak baik.
6. Menjaga keluarga dari perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama.
7. Menjaga keluarga bergaul kepada mereka yang mempunyai akhlaq rendah demi kemuliaan diri dan keluarganya.
8. Mengajarkan dan mengarahkan keluarga tentang kebersihan hati
9. Menjaga orang yang lemah dan tidak menzaliminya.
10. Menahan perempuan-perempuan mereka menikah kepada lelaki yang tidak sekufu'.
11. Menjaga harta yang telah diwakafkan dan membagi hasilnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
12. Bertindak tegas dan adil kepada siapa saja yang berbuat kesalahan.
Dewan naqabah terdiri dari sepuluh anggota yang dipilih. Setiap anggota mewakili kelompok keluarga atau suku dan dikukuhkan lima orang sesepuh suku itu dan menjamin segala hak dan kewajiban yang dibebankan atas wakil mereka. Dewan yang terdiri dari sepuluh anggota ini mengatur segala sesuatu yang dipandang perlu sesuai kepentingan, dan bersesuaian pula dengan ajaran syari'at Islam serta disetujui oleh pemimpin umum. Apabila keputusan telah ditetapkan maka diajukanlah kepada pemimpin umum (naqib) untuk disahkan dan selanjutnya dilaksanakan.
Dari waktu ke waktu tugas 'naqib' semakin berat, hal itu disebabkan banyak keluarga dan mereka menyebar ke berbagai negeri yang memerlukan perjalanan berhari-hari untuk bertemu 'naqib' jika mereka hendak bertemu untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Untuk meringankan tugas 'naqib' tersebut, maka terbentuklah 'munsib'. Para munsib berdiam di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarganya. Jabatan munsib diterima secara turun menurun, dan di antara tugasnya selalu berusaha mendamaikan suku-suku yang bersengketa, menjamu tamu yang datang berkunjung, menolong orang-orang lemah, memberi petunjuk dan bantuan kepada mereka yang memerlukan. Sebagaian besar munsib Alawiyin muncul pada abad sebelas dan abad ke dua belas hijriyah, diantaranya keluarga bin Yahya mempunyai munsib di al-Goraf, keluarga al-Muhdar di al-Khoraibah, keluarga al-Jufri di dzi-Asbah, keluarga al-Habsyi di khala' Rasyid, keluarga bin Ismail di Taribah, keluarga al-Aidrus di al-Hazm, Baur, Salilah, Sibbi dan ar-Ramlah, keluarga Syekh Abu Bakar di Inat, keluarga al-Attas di al-Huraidah, keluarga al-Haddad di al-Hawi dan keluarga Aqil bin Salim di al-Qaryah.


Keluarga golongan sayid.
Keluarga golongan Sayid yang berada di Hadramaut adalah:

Aal-Ibrahim Al-Ustadz al-A'zhom Asadullah fi Ardih
Aal-Ismail Aal-Bin Ismail Al-A'yun
Aal-Albar Aal-Battah Aal-Albahar
Aal-Barakat Aal-Barum Aal-Basri
Aal-Babathinah Aal-Albaiti Aal-Babarik
Aal-Albaidh Al-Turobi Aal-Bajahdab
Jadid Al-Jaziroh Aal-Aljufri
Jamalullail Aal-Bin Jindan Al-Jannah
Aal-Junaid Aal-Aljunaid Achdhor Aal-Aljailani
Aal-Hamid Aal-Alhamid Aal-Alhabsyi
Aal-Alhaddad Aal-Bahasan Aal-Bahusein
Hamdun Hamidan Aal-Alhiyyid
Aal-Khirid Aal-Balahsyasy Aal-Khomur
Aal-Khaneiman Aal-Khuun Aal-Maula Khailah
Aal-Dahum Maula al-Dawilah Aal-Aldzahb
Aal-Aldzi'bu Aal-Baraqbah Aal-Ruchailah
Aal-Alrusy Aal-Alrausyan Aal-Alzahir
Aal-Alsaqqaf Al-Sakran Aal-Bin Semith
Aal-Bin Semithan Aal-Bin Sahal Aal-Assiri
Aal-Alsyatri Aal-Syabsabah Aal-Alsyili
Aal-Basyamilah Aal-Syanbal Aal-Syihabuddin
Al-Syahid Aal-Basyaiban Al-Syaibah
Aal-Syaikh Abi Bakar Aal-Bin Syaichon Shahib al-Hamra'
Shahib al-Huthoh Shahib al-Syubaikah Shahib al-Syi'ib
Shahib al-Amaim Shahib Qasam Shahib Mirbath
Shahib Maryamah Al-Shodiq Aal-Alshofi Alsaqqaf
Aal-Alshofi al-Jufri Aal-Basuroh Aal-Alshulaibiyah
Aal-Dhu'ayyif Aal-Thoha Aal-Al thohir
Aal-Ba'abud Al-Adeni Aal-Al atthas
Aal-Azhamat Khan Aal-Aqil Aal-Ba'aqil
Aal-Ba'alawi Aal-Ali lala Aal-Ba'umar
Aal-Auhaj Aal-Aydrus Aal-Aidid
Al-Ghozali Aal-Alghozali Aal-Alghusn
Aal-Alghumri Aal-Balghoits Aal-Alghaidhi
Aal-Fad'aq Aal-Bafaraj Al-Fardhi
Aal-Abu Futaim Al-Faqih al-Muqaddam Aal-Bafaqih
Aal-Faqih Aal-Bilfaqih Al-Qari'
Al-Qadhi Aal-Qadri Aal-Quthban
Aal-Alkaf Kuraikurah Aal-Kadad
Aal-Karisyah Aal-Mahjub Al-Muhdhar
Aal-Almuhdhar Aal-Mudhir Aal-Mudaihij
Abu Maryam Al-Musawa Aal-Almusawa
Aal-Almasilah Aal-Almasyhur Aal-Masyhur Marzaq
Aal-Musyayakh Aal-Muzhahhir Al-Maghrum
Aal-Almaqdi Al-Muqlaf Aal-Muqaibil
Aal-Maknun Aal-Almunawwar Al-Nahwi
Aal-Alnadhir Al-Nuqa'i Aal-Abu Numai
Al-Wara' Aal-Alwahath Aal-Hadun
Aal-Alhadi Aal-Baharun Aal-Bin Harun
Aal-Hasyim Aal-Bahasyim Aal-Bin Hasyim
Aal-Alhaddar Aal-Alhinduan Aal-Huud
Aal-Bin Yahya
Keluarga Alawiyin di atas adalah keturunan dari Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi, sedangkan yang bukan dari keturunan Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi, adalah:

Aal-Hasni Aal-Barakwan Aal-Anggawi
Aal-Jailani Aal-Maqrabi Aal-Bin Syuaib
Aal-Musa al-Kadzim Aal-Mahdali Aal-Balakhi
Aal-Qadiri Aal-Rifai Aal-Qudsi
Sedangkan yang tidak berada di Indonesia kurang lebih berjumlah 40 qabilah, diantaranya qabilah Abu Numai al-Hasni yaitu leluhur Almarhum Raja Husein (Yordania) dan sepupunya Almarhum Raja Faisal (mantan raja Iraq) dan qabilah al-Idrissi, yaitu leluhur mantan raja-raja di Tunisia dan Libya.
Pemakaman Zanbal, Furait dan Akdar di Tarim.
Pusat pemukiman Kaum Alawiyin di Hadramaut ialah kota Tarim. Di sana terdapat tanah perkuburan Bisyar yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Zanbal, Furait dan Akdar. Di perkuburan Zanbal, al-Faqih Muqaddam dan semua sayyid terkemuka dari Kaum Alawiyin dimakamkan, di Furait terdapat perkuburan para masyaikh, dan Akdar merupakan perkuburan umum. Di pemakaman Zanbal, para Saadah al-Asraf, Ulama Amilin, Auliya' dan Sholihin yang tidak terhitung jumlahnya dikuburkan di sana. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah berkata: "Lebih dari sepuluh ribu auliya' al-akbar, delapan puluh wali quthub dari keluarga alawiyin di makamkan di Zanbal". Seperti diriwayatkan oleh Syaikh Saad bin Ali: "Di pemakaman Zanbal dikuburkan para sahabat Rasulullah saw , mereka wafat ketika menunaikan tugas untuk memerangi ahli riddah. Mereka banyak yang wafat di Tarim dan tidak diketahui kuburnya". Akan tetapi Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah, berkata: "Sesungguhnya letak kubur mereka sebelah Timur dari kubur al-Ustadz al-A'zhom Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam". Berkata Syaikh Muhammad bin Aflah: "Sesungguhnya dari masjid Abdullah bin Yamani sampai akhir pemakaman Zanbal terdapat perkuburan para ulama dan auliya". Menurut ulama kasyaf, Rasulullah dan para sahabatnya sering berziarah ke pemakaman tersebut.
Pertama kali makam yang diziarahi di perkuburan Zanbal adalah makam al-Ustadz al-A'zham Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam. Berkata Syaikh Ahmad bin Muhammad Baharmi: "Saya melihat Syaikhoin Abu Bakar dan Umar ra dalam mimpi berkata kepada saya, jika engkau ingin berziarah maka yang pertama kali diziarahi ialah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, kemudian ziarahilah siapa yang engkau kehendaki". Berkata sebagian para Saadah al-Akbar: "Barangsiapa berziarah kepada orang lain sebelum berziarah kepada al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, maka batallah ziarahnya". Kemudian ziarah kepada cucunya Syaikh Abdullah Ba'alwi, kemudian kubur ayahnya Alwi bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian Imam Salim bin Basri, kemudian ziarah kepada Syaikh Abdullah bin al-Faqih al-Muqaddam, Ali bin Muhammad Shahib Marbath, Ali bin Abdullah Ba'alwi, kemudian Syaikh Abdurahman Assaqqaf dan ayahnya Muhammad Maula Dawilah, ayahnya Ali bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian kakeknya Ali bin Alwi Khali' Qasam, Muhammad bin Hasan Jamalullail dan ayah serta kakeknya, kemudian Syaikh Muhammad bin Ali Aidid, Ali, Muhammad, Alwi, Syech bin Abdurahman Assaqqaf, kemudian ziarah kepada Syaikh Umar Muhdhor, Syaikh Ali bin Abi Bakar al-Sakran, kemudian Syaikh Hasan Alwara' dan ayahnya Syaikh Muhammad bin Abdurahman, kemudian para auliya' sholihin seperti al-Qadhi Ahmad Ba'isa, kemudian Syaikh Abdullah Alaydrus, Syaikhoin Muhammad dan Abdullah bin Ahmad bin Husin Alaydrus, kemudian Syaikh Abdullah bin Syech, Sayid Ali Zainal Abidin bin Syaikh Abdullah.
Selain pemakaman Zanbal, terdapat pula pemakaman Furait. Dalam kamus bahasa Arab arti Furait adalah gunung kecil. Di tempat tersebut dikuburkan keluarga Bafadhal serta para ulama, auliya', sholihin yang tak terhitung jumlahnya. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah berkata: "Di tempat itu dikuburkan lebih dari sepuluh ribu wali" Beberapa ulama kasyaf menyaksikan, sesungguhnya rahmat Allah yang turun pertama kali di dunia ini di pemakaman Furait. Syaikh Abdurahman Assaqqaf, Sayid Abdullah bin Ahmad bin Abi Bakar bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan sebagian ulama di Makkah menceritakan bahwa dibawah tanah Furait terdapat taman dari taman-taman surga.
Di pemakaman Furait, mulai ziarah diawali kepada Syaikh Salim bin Fadhal, kemudian Syaikh Fadhal bin Muhammad bin al-faqih Ahmad, Syaikh Fadhal bin Muhammad, kemudian kepada Syaikh Ahmad ayahya dan ayah serta pamannya, kemudian Syaikh Ibrahim bin Yahya Bafadhal, Syaikh Abu Bakar bin Haj, kemudian kepada Imam al-Qudwah Ali bin Ahmad Bamarwan, al-Arif Billah Umar bin Ali Ba'umar, Imam Ahmad bin Muhammad Bafadhal, Ali bin al-Khatib, Syaikh Abdurahman bin Yahya al-Khatib, Syaikh Ahmad bin Ali al-Khatib, Imam Ahmad bin Muhammad bin Abilhub dan anaknya Said, Imam Saad bin Ali.
Pemakaman ketiga yang terkenal di kota Tarim adalah pemakaman Akdar. Di perkuburan Akdar, yang dimakamkan di sana di antaranya para ulama, auliya' al-arifin dari keluarga Basri, keluarga Jadid, keluarga Alwi, keluarga Bafadhal, keluarga Baharmi, keluarga Bamahsun, keluarga Bamarwan, keluarga Ba'Isa, keluarga Ba'ubaid dan lainnya.
Akhlaq dan kebiasaan kaum Alawiyin.
Kaum Alawiyin tetap dalam kebiasaan mereka menuntut ilmu agama, hidup zuhud di dunia (tidak bergelimang dalam kesenangan duniawi) dan mereka juga menghindar dari popularitas (syuhrah). Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad berkata: " Syuhrah bukan adat kebiasaan kami, kaum Alawiyin … " selanjutnya beliau berkata: " kedudukan kami para sayid Alawiyin tidak dikenal orang. Jadi tidak seperti yang ada pada beberapa wali selain mereka (kaum Alawiyin), yang umumnya mempunyai sifat-sifat berlainan dengan sifat-sifat tersebut. Sifat tersebut merupakan soal besar dalam bertaqarrub kepada Allah dan dalam memelihara keselamatan agama (kejernihan iman)."
Imam al-Haddad berkata pula: " Dalam setiap zaman selalu ada wali-wali dari kaum Alawiyin, ada yang dzahir (dikenal) dan ada yang khamil (tidak dikenal). Yang dikenal tidak perlu banyak, cukup hanya seorang saja dari mereka, sedangkan yang lainnya biarlah tidak dikenal. Dari satu keluarga dan dari satu negeri tidak perlu ada dua atau tiga orang wali yang dikenal. Soal al-sitru (menutup diri) berdasarkan dua hal: pertama, seorang wali menutup dirinya sendiri hingga ia sendiri tidak tahu bahwa dirinya adalah wali. Kedua, wali yang menutup dirinya dari orang lain, yakni hanya dirinya sendiri yang mengetahui bahwa dirinya wali, tetapi ia menutup (merahasiakan) hal itu kepada orang lain. Orang lain tidak mengetahui sama sekali bahwa ia adalah wali.
Sehubungan dengan tidak tampaknya para wali, Habib Abdullah al-Haddad menulis syair: "Apakah mereka semua telah mati, apakah mereka semua telah musnah, ataukah mereka bersembunyi, karena semakin besarnya fitnah."
Tidak tampaknya para wali merupakan hikmah Allah, begitu pula tampaknya para wali. Tampak atau tidak tampak, para wali bermanfaat bagi manusia. Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi ditanya: "Apakah manfaat dari ketidaktampakan para wali ?". Beliau menjawab: "Tidak tampaknya para wali bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi wali itu sendiri. Sebab, sang wali dapat beristirahat dari manusia dan manusia tidak beradab buruk kepadanya. Mungkin kau meyakini kewalian seseorang, tetapi setelah melihatnya kau lalu berprasangka buruk. Seorang yang saleh bukanlah orang yang mengetahui kebenaran melalui kaum sholihin. Akan tetapi orang saleh adalah orang yang mengenal kaum sholihin melalui kebenaran."
Sayid Ahmad bin Toha berkata kepada Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, "Aku tidak tahu bagaimana para salaf kita mendapatkan wilayah (kasyaf), padahal usia mereka masih sangat muda. Adapun kita, kita telah menghabiskan sebagian besar umur kita, namun tidak pernah merasakan walau sedikitpun. Aku tidak mengetahui yang menyebabkan itu ?". Habib Ali lalu menjawab:"Ketaatan dari orang yang makannya haram, seperti bangunan didirikan di atas gelombang. Karena ini dan juga karena berbagai sebab lain yang sangat banyak. Tidak ada yang lebih berbahaya bagi seseorang daripada bergaul dengan orang-orang jahat. Majlis kita saat ini menyenangkan dan membangkitkan semangatmu. Ruh-ruh mengembara di tempat ini sambil menikmati berbagai makanan hingga ruh-ruh itu menjadi kuat. Namun, sepuluh majlis lain kemudian mengotori hatimu dan merusak apa yang telah kau dapatkan. Engkau membangun, tapi seribu orang lain merusaknya. Apa manfaatnya membangun jika kemudian dirusak lagi ? kau ingin meningkat ke atas tapi orang lain menyeretmu ke bawah."
Menurut ulama ahlul kasyaf , wali quthub adalah pemegang pimpinan tertinggi dari para wali. Ia hanya satu orang dalam setiap zaman. Quthub biasa pula disebut Ghauts (penolong), dan termasuk orang yang paling dekat dengan Tuhan. Selain itu, ia dipandang sebagi pemegang jabatan khalifah lahir dan bathin. Wali quthub memimpin pertemuan para wali secara teratur, yang para anggotanya hadir tanpa ada hambatan ruang dan waktu. Mereka datang dari setiap penjuru dunia dalam sekejap mata, menembus gunung, hutan dan gurun.
Wali quthub dikelilingi oleh dua orang imam sebagai wazirnya. Di samping itu, ada pula empat orang autad (pilar-pilar) yang bertugas sebagai penjaga empat penjuru bumi. Masing-masing dari empat orang autad itu berdomisili di arah Timur, Barat, Utara dan Selatan dari Ka'bah. Selain itu, terdapat pula tiga orang nuqaba', tujuh abrar, empat puluh wali abdal, tiga ratus akhyar dan empat ribu wali yang tersembunyi. Para wali adalah pengatur alam semesta, setiap malam autad mengelilingi seluruh alam semesta dan seandainya ada suatu tempat yang terlewatkan dari mata mereka, keesokkan harinya akan tampak ketidaksempurnaan di tempat itu dan mereka harus memberitahukan hal ini kepada wali quthub, agar ia dapat memperhatikan tempat yang tidak sempurna tadi dan dengan kewaliannya ketidaksempurnaan tadi akan hilang.
Seorang wali quthub, al-Muqaddam al-Tsani, Syaikh Abdurahman al-Saqqaf beliau terkenal di mana-mana, ia meniru cara hidup para leluhurnya (aslaf), baik dalam usahanya menutup diri agar tidak dikenal orang lain maupun dalam hal-hal yang lain. Dialah yang menurunkan beberapa Imam besar seperti Syaikh Umar Muhdhar, Syaikh Abu Bakar al-Sakran dan anaknya Syaikh Ali bin Abu Bakar al-Sakran, Syaikh Abdullah bin Abu Bakar yang diberi julukan al-'Aidrus.
Syaikh Abdurahman al-Saqqaf selalu berta'abbud di sebuah syi'ib pada setiap pertiga terakhir setiap malam. Setiap malam ia membaca Alquran hingga dua kali tamat dan setiap siang hari ia membacanya juga hingga dua kali tamat. Makin lama kesanggupannya tambah meningkat hingga dapat membaca Alquran empat kali tamat di siang hari dan empat kali tamat di malam hari. Ia hampir tak pernah tidur. Menjawab pertanyaan mengenai itu ia berkata, "Bagaimana orang dapat tidur jika miring ke kanan melihat surga dan jika miring ke kiri melihat neraka ?". Selama satu bulan beliau beruzlah di syi'ib tempat pusara Nabi Hud, selama sebulan itu ia tidak makan kecuali segenggam (roti) terigu.
Demikianlah cara mereka bermujahadah dan juga cara mereka ber-istihlak ( mem-fana'-kan diri ) di jalan Allah SWT. Semuanya itu adalah mengenai hubungan mereka dengan Allah. Adapun mengenai amal perbuatan yang mereka lakukan dengan sesama manusia, para sayyid kaum 'Alawiyin itu tidak menghitung-hitung resiko pengorbanan jiwa maupun harta dalam menunaikan tugas berdakwah menyebarluaskan agama Islam.









ASAL USUL SEBUTAN ALAWIYIN

Hijrah dari Basrah ke Hadramaut
Nenek moyang golongan Sayid di Hadramaut adalah seorang yang bernama Ahmad bin Isa yang dijuluki al-Muhajir yang berasal dari Basra, Irak. Kepindahannya ke Hadramaut disebabkan kekuasaan diktator kekhalifahan Bani Abbas yang secara turun menurun memimpin umat Islam, mengakibatkan rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat. Rakyat mengharapkan salah satu keturunan Rasulullah dapat memimpin mereka. Akibat dari kepemimpinan yang diktator, banyak kaum muslim berhijrah, menjauhkan diri dari pusat pemerintahan di Bagdad dan menetap di Hadramaut. Imam Ahmad bin Isa keadaannya sama dengan para sesepuhnya. Beliau seorang 'alim, 'amil (mengamalkan ilmunya), hidup bersih dan wara' (pantang bergelimang dalam soal keduniaan). Allah SWT mengaruniainya dua ilmu sekaligus, ilmu tentang soal-soal lahir dan ilmu tentang futuhatul-bathin (mengetahui beberapa masalah gaib). Di Iraq beliau hidup terhormat dan disegani, mempunyai kedudukan terpandang dan mempunyai kekayaan cukup banyak. Ketika beliau berangkat hijrah dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin 'Ali al-'Uraidhy, bersama putera bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah. Turut serta dalam hijrah itu cucu beliau yang bernama Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan Bashriy. Turut pula dua anak lelaki dari paman beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang terdiri dari 70 orang. Imam al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain ditinggalkan menetap di Iraq.
Tibalah Imam al-Muhajir di Madinah al-Munawwarah dan tinggal di sana selama satu tahun. Pada tahun itulah kaum Qaramithah memasuki kota Makkah dan menguasainya. Mereka meletakkan pedang di al-hajij dan memindahkan Hajarul-Aswad dari tempatnya ke tempat lain yang dirahasiakan. Pada tahun berikutnya al-Muhajir berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Dari Makkah beliau menuju Asir lalu ke Yaman. Di Yaman beliau meninggalkan anak pamannya yang bernama Sayyid Muhammad bin Sulaiman, datuk kaum Sayyid al-Ahdal. Kemudian Imam al-Muhajir berangkat menuju Hadramaut dan menetap di Husaisah. Imam al-Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar pengarahan dari Allah SWT, sebab kenyataan menunjukkan, setelah beliau hijrah ke negeri itu di sana memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita. Penduduk yang awalnya bodoh berubah menjadi mengenal ilmu. Imam al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan kaum khawarij dengan dalil dan argumentasi. Kaum Khawarij tidak mengakui atau mengingkari Imam al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi Muhammad SAW. Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagi keturunan Rasulullah saw sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh kesaksian dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi di makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan hujjaj Hadramaut sendiri. Dalam upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut. Dengan demikian mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah SAW melalui puteri beliau Siti Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. Al-allamah Yusuf bin Ismail al-Nabhany dalam bukunya Riyadhul Jannah mengatakan: 'Kaum Sayyid al-Ba Alwiy oleh umat Muhammad SAW sepanjang zaman dan di semua negeri telah diakui bulat sebagai ahlul-bait nubuwah yang sah, baik ditilik dari sudut keturunan maupun kekerabatan, dan mereka itu adalah orang-orang yang paling tinggi ilmu pengetahuan agamanya, paling banyak keutamaannya dan paling tinggi budi pekertinya'.
Mengenai hijrahnya Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut, Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dalam bukunya 'Risalatul Muawanah' mengatakan: Al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin al-Imam Ja'far Shadiq, ketika menyaksikan munculnya bid'ah, pengobralan hawa nafsu dan perbedaan pendapat yang makin menghangat, maka beliau hijrah dari negaranya (Iraq) dari tempat yang satu ke tempat yang lain hingga sampai di Hadramaut, beliau bermukim di sana hingga wafat.
Ahmad bin Isa, dengan maksud memelihara keturunan dari pengaruh buruk dan kesesatan yang nyata yang telah mewarnai kehidupan kekhalifahan Bani Abbas, berhijrah dari Basra ke Hadramaut pada tahun 317 H dan wafat di Husaisah pada tahun 345 Hijriah. Imam Ahmad bin Isa mempunyai dua orang putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy). Dalam tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu keturunannya ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya ialah al-Imam Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid) punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum Sayyid Alawiyin.
Gelar Imam, Syekh, Habib dan Sayid
Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum 'Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah:
IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.
SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab, teologi dan fikih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia juga secara resmi masuk ke dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat 'Alawi. Sejak kecil ia menuntut ilmu dari berbagai guru, menghafal alquran dan banyak hadits serta mendalami ilmu fiqih. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh Abu Madyan seorang tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syekh Abdurahman al-Muq'ad untuk menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim, tetapi sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-Saleh melaksanakan tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah membaiat dan mengenakan khiqah berupa sepotong baju sufi kepada al-Faqih al-Muqaddam. Walaupun menjadi orang sufi, ia terus menekuni ilmu fiqih. Ia berhasil memadukan ilmu fiqih dan tasawuf serta ilmu-ilmu lain yang dikajinya. Sejak itu, tasawuf dan kehidupan sufi banyak dianut dan disenangi di Hadramaut, terutama di kalangan 'Alawi.
Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia memulai pendidikannya pada ayah dan kakeknya lalu meneruskan pendidikannya di Yaman dan Hijaz dan belajar pada ulama-ulama besar. Ia kemudian bermukim dan mengajar di Mekkah dan Madinah hingga digelari Imam al-Haramain dan Mujaddid abad ke 8 Hijriyah. Ketika Saudaranya Imam Ali bin Alwi meninggal dunia, tokoh-tokoh Hadramaut menyatakan bela sungkawa kepadanya sambil memintanya ke Hadramaut untuk menjadi da'i dan guru mereka. Ia memenuhi permintaan tersebut dan berhasil mencetak puluhan ulama besar.
Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia digelari al-Saqqaf karena kedudukannya sebagai pengayom dan Ilmu serta tasawufnya yang tinggi. Pemula famili al-Saqqaf ini adalah ulama besar yang mencetak berpuluh ulama termasuk putranya sendiri Umar Muhdhar. Ia juga sangat terkenal karena kedermawanannya. Ia mendirikan sepuluh masjid serta memberikan harta wakaf untuk pembiayaannya. Ia memiliki banyak kebun kurma.
Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf adalah imam dalam ilmu dan tokoh dalam tasawuf. Ia terkenal karena kedermawanannya. Ia menjamin nafkah beberapa keluarga. Rumahnya tidak pernah sepi dari tamu. Ia mendirikan tiga buah masjid. Menurut Muhammad bin Abu Bakar al-Syilli, ia telah mencapai al-mujtahid al-mutlaq dalam ilmu syariat. Ia meninggal ketika sujud dalam shalat Dzuhur.
Abdullah al-Aidrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Hingga usia 10 tahun, ia dididik ayahnya dan setelah ayahnya wafat ia dididik pamannya Umar Muhdhar hingga usia 25 tahun. Ia ulama besar dalam syariat, tasawuf dan bahasa. Ia giat dalam menyebarkan ilmu dan dakwah serta amat tekun beribadah.
Ali bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Ia menulis sebuah wirid yang banyak dibaca orang hingga abad ke 21 ini. Ia terkenal dalam berbagai ilmu, khususnya tasawuf. Menurut Habib Abdullah al-Haddad, ia merupakan salaf ba'alawi terakhir yang harus ditaati dan diteladani.
HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum 'Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan Al-Qadri di di kepulauan Komoro dan Pontianak, Al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina.
Tokoh utama 'Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa. Sejak kecil ia telah menghafal alquran. Ia berilmu tinggi dalam syariat, tasawuf dan bahasa arab. Banyak orang datang belajar kepadanya. Ia juga menulis beberapa buku.
Pada tahap ini juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum 'Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.
Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa "Alawiyin" atau " qabilah Ba'alawi" dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman.
Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawy digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan itu (Alawy) hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam al-Hasan dan Imam al-Husein. Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan Alawy hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwy bin Ubaidillah. Alwi adalah anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut. Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan "Alawiyin" diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul. Alwi bin Ubaidillah mempunyai anak Muhammad. Muhammad bin Alwi mempunyai anak Alwi. Alwi mempunyai anak Ali (Kholi' Qasam).
Ali diberi laqob "Kholi' Qasam" sebagai nisbah kepada negeri al-Qasam yang merupakan tempat mereka di negeri Bashrah, di mana dari tempat itu ia mendapat harta dan membeli tanah di dekat kota Tarim di Hadramaut dengan harga 20.000 dinar dan ditanaminya pohon kurma untuk mengenang kota Qasam di Bashrah yang tadinya dimiliki oleh kakeknya al-Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan tanah yang luas di sana di dekat teluk Arab dan penuh dengan kurma pada masa itu. Menurut sejarah, Ali Kholi' Qasam waliyullah yang pertama kali di makamkan di perkuburan Zanbal Hadramaut dan salah satu kewalian beliau jika memberi salam kepada Rasulullah baik dalam keadaan shalat atau dalam keadaan lain, Rasulullah langsung menjawab salamnya. Ali Khali' Qasam mempunyai tiga orang anak: Abdullah, Husin dan Muhammad. Tetapi yang tetap meneruskan keturunannya adalah dari Muhammad yang dikenal dengan sebutan " Shahib Marbath ".
Dari keturunan Imam Alwiy bin Ubaidillah muncul sejumlah 'ulama-auliya, mereka mengkhususkan perhatian hanya kepada dakwah mengajak manusia kembali kepada kebenaran Allah SWT. Setiap orang dari mereka mempunyai sanad (sandaran) yang bersambung ke Rasulullah SAW.





GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT
AL-USTADZ AL-A'DZHAM
Beliau adalah Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath.
Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dijuluki dengan gelar al-ustadz al-a'zham karena beliau adalah seorang guru besar dan seorang sufi yang menjalankan thariqah kefakiran (hanya berhajat kepada Allah swt) dan bertasawuf dengan tasawuf yang bersih dan terpelihara dari hal-hal yang haram, berdasarkan al-quran dan al-sunnah yang disyiarkan dengan ruh Islam dan tauhid
Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dikaruniai 5 orang anak laki yaitu Alwi al-Ghuyur, Ali, Ahmad, Abdullah dan Abdurahman. Dan yang meneruskan keturunanya hanya 3 orang yaitu: Alwi al-Ghuyur, Ali dan Ahmad.
Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali wafat di Tarim tahun 653 hijriyah.
ASADULLAH FI ARDHIHI
Beliau adalah waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Sebab dinamakan dengan Asadullah Fi Ardhihi karena Syaikh Muhammad Asadullah sangat tekun membaca alquran dan memahami maknanya. Beliau selalu bangun untuk beribadat kepada Allah pada waktu akhir sepertiga malam, sehingga beliau merasakan dirinya fana'. Beliau bersemangat untuk membaca alquran dan memahami maknanya serta merasakan kenikmatan pada dirinya jika sedang membaca Alquran, sehingga beliau merasa sebagai seekor Singa dan berkata dalam keheningan malam dengan perkataan "Ana Asadullah Fi Ardhihi "
Dalam kitab al-Masyra' diceritakan bahwa beliau dikarunia enam orang anak laki, dan tiga orang yang meneruskan keturunan beliau, yaitu:
1. Abu Bakar Basyaiban (wafat tahun 800 hijriyah)
2. Hasan, menurunkan keluarga: Jamalullail, Bin Sahal, Baharun, al-Junaid, al-Qadri dan al-Siri), wafat tahun 757 hijriyah.
3. Ahmad, menurunkan keluarga: al-Syatri, al-Habsyi dan Syanbal.
Waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi wafat tahun 778 hijriyah.
Aal-A'YUN
Yang dijuluki al-A'yun diantaranya ialah waliyullah Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula al-Dawilah (datuk keluarga al-Muqaibil).
Gelar al-A'yun diberikan karena beliau mempunyai warna hitam yang lebar pada biji matanya sehingga terlihat indah.
Aal-ALBAR
Yang pertama kali digelari al-Bar adalah waliyullah Ali bin Ali bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau digelar dengan al-Baar karena sangat taat (berbakti) kepada ibunya dengan sebenar-benarnya taat yang hal tersebut sedikit sekali dilakukan oleh anak terhadap ibunya. Beliau dinamakan dengan nama ayahnya (Ali bin Ali), karena ketika ayahnya wafat, ia masih dalam kandungan ibunya, beliau hanya taat kepada ibunya karena ayahnya telah wafat. Waliyullah Ali bin Ali Albar dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Abdullah dan Husin.
Waliyullah Ali bin Ali al-Bar dilahirkan dan wafat di kota Dau'an, Hadramaut.
Aal-BATTAH
Mereka adalah anak cucu dari keluarga Syaikh Abu Bakar bin Salim dan datuk mereka ialah waliyullah Abu Bakar bin Ahmad bin Abdurahman bin Abi Bakar bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdullah bin Syaichon bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Dinamakan 'Battah' karena beliau dilahirkan di Battah sebuah kota yang terletak di sebelah Barat Sahil, Afrika Timur.
Aal-ALBAHAR
Mereka adalah keturunan dari keluarga al-Jufri. Datuk mereka adalah waliyullah Syaichan bin Alwi bin Abdullah Attarisi bin Alwi al-Chawas bin Abu Bakar al-Jufri.
Yang pertama kali digelari 'al-Bahar' adalah Waliyullah Saleh ayah dari Habib Hasan al-Bahar.
Gelar yang disandang menurut al-Syaich Abdullah bin Semir dalam kitabnya Giladat al-Nahri yang berisi manakib al-Habib Hasan bin Saleh al-Bahar, menyatakan bahwa yang pertama kali diberi gelar al-Bahar adalah ayahnya, Soleh. Gelar tersebut diberikan karena tampaknya keramat beliau ketika sering berlayar di laut. Di samping itu gelar tersebut diberikan karena ilmu beliau luas seperti luasnya laut.
Waliyullah Hasan bin Soleh Al-Bahar dikarunia lima orang anak laki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ja'far, Abdul Kadir dan Soleh.
Aal-IBRAHIM
Yang pertama kali dijuluki al-Ibrahim ialah waliyullah Ibrahim bin Abdullah bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf.
Sebab dinamakan al-Ibrahim karena nama tersebut dinisbahkan kepada nama kakeknya. Ibrahim merupakan nama Ibrani seperti Ismail, Ishaq, Yusuf dan Ya'kub yang kemudian nama tersebut dimasukkan ke dalam bahasa Arab.
Aal-BARAKAT
Mereka adalah keturunan waliyullah Syech bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Di samping itu ada juga keturunan Barakat lain dari Waliyullah Barakat bin Ahmad asy-Syatiri.
Pemberian gelar ini, dikarenakan datuk mereka mengharapkan berkah dan kebaikan dari Allah , maka banyak anak cucu beliau yang menjadi auliya'.
Waliyullah Syech bin Ali Barakat wafat di Tarim tahun 813 hijriyah.
Aal-BARUM
Barum adalah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Hasan bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Dinamakan dengan 'Barum' karena beliau diberi isyarat untuk pergi ke dusun Barum dan menetap serta menjadi sesepuh di sana disebabkan keberkahan ilmu dan kemuliaan beliau. Dusun Barum berjarak kira-kira 20 km dari kota Mukalla Hadramaut.
Waliyullah Hasan Barum dikarunia empat orang anak laki bernama: Abdurahman, Umar, Ali dan Ahmad.
Waliyullah Hasan Barum wafat di kota Tarim tahun 927 H.
Aal-BASRI
Beliau adalah waliyullah Ismail (Basri) bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Basri adalah anak kedua dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Anak pertama bernama Alwi, beliau kakek dari keluarga Ba'alawi, dan anak yang ketiga bernama Jadid.
Dinamakan Basri diambil dari nama kota yaitu Basrah, yang kemudian beliau hijrah bersama keluarga dan kakeknya al-Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir ke negeri Hadramaut. Gelar ini menjadi gelar beberapa keluarga Alawiyin yang datuknya bernama Basri dan disebut mereka itu dengan al-Bin Basri.
Keturunan Basri terputus pada awal abad ke enam hijriyah.
Aal-BABATHINAH
Yang pertama kali bergelar 'Babathinah' ialah waliyullah Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Amu al-Faqih.
Beliau adalah pendiri masjid Babathinah di Tarim dan mempunyai sebuah perkebunan yang subur dan dinamakan Babathinah.
Waliyullah Abdurahman bin Ahmad Babathinah dikarunia 4 orang anak, yaitu: Ahmad Chadijah, Umar Ahmar al-Uyun, Ali al-Shonhazi dan Muhammad Maghfun.
Aal-ALBAYTI
Gelar al-Bayti dinisbahkan ke Baiti Maslamah sebuah desa yang berjarak sepuluh kilo meter dari Tarim. Gelar tersebut disandang oleh:
Waliyullah Ali bin Alwi bin Ali bin Abu Bakar al-Facher. Beliau dilahirkan di Bait al-Maslamah. Dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Muhammad, yang menurunkan keturunannya. Waliyullah Ali al-Bayti wafat di Bait Aa-Maslamah pada tahun 915 H.
Waliyullah Abu Bakar bin Ibrahim bin al-Imam Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama: Ibrahim, Ahmad dan Ismail. Waliyullah Abu Bakar al-Bayti wafat tahun 905 H di kota Tarim.
Aal-ALBIEDH
Keluarga al-Biedh bernisbat kepada datuk mereka waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau dijuluki gelar ini karena beliau seorang yang menekuni puasa hari-hari putih, yaitu puasa pada hari ketiga belas, keempat belas dan kelima belas pada setiap bulan Qamariyah. Puasa tersebut beliau lakukan sebagai ittiba' terhadap Rasulullah saw.
Waliyullah Ahmad bin Abdurhamnan Al-Biedh dikarunia dua orang anak laki, bernama: Abdurahman dan Makhrus.
Waliyullah Ahmad bin Abdurahman al-Biedh wafat di Syihir pada tahun 945 hijriyah.
Aal-BABARIK
Beliau adalah waliyullah Ahmad Babarik bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Waliyullah Umar Babarik dilahirkan di kota Tarim. Dikarunia 3 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali dan Umar. Sedangkan yang melanjutkan keturunan beliau adalah Umar di Surat, India.
Waliyullah Ahmad Babarik wafat di kota Tarim.
AL-TUROBI
Beliau adalah waliyullah Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Diberi gelar al-Turobi , dikarenakan beliau seorang yang sangat tawadhu' dan mengumpamakan dirinya dengan tanah.
Waliyullah Hasan Atturobi bin Ali mempunyai seorang anak bernama Muhammad Asadullah.
Aal-BAJAHDAB
Mereka adalah keturunan waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba'alawi bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Sebab diberi gelar dengan 'Bajahdab', karena beliau tinggal di desa Jahadabah , Yaman.
Waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman dikaruniai 2 orang anak laki: Abud dan Muhammad al-Mualim. Muhammad al-Mualim mempunyai anak bernama Alwi. Salah satu keturunannya ada yang menjadi pemimpin keluarga Alawiyin (Naqib al-Alawi) yaitu Waliyullah Ahmad bin Alwi Bajahdab. Beliau wafat di Tarim tahun 973 hijriyah.
JADID
Yang pertama kali diberi gelar "Jadid” ialah waliyullah Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Beliau adalah anak ketiga dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Dinamakan " Jadid ” karena keluarganya yang dipimpin oleh al-Muhajir Ahmad bin Isa hijrah dari Basrah ke tempat yang baru bernama Hadramaut.
Keturunan Jadid terputus pada awal abad keenam hijriyah.
Aal-ALDJUFRI
Yang pertama kali dijuluki "al-Djufri " ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah dengan sebutan Djufratiy yang berarti anak kecil kesayangan yang berbadan gemuk dan kekar. Dan setelah dewasa ia menjadi seorang ahli dalam ilmu Jafar, suatu rumus-rumus yang menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing). Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut al-Jufri.
Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai lima orang anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Chawas dan Umar. Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah, sedangkan dari ketiga anaknya yang lain menurunkan keturunan al-Djufri seperti: al-Kaf, al-Shafi dan al-Bahar.
Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di kota Tarim pada tahun 860 Hijriyah.
DJAMALULLAIL
Djamalullail adalah gelar untuk waliyullah al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (keturunan terputus) dan al-Imam Muhammad bin Hasan al-Mua'alim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi.
Gelar yang disandang karena mereka selalu mengisi malam-malam harinya dengan ibadah, baik shalat tahajud dan shalat-shalat sunnah lainnya serta membaca Alquran, shalawat dan doa serta dzikir lainnya yang dilakukan selama hidupnya. Karena itu beliau digelari dengan Djamalullail.
Waliyullah Muhammad Djamalullail dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki:
Abdullah bin Muhammad Djamalullail. Dari kedua cucunya Abdullah bin Ahmad dan Muhammad bin Ahmad menurunkan al-Djamalullail yang berada di Hadramaut, Makkah dan India serta sebagian di Aceh dan pulau Jawa.
Ali bin Muhammad Djamalullail, menurunkan keturunan leluhur al-Qadri, al-Asiry, al-Baharun dan al-Junaid.
Waliyullah Muhammad Djamalullail wafat di kota Tarim pada tahun 845 H.
Aal-BIN JINDAN
Mereka adalah suatu puak dari keluarga al-syaikh Abu Bakar bin Salim, yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Ali bin Muhammad bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Jindan adalah gelar untuk kakek mereka, dan mereka masing-masing menamakan dengan Bin Jindan yaitu anak cucu dari Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Waliyullah Ali bin Muhammad bin Husien bin Syaikh Abi Bakar wafat di Inat sekitar tahun 1200 H.
AL-JANNAH
Yang pertama kali dijuluki 'al-Jannah' ialah waliyullah Muhammad bin Hasan bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang terkenal dengan ilmu, kemuliaan, dan ibadahnya. Menurut shohib al-Masyra' dinamakan al-Jannah karena beliau banyak berdoa dan sangat merindukan surga. Dan Allah mengabulkan doa dan kerinduannya tersebut.
Aal-ALDJUNAID
Al-Junaid ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Abu Bakar bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan al-mu'alim Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Dinamakan Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sayid Atthaifah al-sufiyah yang terkenal.
Waliyullah Abu Bakar al-Junaid dilahirkan di kota Tarim tahun 1053 H. Dikaruniai 5 orang anak dan hanya 1 anak yang meneruskan keturunannya yaitu Ali bin Abu Bakar al-Junaid. Keturunannya ada di kota Tarim dan Singapore.
Waliyullah Abu Bakar al-Junaid wafat di kota Tarim.
Aal-ALDJUNAID AL-ACHDOR
Mereka adalah keturunan waliyullah Al-Djunaid al-Achdor bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena kakek beliau memberi nama Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sufiyah yang terkenal.
Waliyullah Djunaid Achdor dilahirkan di Gasam , dikarunia 5 orang anak lelaki, 3 diantara meneruskan keturunannya yaitu: Syaich, Ahmad dan Muthahhar.
Waliyullah Djunaid Achdor wafat di gasam pada tahun 1032 H.
Aal-ALJAILANI
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Ahmad bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba'alawi.
Diberi gelar 'Jailani' , sebagai tabarukkan kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani. Jailani adalah suatu tempat yang berada di negeri Parsi.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad mempunyai anak bernama Syech, Hadar, Ahmad dan Abdurahman (kakek dari keluarga al-Junaid al-Achdor).
Aal-ALHAMID
Mereka keturunan dari waliyullah al-Hamid bin al-Syaikh Abi Bakar bin Salim.
Gelar al-Hamid disandang karena ayahnya menginginkan anaknya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah swt dengan selalu memuji-Nya.
Waliyullah Hamid al-Hamid dilahirkan di kota Inat, beliau dikaruniai 8 orang anak lelaki dan yang meneruskan keturunan hanya 5 orang, yaitu:
1. Muthahhar, keturunannya adalah al-Aqil Muthahhar.
2. Umar, keturunannya adalah al-Salim bin Umar ( sebagian besar di Indonesia )
3. Abdullah
4. Abu Bakar
5. Alwi
Waliyullah al-Hamid bin Syaich Abu Bakar wafat di Inat tahun 1030 Hijriyah.
Aal-ALHABSYI
Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Assadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.
Gelar yang disandang dikarena beliau sering bepergian ke kota Habasyah di Afrika dan beliau pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk da'wah Islam.
Waliyullah Abi Bakar bin Ali al-Habsyi lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Alwi. Alwi mempunyai 5 orang anak lelaki, 2 diantaranya menurunkan keturunannya, yaitu:
1. Ali , keturunannya berada di kota Madinah.
2. Muhammad al-Ashgor, mempunyai 4 orang anak:
a. Umar (keturunannya terputus di Tarim)
b. Ali (keturunannya sedikit di Makkah)
c. Abdurrahman, keturunannya berada di Palembang, Jambi , Siak dan Aceh.
d. Ahmad Shahib Syi'ib, mempunyai 9 orang anak:
1. Al-Hasan, keturunannya disebut al-Habsyi al-Rausyan.
2. Hadi, mempunyai dua orang anak bernama:
a. Idrus, meneruskan keturunan al-Habsyi al-Syabsyabah (diantara keturunannya adalah waliyullah al-Habib Nuh bin Muhammad bin Ahmad al-Habsyi di Singapura).
b. Abdurahman, adalah datuk waliyullah al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang (silsilah beliau lihat di Biografi Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi).
3. Alwi, keturunannya disebut al-Ahmad bin Zain adalah datuk waliyullah al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Ampel Gubbah Surabaya)
4. Husein, mempunyai dua orang anak yaitu:
a. Shodiq (keturunannya di Hadramaut, Surabaya dan Malaka)
b. Muhammad, salah satu keturunannya adalah waliyullah al-Habib Alwi bin Ali bin Muhammad al-Habsyi (Masjid Ar-Riyadh, Solo)
5. Idrus (keturunannya di Yafi' dan India)
6. Hasyim (keturunannya di
7. Syaich (keturunannya di Lihij dan Dasinah)
8. Muhammad
9. Umar.
Waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 857 H.
Aal-ALHADDAD
Yang pertama kali dijuluki al-Haddad ialah waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar adalah seorang waliyullah yang menyembunyikan kewaliannya. Beliau digelari dengan al-Haddad karena sering bergaul dengan seorang pandai besi dan sering berada di tempat penempaan besi. Selain beliau ada pula seseorang yang bernama Ahmad dari golongan Alawiyin tang terkenal dan mempunyai banyak pengikut dan menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (pandai besi). al-Habib Ahmad bin Abi Bakar menjawab sebutan tersebut dengan memperlihatkan keramatnya, sehingga orang-orang mengetahui bahwa beliau adalah seorang waliyullah yang mempunyai derajat tinggi dan hati mereka tertempa dengan kejadian tersebut. Maka mereka menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (penempa kalbu).
Waliyullah Ahmad al-Haddad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Alwi. Keturunan yang ke 31 dari Rasulullah saw ialah waliyullah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad (Sohibur Ratib). al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad bersaudara dengan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad. Keduanya tidak pernah datang ke Indonesia. Keturunan al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad banyak berada di Jawa Timur, sedangkan keturunan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad sebagian besar berada di Pasar Minggu (termasuk al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad)
Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar wafat di kota Tarim tahun 870 H.
Aal-BAHASAN (BANAHSAN)
Gelar Bahasan disandang oleh:
1. Keluarga Bahasan (Banahsan) As-Sakran , yaitu: Hasan bin Ali bin Abi Bakar al-Sakran (Kerajaan Siak yang dikenal dengan keluarga Bin Shahab)
2. Keluarga Bahasan Faqis, yaitu: Hasan bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf.
3. Keluarga Bahasan al-Thowil, yaitu: Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi (Ammu al-Faqih)
4. Keluarga Bahasan Jamalullail, yaitu: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad.
Aal-BAHUSEIN
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Husein bin al-Imam Abdurahman Assegaf dan Ali bin Husein bin Ali bin Alwi bin Muhammad Maula al-Dawilah.
Waliyullah Husein bin al-Imam Abdurahman al-saqqaf dilahirkan di Tarim, dikaruniai enam orang anak lelaki, dan yang meneruskan keturunannya tiga orang:
1. Abdurahman, menurunkan keturunan leluhur al-Bahsein dan al-Musawa
2. Ahmad, yang menurunkan keturunan leluhur Ahmad bin Husein al-Karbiy
3. Ali Makki, menurunkan keturunan leluhur Muhammad al-Zaitun, al-Bahusein.
Waliyullah Husein al-Bahsein wafat di Tarim tahun 896 H.
Aal-ALHIYYED
Mereka adalah keturunan dari waliyullah Abu Bakar bin Hasan bin Husein bin Syaich Abu Bakar bin Salim.
Mereka diberi gelar al-Hiyyed karena datuk mereka bertempat tinggal di suatu tempat yang bernama Hiyyed di lereng gunung di Inat.
Waliyullah Abdullah bin Abu Bakar lahir di Inat, dikaruniai seorang anak laki bernama Abu Bakar yang menurunkan keturunan al-Hiyyed di Indonesia.
Beliau wafat di kota Inat tahun 1169 H.
Aal-CHIRRID
Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Muhammad Hamidan bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.
Dinamakan al-Chirrid karena beliau sering beribadah di Gua Chirrid di pegunungan Aqrun di Tarim. Ibadah yang dilakukannya antara lain bertafakur dengan akal dan hati serta ibadah jasad seperti yang dilakukan Rasul di gua Hira.
Waliyullah Alwi al-Chirrid wafat di Tarim tahun 808 H.
Aal-CHANEMAN
Mereka adalah keturunan yang dinisbahkan kepada waliyullah Ahmad bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara' bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.
Gelar al-Chaneman berasal dari kata Chanam, sebagian penduduk Hadramaut menisbahkan kata tersebut kepada jenis buah kurma yaitu kurma chanam. Akan tetapi tidak diketahui apakah hal tersebut berhubungan dengan gelar di atas.
Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman dikarunia dua orang anak laki bernama: Umar dan Abdullah.
Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman wafat tahun 893 H di kota Tarim.
Aal-CHAMUR
Al-Chamur ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Saleh bin Hasan bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim
Gelar tersebut disandang karena datuk mereka bermukim di Chamur, suatu tempat yang terkenal di sebelah Barat Syibam.
Aal-MAULA CHAILAH
Yang pertama kali diberi gelar Maula-Chailah ialah waliyullah Abdurahman bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah.
Gelar tersebut disandang karena beliau bermukim di daerah pegunungan Chailah yang terkenal di sebelah Barat kota Tarim. Chailah berasal dari kata Khala yang berarti memelihara. Untuk selanjutnya kata tersebut diberikan kepada orang-orang yang memelihara ibadahnya.
Waliyullah Abdurahman Maula Chailah wafat di Tarim tahun 914 Hijriyah.
Aal-ALCHUUN
Yang pertama kali dijuluki al-Chuun ialah waliyullah Alwi bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba'alawi.
Beliau diberi gelar al-Chuun, dikarenakan beliau tinggal di desa al-Chuun yang terletak sebelah Timur Hadramaut.
Keturunan waliyullah Alwi bin Abdurahman terputus pada abad kedua belas hijriyah.
MAULA AL-DAWILAH
Beliau adalah waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Diberi gelar Maula al-Dawilah karena beliau bermukim di dusun Yabhar dekat makam nabi Hud as, di bagian Timur Hadramaut. Waliyullah Muhammad Maula Dawilah bersama para pengikutnya membangun rumah di dusun tersebut. Maka dusun Yabhar yang awalnya sepi menjadi ramai. Dusun itu disebut al-Dawilah yang artinya dusun lama. Waliyullah Muhammad digelari Maula al-Dawilah artinya pemimpin dusun Dawilah. Puteranya yang bernama Abdurahman Assaqqaf membangun pula sebuah kota di dekatnya yang dinamakan Yabhar. Desa yang pertama disebut Yabhar lama sedangkan desa yang kedua disebut Yabhar baru. Selanjutnya nama Maula al-Dawilah dikhususkan untuk anak Muhammad Maula al-Dawilah selain Syaikh Abdurahman Assaqqaf yang mempunyai gelar khusus.
Waliyullah Ahmad Maula al-Dawilah dilahirkan di kota Yabhar. Dikaruniai 4 orang anak lelaki , yaitu Abdurahman Assaqqaf, Ali, Abdullah dan Alwi.
Waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah wafat di Tarim tahun 765 Hijriyah.
Aal AL-DZI'BU
Yang pertama kali dijuluki al-Dzi'bu ialah waliyullah Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau berkelahi dengan seekor srigala yang menyerang sekumpulan kambing mereka dan beliau berhasil menangkap Srigala itu. Karena itulah beliau disebut al-Dzi'bu.
Aal-BARAQBAH
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Mengenai gelar ini tidak didapat keterangan yang jelas, apakah beliau mempunyai pundak yang kuat , yang dalam bahasa Arab disebut Raqbah atau berhubungan dengan suatu tempat yang terdapat sumur dan pohon kurma dekat kota Tarim yang disebut 'Baraqbah'.
Waliyullah Umar Baraqbah dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdurahman.Beliau wafat tahun 895 H.
Aal-ALRUCHAILAH
Yang pertama kali dijuluki al-Ruchailah ialah waliyullah Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau seorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya mempunyai seekor anak kambing yang dalam bahasa Arabnya al-Rachilah. Kambing kesayangannya itu dipotong ketika ia menjamu makan tamunya. Tatkala beliau mengetahui bahwa hidangan itu habis tidak tersisa untuk keluarganya, beliau memohon kepada Allah swt agar kambing itu dihidupkan kembali sebagai rezeki untuknya. Allah mengabulkan doanya dengan dihidupkan kembali kambingnya.
Waliyullah Muhammad al-Rachilah dikarunia 5 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali, Husin, Alwi , Salim. Yang meneruskan keturunannya bernama Salim yang biasa dikenal dengan al-Ruchailah Ba'Umar melalui anaknya yang bernama Umar.Umar mempunyai 2 anak yaitu Muhammad Ba'Umar (keturunannya di Indonesia) dan Ali Ba'Umar (keturunannya di Zailah Afrika).
Waliyullah Muhammad al-Ruchailah wafat di kota Tarim.
Aal-ALZAHIR
Mereka adalah keturunan waliyullah al-Zahir bin Husin bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor bin Abdurahman bin Syahabuddin al-Akbar. Dan gelar al-Zahir dinisbatkan juga kepada keturunan waliyullah Abdullah bin Muhammad al-Masyhur bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor. Kedua keluarga tersebut bertemu pada al-Habib Muhammad bin Ahmad Syahabuddin al-Ashgor.
Gelar yang disandang karena cahaya wajah beliau yang indah berseri, indah dan jernih apalagi ketika beliau sedang berada di majlis memberikan pelajaran/nasehat.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu diantaranya bernama Abdullah yang menurunkan keturunan al-Zahir yang berada di Indonesia.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir wafat di Tarim tahun 1203
Aal-BASAKUTAH
Mereka adalah keturunan waliyullah Hasan bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Diberi gelar Hasan Sakutah atau dengan Basakutah, dikarenakan beliau seorang laki-laki yang banyak diam dan sedikit berbicara, dan jika berbicara hanya mengeluarkan kata-kata yang baik saja.
Aal-ALSAQQAF
Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau sebagai pengayom para wali pada zamannya agar terhindar dari perkara bid'ah. Para ulama ahli hakikat dan para wali yang bijaksana menamakan beliau 'al-Saqqaf', karena beliau menutup hal keadaannya dari penduduk di zamannya. Beliau sangat benci dengan kesohoran. Ketinggian derajat beliau dari para wali di zamannya bagaikan kedudukan atap bagi rumah.
Beliau dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 13 anak lelaki, dan 7 orang meneruskan keturunannya: Abu Bakar As-Sakran, Alwi, Ali, Aqil, Abdullah, Husein dan Ibrahim.
Waliyullah Abdurahman Al-saqqaf wafat di Tarim tahun 819 H.
AL-SAKRAN
Beliau adalah Abu Bakar bin Abdurahman al-saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah.
Digelari dengan al-sakran , karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah swt.
Waliyullah Abu Bakar al-sakran dikarunia lima orang anak laki, yaitu: Muhammad al-akbar, Hasan, Abdullah, Ali, dan Ahmad. Dari ketiga anaknya yang bernama Abdullah, Ali dan Ahmad menurunkan keluarga al-Aydrus, Syahabuddin, al-Masyhur, al-Hadi, al-Wahath, al-Munawar.
Waliyullah Abu bakar al-sakran wafat di Tarim tahun 821 Hijriyah.
Aal-BIN SUMAITH
Yang pertama kali digelari al-Bin Sumaith ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al- Faqih.
Gelar yang disandang karena di masa kecilnya ia dipakaikan oleh ibunya sebuah kalung dari benang yang biasa dipakai oleh anak kecil dan biasa disebut Sumaith. Ketika sedang berjalan kalung itu jatuh dan sang ibu enggan berbalik untuk mengambilnya. Ibu dan puteranya berjalan terus dan membiarkan kalung itu tertinggal, sedangkan orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut mengira sang ibu tidak mengetahui kalau kalung anaknya jatuh dan berusaha memberitahu dengan berteriak Sumaith. Maka semenjak itu anak tersebut dijuluki Semith.
Waliyullah Muhammad Bin Semith lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan keturunannya di Tarim, Syibam, Taribah, Goroh (Hadramaut), Zanzibar dan Indonesia (Kalimantan, Manado, Sumba, Denpasar, Madura, Jakarta, Surabaya, Semarang, Pekalongan)
Waliyullah Muhammad Bin Semith wafat di Tarim tahun 950 Hijriyah.
Aal-BIN SUMAITHAN
Yang pertama kali dijuluki al-Bin Semithan ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang lelaki yang giat, mempunyai tumbuh kecil dan bertempat tinggal di suatu Badiyah Hadromiyah yang penduduknya merupakan orang yang giat bekerja.
Aal-ALSIRY
Mereka adalah keturunan walyullah Ali bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Beliau diberi gelar dengan al-Sirry sebagi tabarruk kepada seorang waliyullah yang termasyhur yaitu al-Syaich al-Seri al-Saqthi.
Waliyullah Ali al-Seri lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki: Ahmad, Aqil dan Umar. Waliyullah Ali al-Seri wafat di kota Tarim tahun 1053 H.
Aal-BIN SAHAL
Mereka bernasab kepada waliyullah Sahal bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Jamalullail bin Hasan bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Beliau dinamakan Sahal karena bertabarruk kepada al-Sayid Sahal al-Tastari.
Waliyullah Sahal bin Ahmad lahir di kota Tarim, dikaruniai 3 anak lelaki, 2 diantaranya meneruskan keturunan belia yaitu Alwi dan Ahmad.
Waliyullah Sahil bin Ahmad wafat di Tarim tahun 973 H.
Aal-ALSYATHRI
Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau selalu membagi dua harta yang dimilikinya kepada saudara kandungnya al-Habib Abubakar al-Habsyi. Membagi dua dalam bahasa Arabnya adalah Syathara.
Waliyullah Alwi al-syathri lahir di Tarim, dikarunia 5 orang anak lelaki, dan 2 diantaranya yang meneruskan keturunan, yaitu: Muhammad dan Umar.
Waliyullah Alwi Al-syathri wafat di Tarim tahun 843 H.
Aal-SYABSYABAH
Mereka adalah keturunan waliyullah Idrus bin al-Hadi bin Ahmad Shahib Syi'ib bin Muhammad al-Ashgor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
Syabsyabah adalah nama dari satu jenis pohon kurma yang istimewa dan masyarakat lebih suka kalau kurma itu dalam keadaan mengkal (setengah matang). al-Habib Idrus bin al-Hadi dinamakan Syabsyabah karena beliau mempunyai pohon kurma tersebut sebagai hasil kerja keras orang tua mereka.
Aal-ALSYILI
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba'alawi.
Datuk mereka digelari dengan 'Syillih' sebagai fiil amer dengan makna 'bawalah atau ambillah'. Adapun gelar ini tidak di dapat keterangan yang jelas.
WaliyullahAbdullah bin Abi Bakar al-Syili dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Ahmad dan Aqil. Dari anaknya yang bernama Abu bakar dikarunia cicit yang bernama Muhammad bin Abi bakar bin Ahmad bin Abibakar bin Abdullah al-Syili, penulis kitab al-Masra' al-Rawi yang berisi biografi tokoh ulama Alawiyin.
Aal-BASYUMAILAH
Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Abdullah bin Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah.
Pada zamannya tersebar berita bahwa beliau telah mendapatkan karomah dari Allah swt. Beliau adalah seorang yang hidupnya selalu dalam kesulitan dan hidup sebagai seorang zahid. Dalam perjalanannya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau ketinggalan kapal yang akan dinaikinya, timbullah rasa sedih dan sesal pada dirinya karena khawatir tidak dapat menunaikan ibadah haji, sedangkan yang ada pada dirinya hanya sehelai selimut (syamilah), lalu waliyullah Abu Bakar menghamparkan syamilahnya di tepi pantai lalu naik ke atasnya, maka meluncurlah selimut itu dengan cepat hingga mendahului kapal yang meninggalkannya. Kejadian tersebut disaksikan oleh orang ramai, maka sejak itu beliau dinamakan dengan Basyumailah.
Waliyullah Abu Bakar Basymilah lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu Ahmad dan Abdullah. Beliau wafat di kota Tarim tahun 843 H
Aal-SYAHABUDDIN
Yang pertama kali dijuluki Syahabuddin ialah waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin bin Abdurahman bin al-Syaich Ali bin Abu Bakar As-sakran bin Abdurahman Assegaf.
Syahabuddin adalah gelar yang dinisbahkan kepada para ulama yang agung dan terkenal dengan keluasan ilmu mereka dan banyak mempunyai karya tulisan pada zamannya. al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan cucu beliau al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashgor adalah dua orang waliyullah yang terkenal dan pantas menggunakan gelar tersebut, maka keduanya diberi gelar Syahabuddin. Hal itu disebabkan keagungan dan keluasan ilmu mereka. Bagi setiap anak cucu al-Habib Syahabuddin al-Ashgor disebut Bin Syahab kecuali beberapa keluarga mereka yang dikenal dengan gelar lain seperti al-Masyhur dan al-Zahir. Adapun Aal-alhadi, mereka adalah anak cucu pamannya yaitu al-Habib Muhammad al-Hadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan anak cucu saudaranya al-Hadi bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar. Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki
1. Muhammad al-Hadi, keturunannya al-Bin Syahab al-Hadi. Cucunya bernama:
a. Ali bin Idrus bin Muhammad al-Hadi. Keturunannya berada di Palembang, Jakarta dan Pekalongan.
b. Syihabuddin bin Idrus bin Muhammad al-Hadi, keturunannya berada di Malaysia dan Singapura.
2. Umar, keturunannya al-Syahab al-Mahjub (Palembang)
3. Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin al-Akbar, dikarunia 4 orang anak lelaki:
a. Abu Bakar, keturunannya di Zhufar, Amman, Palembang.
b. Abdullah, keturunannya di Malabar.
c. Muhammad al-Hadi bin Abdurahman al-Qadhi, keturunannya disebut al-Hadi.
d. Syahabuddin bin Abdurahman al-Qadhi (Ahmad Syahabuddin al-Ashgor), keturunannya: al-Bin Husein, al-Bin Idrus, al-Bin Zain. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Ashgor wafat di Tarim tahun 1036, keturunannya al-Masyhur dan al-Zahir.
Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Akbar wafat di Tarim tahun 946 Hijriyah.
Aal-BASYAIBAN
Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Syaiban berasal dari kata al-Syaibu yang artinya beruban. Beliau diberi gelar dengan al-syaiban karena berusia lanjut dan mempunyai rambut putih, hal tersebut menambah kebesaran dan kewibawaan beliau.
Waliyullah Abu Bakar Basyeban lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu diantaranya yaitu: Ahmad Basyeban.
Waliyullah Abu Bakar Basyeban wafat di Tarim tahun 807 H.
Aal-SYAICH ABU BAKAR BIN SALIM
Yang pertama kali dijuluki al-Syaich Abu Bakar Bin Salim ialah waliyullah Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf.
Gelar yang disandang karena beliau seorang guru besar dalam ilmu agama dan seorang pemimpin. Beliau adalah seorang sufi yang bergelar wali quthub.
Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim lahir di kota Tarim pada tahun 919 H, dikaruniai 13 anak lelaki dan yang menurunkan keturunannya 9 orang anak, bernama: Husin, Hamid, Umar, Hasan, Ahmad, Soleh, Ali, Syaichon, Abdullah. Dari anak-anaknya tersebut diantaranya menurunkan keluarga al-Hamid, al-Muhdharm al-Khiyyid, al-Khamur, al-Haddar, Abu Futhaim, dan Bin Jindan.
Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim wafat di kota Inat tahun 992 Hijriyah.
Aal-SYAICHON DAN Aal BIN SYAICHON
Keluarga Asy-Syaichon dan Bin Syaichon disandang oleh beberapa waliyullah, diantaranya:
1. Al-Bin Syaichon: Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Husein bin Ahmad shohib Syi'ib bin Muhammad bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
2. Al-Syaichon: Bin Aqil bin Salim (Saudara Syaikh Abu Bakar bin Salim)
3. Al-Syaichon: Bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
4. Al-Syaichon: Bin Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah dari keluarga Ba'bud.
5. Al-Syaichon: Bin Ali bin Hasyim bin Syech bin Muhammad bin Hasyim (dari keluarga Bahasan).
SHAHIB AL-HAMRA'
Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Hamra ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Hamra nama kota yang terkenal di Yaman.
Keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman adalah keluarga Balghaits.
SHAHIB AL-HUTHOH
Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Huthoh ialah waliyullah Ali bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Huthoh daerah yang terletak sebelah Barat kota Tarim, Hadramaut.
SHAHIB AL-SYI'IB
Yang pertama kali dujuluki Shahib al-Syi'ib ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Asghor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau dimakamkan di Syi'ib. Di tempat itu pula dimakamkan kakeknya al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Daerah tersebut terletak diantara kota Tarim dan Seiwun.
SHAHIB QASAM
Yang pertama kali dijuluki Shahib Qasam ialah waliyullah Ahmad bin Alwi Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba'alawi.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau pindah dari Tarim ke Qasam. Qasam merupakan kota yang didirikan oleh al-Imam Ali Khali' Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Di kota tersebut beliau menanam pohon kurma untuk mengingatkannya terhadap kota Qasam di Basrah yang merupakan milik kakeknya al-Muhajir Ahmad bin Isa.
Waliyullah Ahmad Qasam bin Alwi Syaibah dikarunia lima orang anak laki, bernama: Alwi, Husin, Abubakar, Abdurahman, Abdullah dan Muhammad (menurunkan keluarga al-Junaid al-Achdhor)
SHAHIB MARBATH
Yang pertama kali dijuluki Shahib Marbath ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir.
Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Marbath Zhufar, sebelumnya beliau tinggal di Tarim yang dinamakan dengan zhufar lama.
SHAHIB MARYAMAH
Yang pertama kali dijuluki Shahib Maryamah ialah waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdurahman Assaqqaf.
Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Maryamah suatu kota yang terletak dekat Seiwun.
Aal-BASUROH
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad al-Mualim bin Hasan bin At-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Diberi gelar Basurroh karena beliau memiliki sebuah bungkusan (surrah) yang selalu dijaga dan dibawa kemana saja beliau pergi, sehingga semua orang mengira bungkusan itu berisi barang-barang berharga. Akan tetapi setelah beliau wafat bungkusan tersebut dibuka dan ternyata isinya kitab-kitab agama yang selalu dibaca selama hidupnya.
Waliyullah Abdurahman Ba-Surroh lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak lelaki bernama Muhammad.
Waliyullah Abdurahman Ba-Surroh wafat di Tarim tahun 888 H.
Aal ALSHULAIBIYAH
Mereka adalah salah satu keluarga dari Aal Alaydrus. Datuk mereka ialah waliyullah Husein bin Abdullah bin Syaich bin Abdullah al-Aydrus bin Abi Bakar al-Sakran bin Abdurahman Assaqaf.
Gelar yang disandang beliau berhubungan dengan jalur ibunya. al-Syarifah Aisyah binti Abi Bakar bin Abdullah Basyamilah adalah yang pertama digelari dengan al-Shulaibiyah. Selanjutnya gelar tersebut melekat kepada puterinya Alwiyah binti Abdullah bin Alwi Bajahdab dan kepada cucunya Fathimah isteri dari al-Habib Husin, maka gelar al-Shulaibiyah pun melekat kepada al-Habib Husin dan keturunannya. al-Shulaibiyah berasal dari kata al-Sholaba yang mempunyai arti teguh. al-Syarifah Aisyah diberi gelar tersebut karena mempunyai pendirian yang teguh terutama dalam menjalankan ajaran agama Islam.
Waliyullah Ahmad al-Shalabiyah lahir di kota Tarim, dikaruniai 7 orang anak lelaki yaitu: Abu Bakar dan Abdullah (keturunannya berada di India), Ali, Muhammad, Abdurahman, Husein dan Syaich (keturunannya sebagian besar berada di Indonesia).
Waliyullah Ahmad al-Shalabiyyah wafat di Tarim tahun 1028 H.
Aal AL-SHAFI AL-JUFRI
Mereka adalah keturunan waliyullah Syaichan bin Alwi bin Abdullah Attarisi bin Alwi al-Chowas bin Abu Bakar al-Djufri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Syahid bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar al-Shofi karena pada diri beliau melekat sifat-sifat yang suci (Safail-Qalbu) dan juga ayahnya memberi nama sesuai dengan nama leluhurnya al-Shafi
Waliyullah Syaichan al-Shafi lahir di kota Makkah, dikaruniai 3 orang anak lelaki yaitu Maqbul, Umar, Abdullah. Dua diantaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Umar dan Abdullah.
Waliyullah Syaichan As-Shafi wafat di kota Makkah tahun 1089 H.
Aal AL-SHAFI AL-SAQQAF
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar al-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman al-Saqqaf.
Pemberian gelar al-Shofi karena beliau mempunyai kejernihan hati dan pikiran, kebersihan perasaan, kelembutan tabiat. Waliyullah Umar al-Shafi wafat di kota Tarim
Aal-THAHA
Mereka adalah keturunan Thaha bin Umar al-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman al-Saqqaf dan juga keturunan cucunya al-Habib Thaha bin Umar bin Thaha bin Umar al-Shafi.
Thaha adalah salah satu nama Rasulullah saw. Mereka menamakan dengan Thaha karena bertabarruk kepada Rasullah saw.
Aal AL-THAHIR
Mereka adalah keturunan waliyullah Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Waliyullah Thahir bin Muhammad lahir di kota Tarim, dikaruniai 5 orang anak lelaki dan hanya seorang saja yang meneruskan keturunannya bernama Husein.
Waliyullah Thahir bin Muhammad wafat di kota Tarim tahun 1163 Hijriyah.
Al-ADANI
Yang pertama kali digelari al-Adani ialah waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Abdullah al-Aydrus bin Abu Bakar al-Sakran.
Soal gelar yang disandang karena beliau meninggalkan tempat kelahirannya, kota Tarim berhijrah ke kota Aden di Yaman Selatan dan sampai akhirnya beliau bermukim di kota Aden tersebut karenanya beliau di juluki al-Adani. Waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Adullah al-Aydrus begitu pertama kali memasuki kota Aden, maka turun hujan susu di kota Aden tersebut.
Waliyullah Abu bakar al-Adani dilahirkan di kota Tarim dan dikarunia seorang anak bernama Ahmad. Ahmad dan kedua anaknya Aqil dan Muhammad tidak mempunyai keturunan.Waliyullah Abu bakar al-Adani wafat tahun 914 H di kota Aden.
Aal-AZHAMAT CHAN
Mereka adalah keturunan dari Abdul Malik bin Alwi Ammu al-Faqih. Di India mereka dikenal dengan gelar Azhamat yang dalam bahasa Urdu adalah suatu gelar yang menunjukkan atas kemuliaan dan kehormatan. Sedangkan Chan artinya keluarga. Jadi Azhamat Chan adalah keluarga yang mulia dan terhormat. Dari India, sebagian mereka berhijrah ke Siam, Kamboja dan Indonesia. Diantara mereka adalah para ulama yang dikenal dengan Wali Songo.
Aal-AQIL
Al-Aqil adalah gelar yang diberikan untuk anak cucu waliyullah:
1. Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman al-Saqqaf.
2. Aqil bin Muthohhar bin al-Hamid bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
3. Aqil bin Abdullah bin Umar bin Yahya.
Aqil bin Salim bin Abdullah dikarunia 5 orang anak lelaki: Salim, Syaichon , Muhammad , Zein (keturunannya al-Agil bin Salim di Lisik), Abdurahman yang dikenal dengan al-Atthas bin Aqil bin Salim
Aal-BA'AQIL
Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin al-Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Waliyullah Aqil bin Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikarunia 1 orang anak lelaki yang bernama Abdurrahman. Abdurrahman bin Aqil dikarunia 3 orang anak lelaki:
1. Hasan
2. Muhammad al-Mualim Ba'aqil
Hasan dan Muhammad al-Hadi menurunkan keturunan 'al-Ba'aqil al-Seqqaf '
3. Umar, menurunkan keturunan al-Ba'aqil (Abdullah & Abdurahman).
Waliyullah 'Aqil bin Abdurrahman Assegaf wafat tahun 871 H di kota Tarim.
Aal-BA'ALAWI
Sebagaimana telah diketahui bahwa setiap orang yang bernasab kepada Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far al-Shadiq sampai kepada akhir nasab yang mulia, maka disebut Ba'alawi.
Ada beberapa qabilah yang tidak bergelar dengan gelar tertentu, mareka itu dikenal dengan gelar Ba'alawi seperti Aal-Ba'alawi yang bernasab kepada Abu Bakar al-Wara'.
Aal-ALI LALA
Beliau adalah al-Habib Ali Lala bin Ahmad al-Mualim bin Hasan al-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar Lala dalam bahasa Urdu artinya hartawan. Jadi Ali Lala adalah Saudagar Ali.
Aal-ALATTHAS
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf.
Menurut Habib Ali bin Hasan al-Attas (shohib al-Mashad) dalam kitabnya al-Qirthos Fi Manaqib al-Habib Umar bin Abdurahman al-Attas mengatakan bahwa pemberian gelar al-Attas dikarenakan keramatnya, yaitu bersin dalam perut ibunya seraya mengucapkan Alhamdulillah, yang mana perkataan tersebut didengar oleh ibunya. Menurut Habib Ali yang pertama kali bersin dalam perut ibunya yaitu Aqil bin Salim, saudara kandung Syaikh Abu Bakar bin Salim, selanjutnya gelar tersebut dipakai oleh anaknya yang bernama Abdurahman. Sedangkan anaknya yang bernama Muhammad dan Zein memakai gelar al-Aqil bin Salim. Syaikh Muhammad bin Ahmad Bamasymus al-Amudi berkata: 'Tidak ada al-Idrus kecuali Abdullah dan tidak ada al-Attas kecuali Umar'. Bersin bahasa Arabnya athasa dan orang yang bersin disebut al-Aththas. Waliyullah Abdurahman bin Aqil bin Salim dilahirkan di kota Lisik. Beliau dikarunia lima orang anak lelaki, tiga diantaranya melanjutkan keturunan beliau, yaitu;
1. Abdullah, keturunannya berada di Yafi' (Hadramaut )
2. Aqil, keturunannya al-Attas al-Aqil (Khuraidhoh)
3. Umar (Sohibur Ratib) keturunannya sebagian besar berada di Indonesia. Beliau dikarunia 9 orang anak lelaki, tetapi yang menruskan keturunan beliau hanya 4 orang, yaitu:
a. Husein, menurunkan keturunan al-Attas yang disebut al-Muchsin, al-Hamzah al-Ahmad, al-Thalib, al-Umar, al-Hasan, al-Ali, al-Abdullah.
b. Salim, keturunannya berada di Khuraidhoh, Jubail, India, Pekalongan, Penang dan Katiwar.
c. Abdullah, keturunannya berada di Amud, Inaq, Jadfaroh, Luhrum, Jawa dan di Bihan (Syihir).
d. Abdurrahman, keturunannya di Khuraidhoh, Luhrum, Jawa dan India.
Waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim wafat di kota Huraidhoh.
Aal AL-AYDRUS
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abi Bakar al-Sakran bin Abdurrahman Assegaf. Sebab dinamakan al-Aydrus menurut pengarang kitab al-Masra' karena gelar tersebut merupakan gelar pemimpin para wali dan nama yang agung untuk seorang sufi. Dan ada pula yang mengatakan nama al-Aydrus berasal dari kata Utayrus yang dalam bahasa Indonesia berarti bersifat seperti Macan atau Singa. Tidak diragukan lagi bahwa Singa adalah raja hutan dan Aidrus adalah pemimpin para wali di zamannya. Di samping itu gelar tersebut adalah pemberian dari datuknya, karena pada masa kecilnya beliau selalu dipanggil oleh datuknya Waliyullah Abdurrahman Assegaf dengan julukan Utayrus.
Beliau dilahirkan di kota Tarim pada bulan Dzulhijjah tahun 811 H. Dikaruniai 5 orang anak lelaki: Abu Bakar, Muhammad, Alwi, Syech dan Husin. Dari kelima anak lelaki hanya 3 yang meneruskan keturunan beliau yaitu:
1. Alwi, yang menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Ahmad al-Muhtaji. Keturunannya berada di Bor, di Syam, di Dhafar (Hadramaut) dan di Jawa.
2. Husein, menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Umar bin Zain, al-Ismail, al-Hazem, al-Tsiby, al-Ma'igab (menurunkan: Ahmad Syarim, Hasan bin Abdullah, Abbas bin Abdullah, Waliyullah Habib Husein Bin Abu Bakar, luar batang)
3. Syaich, menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Shalabiyah dan Ali Zainal Abidin.
Waliyullah Abdullah bin Abi Bakar Sakran wafat pada tanggal 12 Ramadhan 865 H di perjalanan antara Syihir dan Tarim (Hadramaut).
Aal-AIDID
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad Maula Aidid bin Ali Shahib al-Huthah bin Muhammad bin Abdullah al-Faqih bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Gelar al-Aidid diberikan karena beliau bermukim di suatu dusun yang tidak berpenduduk disebut "Wadi Aidid” yaitu dusun yang terletak di daerah pegunungan sebelah Barat Daya kota Tarim dan mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah dan beruzlah (mengasingkan diri) dari keramaian. Desa Aidid menjadi semerbak dan terang berderang dengan sinar keberkahan dari al-habib Muhammad.
Waliyullah Muhammad Maula Aidid dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak lelaki: Alwi, Abdullah, Abdurahman dan Ali. Dari 4 orang anaknya hanya 3 orang yang meneruskan keturunannya. Yang bernama Abdullah dan Abdurrahman dijuluki dengan gelar Bafaqih yang kemudian menjadi leluhur al-Bafaqih. Sedangkan anaknya yang bernama Ali tetap dijuluki Aidid yang kemudian menurunkan keturunan al-Aidid.
Waliyullah Muhammad Maula Aidid wafat tahun 862 H di kota Tarim.
Aal-BA'UMAR
Mereka adalah keturunan Ali bin Umar bin Salim bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Yang terkenal dengan Ba'Umar adalah datuk dari Ali bin Umar seorang wali yang mempunyai derajat tinggi di sisi Allah swt.
Aal-AUHAJ
Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi Auhaj bin Ali bin Abu Bakar al-Facher bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih.
Beliau digelari dengan Auhaj karena bermukim di dusun yang disebut Auhaj Yaman. Waliyullah Alwi al-Auhaj dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak yaitu Ahmad , Ali dan Abdullah. Waliyullah Alwi al-Auhaj wafat pada tahun 887 H di Tarim (Hadramaut).
Aal-BA'BUD
Perkataan Abud adalah sifat untuk orang yang banyak melakukan ibadah dan kadang dipakai sebagai gelar untuk orang yang bernama Abdullah seperti datuk al-Ba'abud dan salah seorang dari mereka yaitu Waliyullah Abdullah (Abud) bin Muhammad Maghfun bin Abdurahman Babathinah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
1. Al-Ba'abud Maghfun, yang pertama kali menyandang gelar Ba'abud adalah anak dari Waliyullah Abdullah bin Muhammad Maghfun yaitu: Muhammad Ba'abud Maghfun. Beliau digelari dengan 'Maghfun' karena suka beruzlah dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah swt. Waliyullah Muhammad Maghfun dilahirkan di kota Tarim, keturunan beliau berada di Bor Hadramaut, Madinah al-Munawwaroh, Mesir dan Indonesia. Waliyullah Muhammad Abud wafat di kota Tarim pada tahun 975 H.
2. Al-Ba'bud Dubjan, mereka adalah keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, disandang oleh Waliyullah Abdullah Abud bin Ali Dubjan bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Ba'alawi. Tentang sebutan Dubjan diartikan dengan dua pengertian yaitu: pertama, Dubjan diartikan sebuah dusun di Hadramaut, dimana ayah dari Waliyullah Abdullah Abud yaitu Ali bin Ahmad bermukim di dusun Dubjan tersebut. Kedua, Dubjan diartikan dengan keindahan atau keperkasaan. Mungkin keluarga Waliyullah Abdullah bin Ali tersebut adalah orang-orang yang gagah perkasa dan pemberani. Waliyullah Abdullah Abud dilahirkan di kota Gasam dan wafat pada tahun 816 H. Keturunan beliau berada di Ghaiydhah, di Difar, di India dan di Indonesia.
3. Al-Ba'bud Charbasyan, keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang menyandang gelar ini adalah Waliyullah Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin al-Faqih. Tentang sebutan Charbasyan diartikan sebuah dusun disekitar kota Makkah al-Mukarromah, dimana leluhur Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bermukim di dusun tersebut. Beliau dilahirkan di kota Makkah al-Mukarromah dan wafat di kota Tarim pada tahun 947 H. keturunannya berada di Churuf al-Zaidan, di kota Tarim, di Oman dan di Indonesia.
AL-GHAZALI
Mereka adalah qabilah dari keluarga al-Baiti tang berbangsa kepada Abu Bakar bin Ibrahim bin Abdurahman al-Saqqaf. Dan yang pertama kali diberi gelar al-Ghazali ialah Ahmad bin Muhammad al-Masyhur bin Abdullah bin Salim bin Abdullah. Ayah beliau memberi gelar dengan gelar ini karena berharap agar puteranya menjadi seperti Imam al-Ghazali walaupun hanya untuk sebagian ilmu dan amalnya.
Aal AL-GHUSNU
Mereka adalah keturunan Abu Bakar al-Ghusnu bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan bin Muhammad Asadullah bin Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar al-Ghusnu diberikan karena beliau seorang yang lembut dan rendah hati terhadap masyarakat sekitarnya dan selalu berbaik hati kepada keluarganya.
Aal AL-GHAMRI
Mereka adalah qabilah dari keluarga Ba'abud al-Charbasyan. Dan yang pertama kali digelari dengan al-Ghamri ialah Muhammad bin Ahmad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdurahman bin Abdullah bin Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Pemberian gelar al-Ghamri karena saat beliau hijrah dari Hadramaut ke Madinah al-Munawaroh terlihat keramatnya yang sempurna. Orang Arab menyebutnya al-Ghumri yang berarti air yang banyak, dan orang menggelarinya dengan al-Ghamri karena beliau seorang yang dermawan dan lapang dada.
Aal-BALGHAITS
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman Shahib al-Hamra'. Gelar yang disandang karena datuk beliau memberinya nama dengan al-Ghaits, sebagai tabaruk kepada seorang waliyullah yang terkenal Abul-Ghaits bin Jamil.
Keturunan berada di Timur Tengah dan Indonesia (sebagian besar ada di Kalimantan). Waliyullah Umar bin Ahmad al-Balghaits wafat di Lahij.
Aal AL-GHAIDHI
Beliau adalah Abu Bakar bin Abdullah bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara' bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau digelari dengan al-Ghaidhi karena bertempat tinggal di suatu daerah al-Ghaidhoh di pantai Timur Hadramaut yang banyak ditumbuhi pepohonan.
Aal-FAD'AQ
Fad'aq adalah sejenis Harimau. Leluhur Alawiyin yang mendapat gelar ini karena mempunyai sifat kuat dan berani seperti Harimau saat berda'wah. Fad'aq mempunyai tiga keluarga yaitu;
1. Keturunan waliyullah Umar Fad'aq bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di jami Gasam hadramaut dan diberi 6 orang anak lelaki, 3 orang diantaranya menurunkan keturunannya
a. Ali, menurunkan al-Fad'aq Abunumai, keturunanya hanya ada di Magad dan di Dhifar Hadramaut.
b. Alwi, keturunannya hanya ada di India.
c. Ibrahim, keturunanya hanya berada di Gasam, di Dhifar di Magad dan Yaman Utara.
Waliyullah Umar Fad'aq bin Abdullah Wathab wafat di Jami' Gasam pada tahun 910 Hijriyah.
2. Keturunan waliyullah Fad'aq bin Muhammad bin Abdullah bin Mubarak bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di Baydlo' dan dikaruniai 5 anak, yang meneruskan keturunan beliau hanya 3 anak yaitu: Hasan, Aqil dan Abdullah yang keturunannya banyak di Indonesia. Beliau wafat di kota Baydlo' tahun 1000 H.
3. Keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah yang dikenal dengan sebutan Baiti Fad'aq.
Aal-BAFAQIH
Al-Bafaqih disandang oleh dua orang yaitu: Abdurrahman bin Muhammad Maula Aydid dan Abdullah bin Muhammad Maula Aydid. Gelar Bafaqih berarti Ibnu Faqih. Beliau alim dalam ilmu fiqih sebagaimana kakeknya yang alim dan menguasai ilmu fiqih.
Waliyullah Abdurrahman Bafaqih dilahirkan di kota Tarim dan dikaruniai 5 orang anak, 3 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Ahmad, Zain dan Atthayib. Waliyullah Abdurrahman Bafaqih wafat pada tahun 884 H.
Waliyullah Abdullah Bafaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 3 orang anak, 2 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Husein dan Ahmad. Beliau wafat beberapa tahun sesudah saudaranya Abdurrahman Bafaqih wafat.
Aal-BILFAQIH
Bilfaqih ialah gelar yang dinisbahkan kepada waliyullah Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Asqo' bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.. Gelar Bilfaqih didapat karena beliau dikenal sebagai seorang ahli fiqih dan mengikuti jejak ayahnya.
Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai enam orang anak laki yaitu: Ali, Alwi, Muhammad, Abubakar, Husin, Ahmad. Dari enam orang anak laki yang melanjutkan keturunan beliau hanya dua orang anak: Husein dan Ahmad.
Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih wafat di kota Tarim tahun 966
AL-FAQIH AL-MUQADDAM
Yang pertama kali di juluki al-Faqih al-Muqaddam ialah waliyullah al-Ustadz al-A'zhom Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath.
Gelar yang disandang karena beliau seorang faqih yang menguasai ilmu fiqih dan karena beliau pula negeri Hadramaut menjadi negeri yang aman. Di samping itu, waliyullah Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam seorang yang berjalan pada thariqah kefaqiran. Julukan al-Muqaddam yang diberikan kepadanya, karena beliau seorang yang terkemuka/panutan. Makam beliau adalah tempat pertama dikunjungi oleh para penziarah di perkuburan Zanbal Tarim.
Aal-BAFARAJ
Aal-Bafaraj ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Faraj bin Ahmad al-Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih.
Gelar didapat karena ayah beliau menamakan Faraj ( berarti senang atau berkah ) dengan tujuan agar anaknya menjadi orang yang saleh penuh dengan kesenangan dan keberkahan dari Allah swt.
Waliyullah Faraj bin Ahmad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki bernama: Abu bakar, Umar Abdullah dan Alwi. Waliyullah Faraj bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 876 H.
Aal-ABU FUTHAIM
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abu bakar bin Ahmad bin Ali bin Hasan bin Syaich Abi Bakar bin Salim.
Gelar disandang karena beliau mempunyai anak perempuan yang bernama Fatimah yang berasal dari kata Fatama , maka orang-orang menjuluki Abu-Futhaim.
Waliyullah Muhammad Abu Futhaim dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 5 orang anak, 4 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Abdurrahman, Husein, Umar dan Alwi. Waliyullah Muhammad Abu Futhaim wafat di kota San'a Yaman Utara.
AL-FARDY
Yang pertama kali di juluki al-Fardy ialah waliyullah Abdullah bin Alwi bin Ali bin Abi Bakar al-Facher bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang karena beliau terkenal sebagai ahli ilmu Faraid di zamannya sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Masyra'.
Aal AL-QADRI
Yang pertama dijuluki al-Qadri ialah waliyullah Aqil bin Abdullah bin Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Jamallullail
Al-Qadri adalah suatu kata yang berasal dari kalimat qadarullah yaitu takdir Allah swt. Adapun sebab diberi gelar al-Qadri karena beliau selalu menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah swt yang terlihat dari perkataan dan perbuatannya.
Pendiri kota Pontianak Abdurahman bin Husein al-Qadri adalah keturunan dari Salim bin Abdullah saudara Aqil bin Abdullah. Waliyullah Aqil bin Abdullah al-Qadri wafat di Tarim.
Aal-QUTHBAN
Mereka bersambung nasabnya kepada waliyullah Quthban bin Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman Assaggaf. Dinamakan Quthban karena beliau adalah seorang yang gagah berani dalam mengalahkan musuh-musuhnya.
Aal-QORI'
Yang pertama kali dijuluki al-Qari ialah waliyullah Abdurahman bin Ibrahim bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf. Gelar yang disandangkan, karena beliau adalah seorang qari yang terkenal.
Aal AL-KAF
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Djufri. Gelar yang disandang mempunyai dua versi:
1. Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dapat mengalahkan seseorang yang mengaku dirinya jagoan yang mempunyai kekuatan luar biasa. Kekuatan yang luar biasa itu dalam bahasa Hadramaut disebut " Kaf ".
2. Dalam suatu perkara di pengadilan, hakim meminta Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf menuliskan suatu kode. Kode yang ditulis itu adalah huruf Kaf maka sejak itu masyarakat memanggilnya dengan gelar al-Kaf
Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abu Bakar dan Muhammad. Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf wafat di Tarim tahun 911 Hijriyah.
AL-MUHDHAR
Beliau ialah Umar bin Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman al-saqqaf tidak mempunyai anak laki-laki, hanya mempunayi empat orang anak perempuan.
Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman al-saqqaf wafat di Tarim pada tahun 833 Hijriyah, ketika sujud pada shalat dzuhur.
Aal AL-MUHDHAR
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Syaich Abi Bakar bin Salim. Gelar yang disandangnya karena ayahnya menjulukinya Muhdhar agar ia mendapat berkah leluhurnya yaitu Waliyullah Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf.
Waliyullah Umar al-Muhdhar lahir di kota Inat, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Ali dan Abu Bakar, mereka menurunkan keturunanan al-Muhdhar. Keturunan al-Muhdhar lainnya adalah al-Mahadir. Waliyullah Umar al-Muhdhar wafat di Inat pada tahun 997 H.
Aal AL-MAHJUB
Yang dijuluki al-Mahjub ialah:
1. Waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Hasan bin Syaich bin Hasan bin Syaich bin Ali bin Syaich bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah. Waliyullah Abdullah al-Mahjub lahir di Makho” Hadramaut, dikaruniai 3 orang anak lelaki. Dari anaknya yang bernama Ahmad menurunkan keturunan al-Mahjub yang berada di Hadramaut.
2. Waliyullah Ali al-Sholeh al-Mahjub bin Abu Bakar bin Sholeh bin Abdullah bin Ibrahim bin Muhammad bin Syaich bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf. Beliau lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan al-Mahjub di Indonesia (sebagian besar ada di Banjarmasin). Beliau wafat di tarim pada tahun 1151 H.
Gelar yang disandang karena beliau selalu beruzlah, mendekatkan diri kepada Allah untuk memohon petunjuk mengatasi kerusakan zaman.
Aal-MAKNUN
Yang pertama kali dijuluki al-Maknun ialah waliyullah Ahmad maknun bin Umar bin Ahmad Shahib Maryamah bin Alwi bin Abdurahman Assaqqaf. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di Maknun nama sebuah tempat yang dikenal di Hadramaut.
Aal AL-MASYHUR
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad al-Masyhur al-Majdzub bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashghor bin Abdurahman al-Qadhi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaich Ali bin Abu Bakar al-Sakran.
al-Habib Muhammad menyandang dua gelar yaitu al-Masyhur dan al-Majdzub. Gelar yang disandang karena beliau seorang wali yang terkenal ke penjuru negeri, dimana kewalian tersebut diperoleh dari Allah swt dengan Jadzab (kewaliannya tanpa didahului oleh amalan).
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki:
1. Abdurahman, keturunannya berada di Malibar.
2. Alwi, leluhur al-Masyhur yang keturunannya ada di Ahwar, Tarim dan di Indonesia ( kota Surabaya )
3. Abdullah, dikaruniai 4 orang anak lelaki, 2 diantaranya mempunyai keturunan, masing-masing:
a. Umar, leluhur al-Masyhur yang ada di Tarim. Salah satu anak cucunya ialah al-Allamah al-Habib Abdurahman bin Muhammad bin Husein al-Masyhur pengarang kitab Syamsu al-Dzahirah kitab tentang nasab Alawiyin yang menjadi pedoman Ar-Rabitah al-Alawiyah di Indonesia. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Masyhur keturunannya berada di Hadramaut, Malaysia dan Indonesia.
b. Ahmad, mempunyai seorang anak bernama Muhammad al-Zahir.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur wafat di Tarim tahun 1130 H.
Aal AL-MARZAQ
Mereka adalah keturunan waliyullah Syaich bin Ahmad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Waliyullah Syaich bin Ahmad al-Marzaq dilahirkan di Syibam, beliau ialah leluhur:
1. Al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Syaich (Syaich bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaich Marzaq)
2. Al-Masyhur al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Muhammad (Muhammad bin Alwi bin Marzaq bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaich Marzaq)
Waliyullah Syaich bin Ahmad al-Marzaq wafat di Kota Syibam tahun 940 H.
Aal AL-MAQADDY
Yang pertama kali dijuluki al-Maqaddy ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Ahmad Syuroim bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di suatu tempat terkenal yang terletak dekat kota al-Hami al-Sahiliyah di Hadramaut.
Aal-MUQAIBIL
Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar al-Muqaibil adalah suatu gelar yang terpuji, karena meliputi sifat tawadhu'. Gelar ini diberikan karena apabila beliau menerima penghormatan dari seseorang, selalu membalasnya dengan senang hati dan menghadapkan wajahnya.
Waliyullah Ahmad al-Muqaibil lahir di Tarim , dikaruniai 5 orang anak, 2 diantaranya yang menurunkan keturunannya yaitu Zain dan Abdurahman.
Aal-MUSYAYYACH
Mereka adalah keturunan waliyullah Musyaiyyah bin Abdullah bin al-Syaich Ali bin Abi Bakar As-sakran.
Waliyullah al-Musyayyach lahir di kota Tarim , dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abdullah yang keturunannya berada di India dan Abdurahman yang keturunannya berada di Indonesia. Waliyullah al-Musyayyach wafat di Tarim pada tahun 915 H.
Aal AL-MUSAWA
Pemberian gelar al-Musawa merupaka tabarukkan kepada seorang guru besar yang tinggal di Yaman bernama al-Musawa. Dan yang dijuluki al-Musawa ialah:
1. Waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran. Beliau lahir di Tarim dikaruniai 3 orang anak lelaki, dua diantaranya Yasin dan Husein yang keturunannya sebagian besar di Indonesia. Beliau wafat di Tarim tahun 992 Hijriyah.
2. Waliyullah Ahmad al-Musawa Bahsin bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Husein bin Syaich Abdurahman Assegaf. Beliau dilahirkan di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki, dua diantaranya:
a. Husein, keturunannya berada di Lahij Yaman.
b. Abdullah, keturunannya di Indonesia ( kota Semarang ).
Beliau wafat di Tarim tahun 965 Hijriah.
Aal-ALMUNAWWAR
Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin Alwi bin Abdurahman bin Ali bin Aqil bin Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran.
Digelar dengan al-Munawwar karena beliau seorang baik dan tekun dalam beribadah kepada Allah swt sehingga cahaya Allah swt tampak pada wajahnya yang berseri-seri , dan orang yang diberi karunia cahaya/nur disebut al-Munawwar.
Waliyullah Aqil bin Alwi al-Munawwar dilahirkan di kota Seiwun, dikaruniai 3 orang anak lelaki , dua diantaranya bernama Abdurahman dan Abdullah yang keturunannya sebagian besar di Indonesia.
Waliyullah Aqil bin Alwi al-Munawwar wafat di Seiwun tahun 1170 H.
Aal-MUDAIHIJ
Mereka adalah keturunan ialah waliyullah Abdullah bin Aqil bin Syaich bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Gelar yang disandang karena beliau biasa membiasakan diri untuk shalat berjama'ah di masjid Madihij.
Waliyullah Abdullah bin Aqil al-Madihij dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 4 orang lelaki, hanya seorang yang meneruskan keturunan beliau yaitu Aqil bin Abdullah bin Aqil. Waliyullah Abdullah bin Aqil wafat di tarim tahun 970 H.
Aal-MUTHAHHAR
Mereka adalah keturunan waliyullah Muthahhar bin Abdullah bin Alwi bin Mubarak bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar.
Waliyullah al-Muthahhar lahir di Gasam, dikaruniai 2 orang anak lelaki , satu diantaranya bernama Abdullah. Waliyullah al-Muthahhar wafat di Gasam tahun 1117 Hijriyah.
AL-NAHWI
Yang pertama kali dijuluki al-Nahwi ialah waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail. Gelar yang disandang menurut shohib al-Masra', dikarenakan beliau adalah seorang yang sangat mahir dalam ilmu nahwu, sehingga beliau dinamakan al-Nahwi.
Aal AL-NADHIR
Yang pertama kali dijuluki al-Nadhir ialah waliyullah Muhammad bin Abdullah bin Umar Ahmar al-Uyun bin Abdurahman bin Alwi Ammul Faqih. Gelar yang disandang, karena beliau seorang yang gagah perkasa dan bagus, yang dalam bahasa Arab hal tersebut disebut Nadhir.
Aal-ABU NUMAY
Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Numay bin Abdullah bin Syaich bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar. Waliyullah Abu Numay lahirkan di Masyghah, dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama Abdullah, Aqil dan Muhammad. Beliau wafat di Masyghah tahun 1020 H.
Aal-ALHADDAR
Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Ali bin Muhsein bin Husein bin Syaich Abu Bakar bin Salim. Gelar yang disandang karena beliau berda'wah dengan suara yang keras sekali bagai suara guntur. Suara macam itu disebut Haddar.
Beliau dilahirkan di Inat Hadramaut, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu: Hafidz dan Umar. Keturunan beliau hanya ada di Pulau Jawa. Beliau wafat di kota Inat tahun 1148 Hijriyah.
Saudara Abdullah bin Ali adalah waliyullah Hadi bin Ali al-Haddar yang dikaruniai seorang anak laki bernama Salim yang keturunannya berada di Ternate. Beliau wafat di kota Inat tahun 1149 H.
Aal-ALHADI
Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abdurahman al-Qadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaich Ali Bin Abi Bakar al-Sakran.
Gelar yang disandang karena harapan ayah beliau bertabaruk kepada Rasul al-Hidayah, dengan harapan agar anaknya mendapat hidayah, hal tersebut terbukti dengan kewalian Muhammad bin Abdurahman al-Hadi.
Waliyullah Muhammad al-Hadi dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak, seorang diantaranya bernama Seggaf yang menurunkan keturunan al-Hadi di Indonesia. Beliau wafat di kota Tarim tahun 1040 H.
Aal-ALHINDUAN
Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Hasan bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena badan dan iman beliau sangat kuat bagaikan pedang yang tajam terbuat dari besi baja berasal dari India. Pedang itu disebut Hinduan.
Waliyullah Umar al-Hinduan lahir di Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Abdullah. Waliyullah Umar al-Hinduan wafat di Tarim tahun 917 H.
Aal-BAHARUN
Yang pertama kali dijuluki al-Baharun ialah waliyullah Ali bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi.
Gelar yang disandang karena ayah beliau memberi nama Harun dengan harapan anaknya itu mempunyai sifat seperti Nabiyullah Harun, terbukti Harun bin Hasan menjadi waliyullah yang besar.
Waliyullah Harun bin Hasan lahir di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki: Ali, Ahmad, Abdurahman dan Abdullah al-Shaleh. Waliyullah Harun bin Hasan wafat di Tarim tahun 905 Hijriyah.
Aal BAHASYIM
Mereka adalah anak cucu dari al-Habib Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Ba Hasyim adalah gelar yang diambil dari nama datuk mereka Hasyim bin Abdullah bin Ahmad. Setiap orang dari keturunannya disebut Ba Hasyim.
Aal-BIN YAHYA
Mereka adalah keturunan waliyullah Yahya bin Hasan bin Ali al-Annaz bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena dengan menamakan anaknya Yahya, ayahnya berharap agar anaknya tersebur mendapat keberkahan seperti nabi Yahya yang dapat menerangi hati yang gersang.
Waliyullah Yahya bin Hasan lahir di Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki, dua diantaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Hasan dan Ahmad. Waliyullah Yahya bin Hasan bin Yahya wafat di kota Tarim tahun 956 H.










NASAB AHLU-BAIT NABI DARI KELUARGA ALAWIYIN

1. Ali Bin Abi Thalib
Imam Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Abu Ya'la meriwayatkan dari Ali, bahwa Ali telah berkata: "Rasulullah diutus pada hari Senin dan aku masuk Islam pada hari Selasa."
Abdulbirr dalam kitabnya yang berjudul al-Isti'ab mengetengahkan sebuah hadits yang berasal dari Imam Ali , bahwa Rasulullah saw berkata kepada Siti Fatimah ra: 'Suamimu adalah orang yang terkemuka di dunia dan akhirat, ia sahabatku yang pertama memeluk Islam, yang paling banyak ilmunya dan paling besar kesabarannya'
Dalam hal nasab, seperti diriwayatkan oleh Thabrani, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda: "Allah menciptakan keturunan setiap Nabi dari tulang sulbinya sendiri, namun Allah menciptakan keturunanku dari tulang sulbi Ali bin Abi Thalib."
Hal ini diperkuat dengan hadits yang bersumber dari Umran bin Hushain, bahwa Rasulullah telah berkata: "Apakah yang kamu inginkan dari Ali, apakah yang kamu inginkan dari Ali, apakah yang kamu inginkan dari Ali? Sesungguhnya Ali dariku dan aku darinya. Ia adalah pemimpin semua orang mukmin sesudahku."
Ibnu Abbas ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw menyatakan: 'Manusia diciptakan dari berbagai jenis pohon, sedang aku dan Ali bin Abi Thalib diciptakan dari satu jenis pohon (unsur). Apakah yang hendak kalian katakan tentang sebatang pohon yang aku sendiri merupakan pangkalnya, Fatimah dahannya, Ali getahnya, al-Hasan dan al-Husein buahnya, dan para pencinta kami adalah dedaunannya! Barangsiapa yang bergelantung pada salah satu dahannya ia akan diantar ke dalam surga, dan barangsiapa yang meninggalkannya ia akan terjerumus ke dalam neraka."
Imam Ali bin Abi Thalib wafat sebagai syahid pada hari Jum'at tanggal 17 Ramadhan tahun 40 Hijriyah ketika sedang melaksanakan sholat Subuh. Beliau dikarunia lima belas orang anak laki-laki dan delapan belas orang anak perempuan:

-Hasan

 
-Husein Ibunya Siti Fathimah binti Rasul saw.
-Muhsin (meninggal waktu kecil)
-Muhammad al-Hanafiah (Menurut satu pendapat keluarga Ba Qasyir di Hadramaut adalah keturunannya)
-Abbas
-Usman Syahid bersama saudaranya Husein
-Abdullah Ibunya ummu Banin binti Hazam al-Kilabiyah
-Ja'far
-Abdullah
-Abu Bakar
-Yahya
-Aun
-Umar al-Akbar (Ibunya ummu Habibah al-Taghlibiyah)
-Muhammad al-Ausath (Ibunya Amamah binti Abi Ash)
-Muhammad al-Asghor
Kelima belas anak laki-laki tersebut sesuai dengan pendapat al-Amiri, sedangkan Ibnu Anbah menambahkan nama: Abdurahman, Umar al-Asghor dan Abbas al-Asghor. Adapun yang membuahkan keturunan ada lima, yaitu: Hasan, Husein, Muhammad al-Hanafiyah, Abbas al-Kilabiyah dan Umar al-Tsa'labiyah.
Sedangkan anak perempuannya dalam riwayat yang disepakati berjumlah 18 orang, yaitu: Zainab, Ummu Kulsum, Ruqoyah, Ummu Hasan Ramlah al-Kubra, Ummu Hanni, Ramlah al-Sughro, Ummu Kulsum al-Sughro, Fathimah, Amamah, Khadijah, Ummu Khoir, Ummu Salmah, Ummu Ja'far, Jamanah.
2. Siti Fathimah al-Zahra al-Batul.
Siti Fathimah lahir satu tahun sebelum kenabian dan meninggal dunia enam bulan sesudah ayahnya Rasulullah SAW meninggal, yaitu pada malam Selasa tanggal 3 Ramadhan tahun 11 Hijriyah.
Nama Fathimah berasal dari kata Fathman yang artinya sama dengan qath'an atau man'an, yang berarti 'memotong, memutuskan atau mencegah'. Ia dinamakan Fathimah karena Allah SWT mencegah dirinya dari api neraka, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda: 'Sesungguhnya Fathimah adalah orang yang suci farajnya, maka Allah haramkan atas dia dan keturunannya akan api neraka.'
Al-Nasai meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya putriku Fathimah ini adalah seorang manusia-bidadari. Dia tidak haid dan tidak pula mengeluarkan kotoran. Karena itulah ia dinamakan al-Zahra atau 'yang suci', sebab ia tidak pernah mengeluarkan darah, baik dalam haid maupun sesudah melahirkan (nifas). Pada saat melahirkan, ia mandi dan kemudian shalat sehingga ia tidak pernah luput dari melaksanakan shalat. Adapun sebutan al-Batul baginya itu adalah karena ia merupakan wanita yang paling menonjol di masanya dalam hal keutamaan, agama dan keturunan.
Dikemukakan pula oleh al-Thabrani, bahwa Rasulullah SAW bersabda: " Tiap anak itu bernisbat kepada keturunan bapaknya, kecuali putra Fathimah, akulah wali mereka dan akulah ashabah mereka". Dalam riwayat lain yang sahih disebutkan: "Setiap anak itu mengikuti garis keturunan bapaknya kecuali anak-anak Fathimah , sebab akulah ayah mereka dan ashabah mereka".
3. Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib.
Sayyidina Hasan lahir di Madinah sembilas belas hari sebelum peristiwa perang Badar. Beliau adalah cucu dan buah hati Rasulullah. Rasulullah mengakikahkan Hasan pada hari ketujuh dari kelahirannya. Sayyidina Hasan , sangat mirip sekali dengan Rasulullah, yaitu dari mulai pusarnya sampai kepalanya. Sedangkan Sayyidina Husien mirip beliau mulai dari pusar ke bawah.
Beliau hidup pada masa Rasulullah selama 8 tahun dan bersama ayahnya selama 29 tahun dan dibaiat menjadi khalifah pada tahun 41 Hijriyah ketika umur beliau 37 tahun. Beliau wafat pada tahun 49 Hijriyah dan dimakamkan di Baqi. Menurut al-Amiri, beliau dikaruniai sebelas anak laki-laki: Abdullah, Qasim, Hasan Mutsanna, Zaid, Umar, Abdullah, Abdurahman, Ahmad, Ismail, Husin dan Aqil, dan seorang anak perempuan bernama Ummu Hasan. Sedangkan yang meneruskan keturunan Imam Hasan adalah: Zaid dan Hasan Mutsanna.
4. Husein Bin Ali Bin Abi Thalib.
Sayyidina Husein (Abu Abdillah) adalah cucu dan buah hati Rasulullah. Ia lahir pada hari kelima dari bulan Sya'ban tahun keempat hijriyah.
Al-Hakim mengemukakan sebuah hadits dalam kitab sahihnya, yang bersumber dari sahabat yahya al-'Amiri, bahwa Rasulullah SAW bersabda: " Husein dariku dan aku dari Husein. Ya Allah cintailah orang yang mencintai Husein. Husein adalah salah seorang asbath."
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Sa'ad, Abu Ya'la serta Ibnu Asakir dari Jabir bin Abdullah: "Saya telah mendengar Rasulullah bersabda: 'Barangsiapa suka melihat seorang pemimpin para pemuda ahli surga, maka hendaklah ia melihat kepada Husein bin Ali.'"
Sayyidina Husein gugur sebagai syahid, pada hari Jum'at, hari kesepuluh (Asyura) dari bulan Muharram, tahun enam puluh satu Hijriyah di padang Karbala –suatu tempat di Iraq yang terletak antara Hulla dan Kuffah.
Ibnu Hajar memberitahukan sebuah hadits dari suatu sumber yang diriwayatkan dari Ali, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda " Pembunuh Husein kelak akan disiksa dalam peti api, yang beratnya sama dengan siksaan separuh penduduk dunia."
Abu Na'im meriwayatkan bahwa pada hari terbunuhnya Sayyidina Husein, terdengar Jin meratap dan pada hari itu juga terjadi gerhana matahari hingga tampak bintang-bintang di tengah hari bolong. Langit di bagian ufuk menjadi kemerah-merahan selama enam bulan, tampak seperti warna darah.
Sayyidina Husein sungguh telah memasuki suatu pertempuran menentang orang yang bathil dan mendapatkan syahidnya di sana. Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Dan dari keturunan Sayyidina Husein yang meneruskan keturunannya hanya Ali al-Ausath yang diberi gelar 'Zainal Abidin'. Sedangkan Muhammad, Ja'far, Ali al-Akbar, Ali al-Ashgor , Abdullah, tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya sebagai syahid di karbala). Sedangkan anak perempuannya adalah: Zainab, Sakinah dan Fathimah.
5. Ali Zainal Abidin.
Sayyidina Ali Zainal Abidin dilahirkan di Madinah pada hari Kamis tanggal 5 Sya'ban tahun 38 Hijriyah, yaitu pada masa pemerintahan kakeknya Ali Bin Abi Thalib.
Sayyidina Ali Zainal Abidin ialah seorang yang kekhusyu'annya dalam wudhu', shalat dan ibadah sangatlah menakjubkan. Dalam sehari semalam ia shalat (sunnah) seribu raka'at, yang ia kerjakan sampai akhir hayatnya. Ia sangat takut kepada Allah, sampai-sampai bila ia berwudhu' maka menjadi pucat dan gemetarlah seluruh anggota badannya. Ketika ditanya, kenapa tuan menjadi demikian? Ia menjawab: Tahukah kalian di hadapan siapakah aku akan berdiri?
Ia juga dikenal dengan sebutan al-Sajjad (yang banyak sujud). Di antara putra Sayyidina Ali Zainal Abidin ialah:

-Muhammad al-Baqir
-Abdullah al-Bahir Thalib.
-Zaid (Sohibul Mazhab Syi'ah Zaidiyah, mempunyai anak Isa dan Yahya)
-Umar al-Asyrof
-Ali Ibunya bernama Zajlan
-Husein al-Ashgor (Ibunya bernama Sa'adah)
Keenam nama di atas mempunyai keturunan.
1. Husein al-Akbar
2. Qasim
3. Hasan
4. Sulaiman
5. Abdurahman.
Sayyidina Ali Zainal Abidin wafat pada tahun 94 Hijriyah, dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Baqi'.
6. Muhammad al-Baqir.
Beliau dilahirkan pada tahun 59 Hijriyah di Madinah.Imam Muhammad al-Baqir adalah seorang 'arif billah yang sangat luas ilmunya. Ia mendapatkan gelar 'al-Baqir' karena ia telah baqqara (membelah) ilmu, sehingga ia dapat mengetahui asal dan rahasia ilmu. Masa kehidupannya penuh dengan pekerjaan-pekerjaan besar, di antaranya dibukanya lembaga-lembaga keilmuan, pembahasan ilmiah dan sastra. Berdasarkan ijma' Bukhari dan Muslim putera Muhammad al-Baqir,empat orang yaitu:
1. Ja'far al-Shodiq
2. Abdullah
3. Ibrahim
4. Keduanya (2 dan 3) meninggal di waktu kecil
5. Zaid ( tidak mempunyai keturunan)
6. Ali
7. Abdullah
Keturunan Muhammad al-Baqir hanya melalui Ja'far al-Shadiq. Maka orang yang mengaku bernasab kepada Muhammad al-Baqir tanpa melalui Ja'far al-Shadiq adalah seorang pendusta.
7. Ja'far al-Shadiq.
Asy-Syarif Ahmad bin Muhammad Sholih al-Baradighi mengatakan bahwa nasab para sayyid/ syarif di Hadramaut berpangkal pada nasab Imam Ja'far al-Shadiq melalui Muhammad bin Ali Uraidhi. Ia diberi gelar gelar 'al-Shadiq' karena kebenarannya dalam kata-katanya. Ia juga diberi nama ' Amudusy-Syaraf ' (tiang kemuliaan).
Ibundanya ialah Furwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar al-Shiddiq. Sedangkan ibunda Furwah ialah Asma binti Abdurahman bin Abu Bakar al-Shiddiq. Ia pernah berkata: Aku dilahirkan al-Shiddiq dua kali!. Imam Ja'far al-Shaddiq mempunyai anak:

Abdullah
Abbas
Yahya
Muhsin Tidak mempunyai keturunan
Ja'far
Hasan
Muhammad al-Ashgor
Sedangkan yang memberi keturunan:
1. Ismail (Sohibul Mazhab Syi'ah Ismailiyah)
2. Muhammad al-Akbar (gelarnya al-Dibaj)
3. Ishaq (gelarnya al-Mu'taman)
4. Musa al-Kadzim
5. Ali (gelarnya al-Uraidhi)
Imam Ja'far Ash-Shaddiq wafat pada tahun 148 Hijriyah.
8. Ali al-Uraidhi.
Beliau diberi gelar al-Uraidhi sebagai nisbah kepada al-Uraidh yaitu nama suatu negeri yang terletak pada jarak 4 mil dari kota Madinah al-Munawwarah. Imam Ali al-Uraidhi adalah putera terkecil dari Imam Ja'far al-Shaddiq. Bersama saudaranya Muhammad bin Ja'far al-Shaddiq, pergi ke Mekkah di mana ia mengadakan pergerakan di sana.. Imam Ali al-Uraidhi mempunyai putera: Husein, Ja'far al-Akbar, Ja'far al-Ashgor, Isa, Qasim, Ali, Hasan, Ahmad dan Muhammad (gelarnya al-Naqib)
9. Muhammad al-Naqib.
Ia adalah Abu Isa Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Imam Ja'far al-Shaddiq. Ia tinggal di Basrah, demikian juga anaknya Isa. Di sana pula Imam Ahmad al-Muhajir dilahirkan dan dibesarkan. Keturunan Imam Muhammad al-naqib ialah: Isa (gelarnya Ar-Rummi),Yahya, Hasan, Musa, Ja'far, Ibrahim, dan Ishaq dan Ali. Imam Muhammad al-Naqib wafat pada tahun 334 Hijriyah.
10. Isa al-Rummi.
Beliau ialah Abu Ahmad Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Imam Ja'far al-Shaddiq. Imam Isa Ar-Rummi mempunyai 30 orang anak lelaki diantaranya adalah Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan nenek moyang kaum Alawiyin di Hadramaut. Adapun anak-anak Imam Isa al-Rummi adalah:
1. Abdullah, Abdurahman, Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ahwal, Abdullah al-Asghor, Daud, Yahya, Ali, Abbas, Yusuf, Hamzah, Sulaiman. Mereka tidak mempunyai keturunan.
2. Ismail, Zaid, Qasim, Hamzah, Harun, Yahya, Ali, Musa, Ibrahim, Ja'far, Ali al- Asghor, Ishaq, Husin, Abdullah, Muhammad, Isa, Ahmad al-Muhajir.
11. Ahmad bin Isa.
Beliau dilahirkan pada tahun 260 Hijriyah. Di namakan al-Muhajir, karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadramaut sebagaimana kakeknya Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Sebelum hijrah ke tujuan akhirnya Hadramaut, beliau tinggal di Madinah selama satu tahun kemudian ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Dari Mekkah beliau pergi ke Hajrain, kemudian ke Husaisah yang jaraknya setengah marhalah dari Tarim.
Imam al-Muhajir adalah orang pertama yang datang ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang. Ikut serta dalam perjalanan beliau anaknya yang bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi, Jadid dan Basri. Imam Ahmad al-Muhajir wafat pada tahun 345 Hijriyah, dan dikarunia keturunan:
1. Muhammad ( Keturunannya tersebar di negri Baghdad )
2. Abdullah / Ubaidillah ( Abu Alawy ).
12. Ubaidillah bin Ahmad.
Imam Ubaidillah bin Ahmad mempunyai tiga orang anak, yaitu: Alwi, Jadid dan Basri. Salah satu keturunan dari Sayid Basri adalah al-Arif billah Syaikh Salim bin Basri, meninggal di Tarim tahun 604 Hijriyah dikuburkan sebelum maqam Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Di antara keturunan dari Sayid Jadid adalah al-Imam al-Muhaddits al-Faqih al-Hafidz Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid meninggal di Mekkah tahun 630 Hijriyah.
Keturunan Sayid Jadid dan sayid Basri terputus pada awal-awal kurun ke tujuh hijriyah. Sedangkan Sayid Alwi, keturunannya tersebar di Hadramaut yang sekarang dikenal dengan keluarga Abi Alawy dimana nama tersebut dinisbahkan kepada nama kakeknya.
13. Alwi bin Ubaidillah.
Beliau dilahirkan di Hadramaut, dan yang pertama kali dinamakan Alwi. Keturunannya tersebar ke penjuru negeri, sedangkan keturunan saudaranya terputus pada awal kurun ke tujuh hijriyah. Imam Alwi bin Ubaidillah hanya mempunyai satu orang anak bernama Muhammad.
14. Muhammad bin Alwi.
Beliau dilahirkan di Sumul pada tahun 390 Hijriyah. Dari Sumul beliau pindah ke Bait Jubair dan mempunyai tanah pertanian yang luas. Beliau seorang yang alim, soleh, menguasai ilmu fiqih, hadits dan tasawuf. Imam Muhammad bin Alwi wafat pada umur 56 tahun di bait Jubair dan dikarunia satu orang anak yang bernama Alwi.
15. Alwi bin Muhammad.
Imam Alwi bin Muhammad lahir di Bait Jubair yang mempunyai hawa yang sejuk dan air yang segar. Beliau adalah seorang yang soleh, alim dan berjalan pada rel Alquran dan Hadits. Imam Alwi wafat di Bait Jubair tahun 512 Hijriyah dan dikarunia dua orang anak: Salim (tidak mempunyai keturunan) dan Ali (yang dikenal dengan Khali' Qasam).
16. Ali Khali' Qasam bin Alwi.
Imam Ali diberi gelar Khali' Qasam sebagai nisbah kepada negeri Qasam yang merupakan tempat mereka di negeri Basrah, di mana dari tempat itu ia mendapat harta dan membeli tanah di dekat kota Tarim di Hadramaut dengan harga 20.000 dinar dan ditanami pohon kurma untuk mengenang kota Qasam di Basrah yang pada awalnya dimiliki oleh kakeknya al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Beliau adalah orang yang pertama dimakamkan di perkuburan Zanbal, Tarim dan dikaruniai tiga orang anak: Abdullah dan Husin ( tidak mempunyai keturunan) serta Muhammad ( dikenal dengan Shahib Mirbath ).
17. Muhammad Shahib Mirbath.
Yang pertama kali dijuluki 'shahib marbat' adalah al-Imam Waliyullah Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Soal gelar 'Shahib Mirbat' , karena beliau bermukim di suatu tempat yang disebut Mirbat di Dhafar setelah pindah dari Tarim. Sedangkan kata shahib yang sinonimnya kata 'maula' berarti seseorang yang bermukim atau berkuasa di suatu tempat. Waliyullah asy-syaikh al-Imam Muhammad Shahib Marbat dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak laki-laki. Masing-masing bernama Abdullah, Ahmad, Alwi dan Ali. Abdullah dan Ahmad tidak menurunkan keturunan beliau. Sedangkan Alwi dan Ali yang menurunkan keturunan beliau (akan dijelaskan lebih lanjut). Sebagaimana disebut oleh penulis buku al-Masyra' al-Rawy, Sayyid Muhammad bin Ali adalah Syaikh Masyayikhil Islam (guru besar luar biasa ilmu agama Islam) dan 'Ilmul-'Ulama al-A'lam (Ilmunya kaum ulama kenamaan). Selanjutnya penulis buku tersebut mengatakan: " Seorang ulama ahli syariat dan thariqat dan guru besar terkemuka bagi kaum penghayat ilmu hakikat, ahli fiqih dan mufti negeri Yaman, seorang penasihat berbagai cabang ilmu dan pengetahuan agama di negeri itu …". Menyusul kemudian dua orang putera Sayyid Muhammad bin Ali yang pertama ialah Ali, ayah al-Ustadz al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam dan yang kedua ialah Alwi, yang terkenal dengan sebutan 'Ammul al-Faqih al-Muqaddam. Dua orang itulah yang menjadi pangkal keturunan semua Sayyid kaum Alawiyin. Waliyullah al-Imam Muhammad Shahib Marbat wafat di Marbad pada tahun 556 hijriah.

18. Alwi (Ammu al-Faqih)
Waliyullah asy-syaik al-Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbat dijuluki 'Ammi al-Faqih' karena beliau adalah paman dari waliyullah al-Ustadz al-Mu'adzom Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (satu-satunya anak lelaki dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad). Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak lelaki, masing-masing bernama:
1. Abdul Malik, yang keturunannya hanya berada di India dikenal dengan al-Azhamat Khan, yang menurunkan leluhur Wali Songo di Indonesia.
2. Abdullah
3. Abdurahman.
4. Ahmad.
Waliyullah Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad wafat di kota Tarim pada th 613 Hijriyah.
19. Ali Bin Muhammad Shahib Mirbath.
Waliyullah Asy-syaikh al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad dilahirkan di Tarim Hadramaut. Beliau hanya dikarunia seorang anak lelaki yaitu al-Ustadz al-Mu'adzom Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Dari satu-satunya anak lelaki beliau tersebut dapat menurunkan keturunan beliau sebanyak kurang lebih 75 leluhur Alawiyin. Waliyullah Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad wafat di kota Tarim pada tahun 593 hijriah.
20. Muhammad Bin Ali (al-Faqih al-Muqaddam)
Yang pertama kali dijuluki 'al-Faqih al-Muqaddam' adalah waliyullah Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbad. Soal gelar yang disandangnya, karena waliyullah Muhammad bin Ali seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqih. Salah seorang guru beliau Ali Bamarwan mengatakan, bahwa beliau menguasai ilmu fiqih sebagaimana yang dikuasai seorang ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin Furak al-Syafi'i', wafat tahun 406 Hijriah. Sedangkan gelar al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih yang berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan, dalam hal ini waliyullah Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sampai setelah beliau wafat maqamnya yang berada di Zanbal Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum menziarahi maqam waliyullah lainnya.Waliyullah Muhammad bin Ali dilahirkan di kota Tarim, beliau anak laki satu-satunya dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad yang menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin, sedangkan Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad menurunkan 16 leluhur Alawiyin. Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah sesepuh semua kaum Alawiyin. Beliau dilahirkan pada tahun 574 H di Tarim. Beliau seorang yang hafal al-quran dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama hingga mencapai tingkat sebagai mujtahid mutlak. Mengenai Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Sayyid Idrus bin Umar al-Habsyi dalam kitabnya Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah mengatakan: " Dari keistimewaan yang ada pada Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul (nash-nash Alquran dan Sunnah). Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Beliau adalah seorang mustanbith al-furu' min al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat) dan dalam segala kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib). Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah." Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, wafat di kota Tarim tahun 653 hijriah.













Bagian kelima


NASAB KELUARGA ‘ALAWIYYIN MENURUT KITAB SYAMSU AZH-ZHAHIRAH


KELUARGA SYAIKH ‘ALI BIN MUHAMMAD SHAHIB MIRBATH.
A. Keturunan Imam Muhammad bin ‘Ali (al-Faqih al-Muqaddam).
Imam Muhammad bin ‘Ali mempunyai isteri bernama as-Sayidah al-‘Arif billah al-waliyah ummu al-fuqara Zainab bin Ahmad bin Muhammad Shahib Marbath. Beliau wafat tahun 653 Hijriyah mempunyai anak:
1. ‘Alwi (wafat di Tarim tahun 669 H), mempunyai anak:
a. Syaikh ‘Ali (ayah dari Muhammad Maula Dawilah) (wafat di tarim tahun 709 H), mempunyai 6 orang perempuan, bernama:
1.     ‘Alwiyah (istri Abubakar al-Wara' bin Ahmad bin al-Faqih)
2.     Bahiyah (istri Muhammad Asadullah bin Hasan Atturabi)
3.     ‘Aisyah
4.     Khadijah (istri ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Abdr. bin ‘Alwi ‘Ammu al-Faqih)
5.     ‘Aisyah (Ibu Muhammad Jamalullail)
6.     Zainab (Ibu Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin ‘Abdr. bin ‘Ammu al-Faqih)
7.     Dan seorang anak laki-laki bernama Syaikh Muhammad Maula al-Dawilah (Shahib al-Yabhar, wafat pada tahun 765 H).
b. Syaikh ‘Abdullah (dikenal dengan ‘Abdullah Ba'alawi)
Ibu dari Syaikh ‘Ali dan Syaikh ‘Abdullah adalah Fathimah binti Ahmad bin ‘Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath.
2. Ahmad
3. ‘Ali
5. ‘Abdullah, (wafat di Tarim tahun 663 H) mempunyai seorang anak laki-laki bernama Muhammad al-Nuqaity dan anak perempuan bernama Fathimah (Ibu dari Ahmad bin Abdullah Ba'alawi/Ayah dari Muhammad Jamalullail).
6. ‘Abdurahman, (wafat diantara al-Haramain), mempunyai anak bernama Muhammad al-Ughaibar
Keturunan Abdullah bin al-Faqih dan Abdurahman bin al-Faqih sedikit dan terputus.




KELUARGA SYAIKH MUHAMMAD MAULA DAWILAH.
A. Syaikh Muhammad Maula Dawilah (wafat di Yabhar tahun 766 H), mempunyai 4 orang anak laki-laki:
a. Syaikh ‘Abdurahman Assaqaf

b. Syaikh ‘Ali
Ibunya ‘Aisyah bt. Abibakar al-Wara'
c. Syaikh ‘Abdullah
d. Syaikh ‘Alwi

(ibunya Zainab bt. Hasan Atturabi)
Sedangkan anak perempuannya bernama ‘Alwiyah (istri Ahmad bin Asadullah).

KELUARGA SYAIKH ABDURAHMAN ASSAQAF.
Al-Syaikh al-Imam al-Muqaddam al-Tsani al-‘Arif al-Rabbani ‘Abdurahman al-Saqqaf wafat di Tarim tahun 819 H, mempunyai 7 orang anak perempuan:
1.     Maryam (saudara kandung syaikh Abubakar as-Sakran / ibu Abibakar bin Muhammad al-Jufri)
2.     Fathimah (saudara kandung syech / ibu Muhammad bin Ahmad bin Hasan al-Wara')
3.     Bahiyah (saudara kandung Hasan bin ‘Abdurahman Assaqaf)
4.     Asma' (saudara kandung Husein bin ‘Abdurahman Assaqaf)
5.     ‘Aisyah (ibu ‘Abdurahman bin ‘Abdullah bin ‘Alwi Maula Dawilah)
6.     ‘Alwiyah (ibu Maryam binti ‘Umar, saudara Abubakar al-Jufri)
7.     ‘Alwiyah (al-Sughro) Sedangkan anak laki-laki dari Syaikh ‘Abdurahman Assaqaf berjumlah 13 orang, yaitu:
1. Syaikh Ahmad (wafat di Tarim tahun 829 H)

2. Syaikh Muhammad (wafat di Tarim tahun 826 H)
ibunya Bahiyah bt. ‘Ali b. ‘Abdullah Ba'alawi
3. Syaikh Abubakar as-Sakran (wafat di Tarim tahun 821 H)

4. Syaikh ‘Umar Muhdhar (wafat di Tarim tahun 833 H)

5. Syaikh ‘Ali (wafat di Tarim tahun 840 H)


6. Syaikh Alwi (wafat di Tarim tahun 826 H)

7. Syaikh ‘Abdullah (wafat di Tarim tahun 857 H)
ibunya ‘Aisyah bt. yahya Qatin
8. Syaikh Syech (wafat di Tarim tahun 837 H)

9. Syaikh ‘Aqil (wafat tahun 871 H)

10. Syaikh Ja'far (wafat tahun 829 H)
ibunya Maryam bt. Salim al-Khudaily
11. Syaikh Hasan (wafat tahun 830 H)

12. Syaikh Ibrahim (wafat tahun 875 H) ibunya Uwaisyah bt. ‘Abdillah


13. Syaikh Husin (wafat tahun 892 H) ibunya Fulanah bt. Ba'abid


Dari ketiga belas anak laki-laki Syaikh ‘Abdurahman Assaqaf, 6 orang keturunannya terputus yaitu:
1. Syaikh Umar Muhdhar (wafat ketika sujud pada shalat dzuhur, pada tahun 833 H) anak-anaknya:
a.     ‘Aisyah (ibu Abibakar al-Adeni)
b.     Fathimah (istri Syaikh ‘Ali bin Abibakar as-Sakran)
c.     Maryam (ibu ‘Abdullah bin ‘Alwi bin Muhammad bin Assaqaf)
d.     ‘Alwiyah (ibu Abdullah al-Ghibary)
2. Syaikh Muhammad, anak-anaknya:
a.     Zainab al-Kubro
b.     Zainab al-Sughro (ibu keluarga Muhammad bin ‘Ali Jahdab)
c.     ‘Alwiyah (ibu Hamdun bin ‘Ali)
d.     Maryam (ibu ‘Ali bin Ahmad Babirik)
anak laki-lakinya:
a.     ‘Alwi (keturunannya terputus)
b.     ‘Abdullah (kakek dari Muhammad Imam mesjid Assaqaf)
3. Syaikh Ahmad, anak-anaknya:
a.     Fathimah (ibu Muhammad Salithoh bin ‘Abdurahman)
b.     ‘Aisyah (ibu Muhammad bin ‘Abd. Rahman bin Hasan alwara')
c.     ‘Alwiyah (ibu ‘Ali bin ‘Abdurahman bin Ali bin Assaqaf)
d.     Bahiyah (ibu dari anak perempuan ‘Alwi bin Ahmad Ba'umar)
e.     Fulanah (Ummu al-Kubro)
4. Syaikh Ja'far, anak lakinya bernama ‘Abdullah (keturunannya terputus)
5. Syaikh Hasan mempunyai seorang anak perempuan.
6. Syaikh Syech (tidak kawin )
Sedangkan anak laki-laki Syaikh ‘Abdurahman Assaqaf yang mempunyai keturunan, yaitu:
1. Syaikh Abubakar as-Sakran. Anak perempuannya:
a.     Bahiyah
b.     Fathimah
c.     Maryam (ibu Salim bin Muhammad Bahasan)
d.     ‘Alwiyah (ibu Fathimah bt ‘Ali bin Muh. al-Ahmar)
e.     ‘Aisyah (ibu Muh. al-Kaf bin Ahmad Kuraikarih)
f.      Khadijah
g.     Zainab (wafat ketika masih kecil)
Anak laki-lakinya:
a. Muhammad al-Akbar (tidak punya keturunan)


b. Hasan (tidak punya keturunan)


c. Syaikh ‘Abdullah Alaydrus
ibunya Maryam bt Ahmad bin Muhammad Barasyid
d. Syaikh ‘Ali bin as-Sakran

e. Syaikh Ahmad



KELUARGA ‘ABDULLAH AL-‘AYDRUS
Syaikh Abdullah ‘Alaydrus (bin Abubakar as-Sakran bin ‘Abdurahman Assaqaf) wafat di perjalanan Sihir tahun 865 H di makamkan di Tarim.
Anak perempuannya:
1.     Ruqayah
2.     Khadijah (ibu Abdurahman bin Umar bin Syaikh ‘Ali)
3.     Kultsum (ibu dari sbg anak-anak Muhammad bin Syaikh ‘Ali)
4.     Talkhah
5.     Bahiyah (istri ‘Umar bin Abubakar al-Jufri)
Anak laki-lakinya:
1. Abu Bakar al-Adeni (wafat tahun 914 H)
Anak perempuannya:
1.     Fathimah,
2.     Muznah (ibu Fathimah bt. ‘Abdullah bin ‘Alwi ‘Alaydrus)
3.     Fulanah.
Anak laki-lakinya: Ahmad al-Musawa (ibunya Bahiyah bt. Syaikh ‘Ali)
Ahmad mempunyai 2 orang anak laki-laki: Muhammad dan ‘Aqil (tidak ada keturunan)
2. Syech bin Abdullah ‘Alaydrus. (wafat di Tarim tahun 919 H)
Hanya mempunyai seorang anak laki yaitu: ‘Abdullah (wafat tahun 944 H)
‘Abdullah mempunyai anak:
a. Muhammad

b. Abubakar
Tidak punya keturunan
c. Husin
Husin bin ‘Abdullah adalah kakek dari keluarga al-Sholaibiyah di Hindi, diantaranya al-‘Alamah Sayid ‘Ali bin ‘Abdullah Sohib 'Surot', wafat tahun 1131 H. Keturunannya berada di Tarim (1307 H) diantaranya Hasan bin ‘Alwi al-Sholaibiyah. Dan keturunannya yang lain berada di Tsuwairi, Jawa dan Thaif. Selain keluarga al-Shulaibiyah, Husin juga kakek darim keluarga ‘Abdurahman bin ‘Alwi bin Muhammad di Habasyah.
d. Syech (Shohib Ahmad ‘Abad, wafat tahun 990 H), mempunyai anak:
1.     Ahmad shohib Buruj (tidak ada keturunan)
2.     ‘Abdul Qadir (dikenal dengan Ahmad ‘Abad, wafat th 1034 H)
3.     ‘Abdullah, keluarganya di Tarim, wafat ketika sujud pada shalat Ashar malam Jum'at tahun 1019 H, mempunyai 3 orang anak laki:
a.     al-‘Alamah Muhammad (wafat di Surot tahun 1031 H, keturunannya di Surot)
b.     al-‘Alamah Syech (wafat di Deccan tahun 1041 H), mempunyai 2 orang anak laki:
                                             I.        ‘Abdullah (wafat di Rubat Zubaidi tahun 1090 H)
                                            II.        ‘Abdullah (wafat di Sihir tahun 1076 H), mempunyai 6 anak laki:
                                                              i.        Syech (tidak disebutkan mempunyai keturunan)
                                                             ii.        Husin (keluarganya di Soir)
                                                            iii.        Ahmad (keluarganya di dekat Surot)
Al bin Umar
                                                            iv.        Abubakar (anaknya bernama Muhammad)
                                                             v.        ‘Umar (kakek keluarga bin ‘Umar di Syihir)
Al Zein bin Muhammad
                                                            vi.        Muhammad (Kakek keluarga ‘Abdullah bin Ja'far di Pontianak, Teluk Belanga dan Jawa)
Keluarga al Zein bin Muhammad bin Ja'far di Palembang dan Pekalongan.
Al Abibakar bin Muhammad
Keluarga Abibakar bin Muhammad bin Ja'far di Ramlah dan Jawa.
c.     Zainal ‘Abidin bin ‘Abdullah bin Syech bin ‘Abdullah (al-Naqib al-Saadah), wafat tahun 1041 H, mempunyai 4 orang anak laki, 3 (tiga) diantaranya terputus keturunannya. Sedangkan 1 (satu) orang anaknya yang mempunyai keturunan bernama:




Mustofa, mempunyai 5 orang anak laki, yaitu:
a. al-‘Allamah Zainal ‘Abidin (murid Habib ‘Abdullah bin Alwi al-Haddad)

b. Ja'far Shodiq
keturunannya terputus
c. ‘Abdurahman

d. ‘Abdullah

e. Syech, mempunyai 4 orang anak laki:


1.     Shadiq (keturunannya terputus)
2.     Ahmad (keturunannya di Tanah Melayu)
3.     Idrus (keturunannya di Tarim)
4.     Mustofa (keturunannya di Tarim, diantaranya anaknya yang bernama ‘Abdurahman bin Mustofa, Keluarga Muhammad, Keluarga Zain di Trengganu dan Jawa).
3. Husin bin ‘Abdullah ‘Alaydrus. (wafat di Tarim tahun 917)
Anaknya Ahmad (wafat tahun 928 H), mempunyai dua orang anak laki, yaitu:
A. Abdullah (Shohib Thoqoh, wafat di Tarim tahun 1025 H), mempunyai empat orang anak laki, bernama:
1.Abubakar (keturunannya di India)
2.‘Abdurahman (keturunannya di India)
3.Ahmad, mempunyai tiga orang anak laki:
                      i.        ’Umar (anaknya bernama Ali)
                     ii.        Muhammad (keturunannya di Malabar)
                    iii.        ’Alwi (shohib Taribah, wafat di Taribah th 1119 H), keturunannya:
1.     Aal ‘Umar bin Zein (Taribah, Jawa, Bali, India)
2.     Aal Ja'far (Taribah, India, Jawa)
3.     Aal Muhdhor dan Hasan (Taribah, Jawa)
4.     Aal Hasan (Bali, India)
5.     Aal ‘Ali (Ahsa')
6.     Aal Husin (India, Bajapur)
7.     Aal ‘Idrus (Malabar, Jawa)
8.     Aal Ismail bin Ahmad (Taribah, Jawa, India)
4.’Alwi (shohib Tsibi, wafat di Tarim tahun 1055 H), mempunyai tiga orang anak:
1.Husin, keturunannya al-Mahjub Husin bin ‘Abdullah bin ‘Alwi shohib Maqthob Tsibi, wafat tahun 1173 H, dan keturunannya yang lain:
1.     Aal ‘Ali bin Husin (Malabar)
2.     Aal ‘Abdurahman bin ‘Alwi (Tsibi, Jawa)
3.     Aal ‘Alwi bin Muhammad (Maqthab)
4.     Aal Muhammad bin ‘Alwi (Malabar)
2.’Abdurahman
3.Hasan (shohib Ridhah), keturunannya di Ridhoh, Jawa dan Hijaz. Keturunannya yang lain:
1.     Aal Ahmad (Ridhoh)
2.     Aal Abibakar bin Ali (Ridhoh, Jawa)
3.     Aal ‘Idrus bin ‘Abdurahman (Jawa)
4.     Aal ‘Alwi bin ‘Abdullah (Suma'ah, Jawa)
5.     Aal ‘Idrus bin ‘Abdullah (Ridhoh)

B. Muhammad (wafat tahun 1012 H), mempunyai 6 orang anak laki:
1. ‘Alwi

2. Husin
keturunannya terputus
3. Abubakar

4. Ahmad

5. ‘Ali, mempunyai dua orang anak laki, yaitu:
                      i.        Muhammad (keturunannya di Maighab dekat Syibam)
                     ii.        Husin, mempunyai enam orang anak laki:
a.     ’Umar Keturunannya terputus.
b.     ’Abdullah Keturunannya terputus, diantaranya Sayid Husin bin Abibakar bin ‘Abdullah (shohibmaqam luar batang, Jakarta)
c.     Ahmad (keturunannya di Syibam, diantaranya al-Faqih al-Mujtahid Hasan bin ‘Abdullah bin Husin, wafat di Makkah tahun 1297 H, keturunannya di Jawa dan Bali)
d.     ’Ali (keturunannya di Malabar)
e.     Muhammad (kakek keluarga Ahmad bin ‘Abdullah Syarim di Syibam, Jawa dan Du'an.
f.      Abubakar (keturunannya terputus di Syibam dan Maiqab. Keturunan ‘Abbas bin ‘Abdullah di Jawa)
6). ‘Abdurahman, mempunyai seorang anak laki bernama: Muhammad (wafat di Tarim tahun 1112 H), mempunyai dua orang anak laki
a.     Abubakar (ayah dari Az-Zahid Muhammad bin Abibakar, wafat di Tarim tahun 1204 H. Keturunannya terputus di Tarim. Dan Beliau juga kakek dari keluarga Husin bin Abi Bakar di Jambi dan Palembang)
b.     ’Abdurahman (shohib kitab 'al-Dasytah', wafat di Tarim tahun 1113 Hijriyah. Anaknya yang memberi keturunan bernama Ahmad shohib Hazm dekat Syibam, keturunannya di Hazm dan Jawa)
4. ‘Alwi bin ‘Abdullah Alaydrus. (wafat di Tarim tahun 875 H)
Mempunyai seorang anak laki bernama: ‘Abdullah, mempunyai anak laki bernama
‘Umar (wafat di Aden tahun 1000 H), mempunyai tiga orang anak laki, bernama:
1.Muhammad (keturunannya di Abin dan Aden)
2.Ahmad (keturunannya di Abin dan Aden), mempunyai dua orang anak laki:
a.     Abubakar (keturunannya di Boor, Zhufar dan Jawa)
b.     ’Alwi, mempunyai seorang anak bernama ‘Abdullah wafat di Boor tahun 1145 H, mempunyai 3 orang anak:
                                      i.        ’Alwi (kakek keluarga Alwi bin Salim di Salilah dekat Boor, Boor dandi Jawa)
                                     ii.        ’Umar (keturunannya di Boor dan Jawa)
                                    iii.        Husin (keturunannya di Boor dan Jawa)
3.Al-Alim Abubakar (wafat di Tarim tahun 985 H/ Kakek dari Ahmad al-Muhtaji bin ‘Alwi wafat di Boor tahun 1104 H).
5. Muhammad bin ‘Abdullah ‘Alaydrus. (keturunannya terputus)

KELUARGA ‘ALI BIN ABIBAKAR AS-SAKRAN
Syaikh al-Imam ‘Ali bin Abibakar As-Sakran (Syaikh al-Thoriqain Wa Mufti al-Fariqoin), wafat di Tarim tahun 895 H. Maqamnya bersebelahan dengan makam pamannya Syaikh ‘Umar Muhdhar. Beliau dikarunia tujuh orang anak laki dan lima anak perempuan, yaitu:
Anak perempuannya:
1.     Al-waliyah Bahiyah (ibu Ahmad al-Musawa dan Fathimah bt. Abi Bakar al-Adeni)
2.     ‘Alwiyah (ibu anak-anak Muhammad Ar-Rahilah)
3.     Ruqayah (ibu Aisyah bt. Abdurahman Bamagfun)
4.     Maryam
5.     ‘Aisyah
Anak laki-lakinya:
1. ‘Abdurahman

2. Muhammad Mihdhar.
ibunya Fathimah bt. Syaikh ‘Umar
3. ‘Umar

4. ‘Abdullah (anaknya bernama Musyayyah lahir di Tarim dan wafat tahun 976 H, keluarga Musyayyah di India, Habasyah dan di Jawa)
5. ‘Alwi (wafat tahun 797 H)
6. Hasan (wafat tahun 952 H)
7. Abu Bakar (keturunannya terputus,wafat th 920 H)
1. Syaikh Muhammad bin ‘Ali bin Abibakar As-Sakran.
Beliau wafat di Tarim tahun 902 H. Keturunannya adalah:
a.     Aal ‘Abdullah bin ‘Alwi (Rubat Yaman)
b.     Aal Muhammad bin ‘Alwi (Yaman)
c.     Aal Saqqaf bin ‘Umar (Khamilah)
d.     Aal Abubakar al-Irosyah (Abyan, Lihij, Guyus, India)
2. Syaikh Umar bin ‘Ali bin Abibakar As-Sakran.
Beliau wafat di Wahath tahun 899 H. Keturunannya di Yaman, Makhodir, Rubat Shofa, Hanfar, Abin dan Bilad Rishos.
3. Syaikh ‘Abdullah bin ‘Ali bin Abibakar As-Sakran.
Beliau wafat di Tarim tahun 941 H. Ayah dari Syaikh Musyayyah, dan dikaruniai dua orang anak laki, bernama:
a.     ‘Abdullah (keturunannya di India, Malabar dan Hijaz)
b.     ‘Abdurahman (keturunannya di Habasy dan Jawa).
4. Syaikh Hasan bin ‘Ali Bin Abibakar As-Sakran.
Beliau wafat di Tarim tahun 956 H. Dikaruniai tiga orang anak laki, bernama:
a.     Muhammad al-Qadhi (wafat di Tarim tahun 973, keturunannya terputus)
b.     ‘Umar (wafat tahun 1007 H)
c.     ‘Ali.
5. Syaikh ‘Abdurahman bin ‘Ali bin Abibakar As-Sakran.
Beliau wafat tahun 923 H. Dikaruniai tiga orang anak laki, bernama:
a. Ahmad Syahabuddin (wafat tahun 946 H), mempunyai tiga orang anak:
1). Umar, mempunyai empat orang anak laki, yaitu:
a). Husin

b). ‘Ali
keturunannya sedikit dan terputus
c). ‘Abdullah

d). Syahabuddin (wafat tahun 982 H, ayah dari ‘Umar al-Mahjub, keturunan Umar di Malabar, Palembang, Taribah dan Abi Arisy)
2). Muhammad al-Hadi (wafat di India tahun 971 H), keturunannya al-Hadi di Ahwar dan Jazirah Timur.
3). ‘Abdurahman al-Qadhi (wafat di Tarim tahun 1014 H), mempunyai empat orang anak laki, yaitu:
a.     Abubakar (keturunannya di Zhufar, Amman, Palembang)
b.     ‘Abdullah (kakek keluarga al-Hadi bin Ahmad di Malabar)
c.     Muhammad al-Hadi (wafat tahun 1040 H, keturunannya keluarga al-Hadi di Tarim, Malabar, Jawa, Palembang)
d.     Syahabuddin al-Asgor (shohib Nuwaidaroh-Tarim, wafat tahun 1036 Hijriyah), mempunyai tiga orang anak laki:
1. ‘Umar
keturunannya sedikit dan terputus
2. ‘Abdullah

3. Muhammad, mempunyai tiga orang anak laki, bernama:
(a) Ahmad (wafat di Tarim tahun 1130 H), mempunyai seorang anak bernama: Muhammad al-Masyhur, yang dikaruniai tiga orang anak, bernama:
(i) ‘Abdullah ( Kakek keluarga al-Masyhur di Tarim )
Di antara cucunya adalah Ahmad bin Umar bin Abdullah (wafat di Tarim tahun 1255 H, dan cucu saudaranya yang menyusun kitab silsilah berjudul 'Syamsu al-Zhahirah' yaitu: al-Allamah ‘Abdurahman bin Muhammad bin Husin bin ‘Umar bin ‘Abdullah bin Muhammad al-Masyhur (semoga Allah membalasnya dengan kebaikan), Di samping kakek al-Masyhur, juga kakek dari keluarga al-Zahir al-Masyhur di Tarim dan Jawa, diantaranya adalah al-Lathif ‘Umar bin ‘Abdullah al-Zahir (wafat di Tarim tahun 1293 H), Dan kakek dari al-Zahir,’Abdullah bin Muhammad al-Masyhur, juga kakek dari keluarga al-Bar al-Masyhur di Tarim dan Jawa.
(ii) al-Imam ‘Alwi (kakek keluarga Muhammad al-Masyhur di Tarim), Diantaranya keturunannnya:
Al-Faqih ‘Alwi bin ‘Abdurahman bin Abibakar bin Muhammad al-Masyhur (tahun 1307 H) di Tarim, Jawa dan Tsuwairi. Salah satu keturunan ‘Alwi bin ‘Abdurahman al-Masyhur adalah Abubakar bin ‘Ali al-Adeni al-Masyhur. Dan saudara dari ‘Alwi bin ‘Abdurahman al-Masyhur yaitu: Al-Qadhi ‘Umar bin ‘Abdurahman serta anaknya al-Khatib ‘Idrus bin ‘Umar al-Masyhur, pemilik surat kabar 'Hadramaut' di Surabaya. Beliau juga banyak mengikuti mu'tamar termasuk dalam mu'tamar untuk mendirikan Organisasi Nahdhatul Ulama. Beliau pula yang memberi nama Nahdhatul Ulama yang sebelumnya oragnisasi tersebut bernama Nuhudhul Ulama.
Saudara dari al-Qadhi ‘Umar bin ‘Abdurahman adalah Sayid Muhammad al-Fakhir bin ‘Abdurahman al-Masyhur, beliau adalah salah satu pendiri Jamiat Kheir dan Sayid Muhammad al-Thohir di Singapura.
(iii) ‘Abdurahman (kakek keluarga al-Masyhur di Malibar)
(b) ‘Ali (wafat di Tarim tahun 1104 H), mempunyai dua orang anak
(i) Muhammad, mempunyai dua orang anak:
1.     Syech (ayah dari al-Allamah ‘Ali bin Syech, wafat di Sihir tahun 1203 H. Keturunannya al bin Syech di Tarim,Damun dan Jawa)
2.     Husin (kakek keluarga al bin Husin di Tarim, Damun Jawa, Palembang, Madura, dan kakek al Muhammad al-Zahir bin Husin, Palembang, Malaysia dan Jawa)
(ii). Idrus (wafat tahun 1128 H, kakek keluarga al Syahab bin ‘Idrus).
(c). Idrus, mempunyai dua orang anak, yaitu:
                                                                                                      i.        Muhammad al-Zahir (shohib masjid al-Zahir di Nuwaidaroh,wafat di India, keturunannya terputus)
                                                                                                     ii.        Zein (kakek Aal Syahabuddin Aal Zein bin Idrus di Palembang)
b. Muhammad al-Faqih (wafat tahun 973 H), keturunannya:
1.     Aal ‘Umar Faqih (Deli-Medan, Jawa)
2.     Aal ‘Abdullah dan Husin (shohib Bathiha', keturunannya terputus)
3.     Aal Muhammad al-Tamar (Malabar, Madinah)
c. Abubakar, keturunannya:
1.     Aal Ruus (Qasyan)
2.     Aal Ahmad bin Abibakar (Taiz, Mukallah)
3.     Aal Ahmad bin ‘Idrus (Shohib Khoris)

KELUARGA HASAN BIN ‘ALI BIN ABIBAKAR AS-SAKRAN
Hasan bin ‘Ali mempunyai anak bernama: ‘Umar, beliau dikarunia tiga orang anak, bernama:
1. ‘Ali (kakek Al Ba Hasan di Tarim, Jawa dan Kalimantan), mempunyai seorang anak laki bernama:
·  Al-‘allamah ‘Abdullah (shohibul Wahath, wafat tahun 1037 H), keturunannya adalah keluarga al-Wahath.
2. Hasan (kakek ‘Usman bin ‘Abdurahman, ayah dari Sultan Siak, keluarganya dikenal dengan keluarga Bin Syahab)
3. Muhammad (keturunannya di Sawahil, Siwi dan Zanjibar, wafat tahun 1019 H)

KELUARGA AHMAD BIN ABIBAKAR AS-SAKRAN
Syaikh Ahmad bin Abibakar As-Sakran wafat di Tarim tahun 869 H. Beliau dikaruniai tiga orang anak laki-laki, bernama:
1. Muhammad Muglaf (wafat tahun 919 H), dikaruniai dua orang anak, bernama:
a.     ‘Umar (Abyan, Yaman, Zili' dan India)
b.     Ahmad al-Musawa (India, Malabar, Semarang, Sumatra, Seiwun)
2. ‘Alwi (wafat tahun 917 H di Zili'), dikaruniai seorang anak bernama:
Abubakar, dan beliau dikarunia tiga orang anak laki:
a.     Muhammad (wafat di Sihir tahun 977 H, keluarganya di Aden)
b.     Ahmad
c.     ‘Abdullah (kakek ‘Ali bin ‘Aqil bin ‘Abdullah bin Abibakar)
‘Ali bin ‘Aqil bin Abubakar bin ‘Alwi bin Ahmad bin Abibakar al-Sakran, mempunyai tiga orang anak laki:
a.     ‘Aqil (keturunannya sedikit)
b.     Abubakar (keturunannya di San'a dan Zhufar)
c.     ‘Abdurahman, mempunyai empat orang anak laki, bernama:
                                                                      i.        ‘Alwi (kakek Aal-Munawwar di Seiwun)
                                                                     ii.        Syech (kakek Aal-Saqqaf di seiwun dan Jawa)
                                                                    iii.        Muhammad
                                                                    iv.        ‘Abdullah (Jawa).
3. Syaikh ‘Aqil bin Ahmad wafat di Tarim tahun 896 H, dikaruniai tujuh orang anak laki
a. Abubakar
keturunannya terputus
b. ‘Abdurahman

c. Ahmad (kakek keluarga ‘Aqil bin Ahmad bin ‘Aqil di Musyaqos Keluarga ‘Umar bin Ahmad di India, Yaman)
d. ‘Ali, adalah kakek dari:
                                      i.        Aal –‘Aqil Habarin (Sihir, Makkah dan Tiryah)
                                     ii.        Aal –‘Abdullah al-Abrasy (Rubat Zubaidi)
                                    iii.        Aal –‘Abdullah bin ‘Abdurahman (Makkah)
                                    iv.        Aal –‘Abdurahman bin Muhammad (India, Bajapur, Tiryah)
                                     v.        Aal ‘Ali bin Muhammad (Thuryah)
e.   ‘Abdullah (keturunannya di Badiyah, Tiryah)
f.    Syech (Keluarga ‘Aqil bin Ahmad, di India)
g.   Zein (Keluarga Umar Quthban, di India, Benggali, Yaman dan Jawa)
Keturunan Zein bin ‘Aqil bin Ahmad adalah:
1.     Bait Sahal
2.     Bait Hamudah
3.     Bait Masyaikh
4.     Bait Qarmush
5.     Bait AlKahaly
6.     Bait ‘Aqil
7.     Bait AlKhasyasy
8.     Bait Muhsin
9.     Bait AlAkhsaf
10.  Bait Kadhum
11.  Bait Dahum

KELUARGA ‘AQIL BIN SYAIKH ‘ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh ‘Aqil bin ‘Abdurahman Assaqqaf, wafat tahun 871 H. Beliau dikaruniai seorang anak laki bernama: ‘Abdurahman, dan beliau dikaruniai tiga orang anak laki, bernama:
1. Hasan (wafat tahun 957 H, keluarganya di Hamra')
2. Muhammad al-Mu’alim Ba'aqil, keturunannya di Jufah, Du'an, Jawa, diantaranya
a.     Aal-Saqqaf bin Husin (Jawa, Pekalongan)
b.     Aal-Toha bin ‘Umar (Lisik, Jawa)
3. ‘Umar, wafat tahun 967 H. Dikaruniai dua orang anak, bernama:
a.     ‘Abdullah (keluarganya al-Ba'aqil di Qaidun, India, Jawa)
b.     ‘Abdurahman, keturunannya:
                                      i.        Aal-Ahmad bin Abibakar (Qaidun)
                                     ii.        Aal-Husin bin Toha (Syibam, San'a, Lisik, Makkah, Jawa)
                                    iii.        Aal-‘Idrus bin Ahmad (Madinah, Yaman List, Jawa).

KELUARGA ‘ALI BIN SYAIKH ‘ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh ‘Ali bin Abdurahman Assaqqaf, wafat di Tarim tahun 840 H. Beliau dikaruniai tiga orang anak laki, bernama:
1. ‘Abdurahman
keturunannya sedikit dan terputus.
2. Ahmad

3. Muhammad, mempunyai dua orang anak laki, bernama:
a.     ‘Abdullah (keturunannya di Mukalla, Yaman)
b.     ‘Abdurahman, mempunyai dua orang anak, yaitu:
                                      i.        ‘Ali (kakek keluarga Saqraan di Tarim, Zili')
                                     ii.        U’mar al-Shafi, mempunyai dua orang anak laki:
a.     Muhammad (keturunannya keluarga al-Shafi dan al-Usman di Tarim, India, Siak, Pontianak, Jawa)
b.     Toha, wafat di Seiwun tahun 1007 H, mempunyai seorang anak bernama: ‘Umar, wafat di Seiwun tahun 1052 H (dalam umur 63 tahun), anaknya:
                                                                      i.        ‘Abdurahman (kakek Aal-Toha bin Syech, Seiwun)
                                                                     ii.        Toha, wafat di Seiwun tahun 1063, anaknya:
-Umar, beliau dikaruniai seorang anak bernama Muhammad (wafat di Seiwun tahun 1147 H.)
-Muhammad bin ‘Umar bin Toha, mempunyai tiga orang anak, yaitu:
(a) ‘Abdullah (keturunannya di Seiwun, Singapura)
(b) ‘Alwi (keturunannya di Seiwun, Jawa)
(c) Saqqaf (keturunannya di Seiwun, wafat tahun 1195 H, anaknya Alwi bin Saqqaf dan Umar bin Saqqaf)




KELUARGA ‘ALWI BIN SYAIKH ‘ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh ‘Alwi bin ‘Abdurahman Assaqqaf, wafat tahun 826 H. Beliau dikaruniai tiga orang anak laki, bernama:
1. ‘Ali
keturunannya sedikit dan terputus
2. ‘Abdurahman

3. Ahmad shohib Maryamah, wafat di Tarim. Beliau mempunyai dua orang anak laki:
a. ‘Umar (keturunannya di Dasinah), mempunyai anak bernama Ahmad.
Ahmad bin ‘Umar bin Ahmad shohib Maryamah, mempunyai dua orang anak
1) ‘Ali (keluarga al-Qaisiyah di Seiwun, Jawa dan al-Mualim Abduh di Seiwun dan Semarang)
2) A’bdurahman bin Ahmad bin ‘Umar, mempunyai tiga orang anak:
a) Syech (keturunannya di Huthoh Az-Zubaidi)
b) ‘Alwi (keturunannya di India, Jufal dan Seiwun)
c) Ahmad Syarif, wafat di Maryamah dan dimakamkan di Tarim.
(Keturunannya al-‘Abdurahman bin Saqqaf, Aal alSaqqaf di Seiwun dan al-Muhammad bin Ahmad di Surabaya)
b. ‘Alwi
‘Alwi bin Ahmad Shohib Maryamah adalah leluhurnya Al Habib ‘Ali bin Ja’far Asseggaff 
Silsilah dari garis ayah : ‘Ali bin Ja’far bin Syech bin Sagaf bin Ahmad bin ‘Abdullah bin ‘Alwi bin ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Abdurahman bin Ahmad bin ‘Abdurrahman bin ‘Alwi bin Ahmad Maula Maryamah bin ‘Alwi bin Al Imam Al Qutb ‘Abdurrahman Asseggaff
Silsilah dari garis ibu:Syarifah Futum binti ‘Alwi bin Ahmad bin ‘Alwi bin Ahmad bin Al Qutb ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin ‘Aqil bin ‘Abdullah bin Abubakar bin ‘Alwi bin Ahmad bin Al Imam Al Qutb Abubakar As Sakran bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff  

KELUARGA IBRAHIM BIN SYAIKH ‘ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh Ibrahim bin ‘Abdurahman Assaqaf, wafat di Tarim tahun 875 H. Beliau dikaruniai lima orang anak laki dan hanya tiga orang yang meneruskan keturunannya, yaitu:
1. Ismail, mempunyai dua anak laki, bernama:
a. ‘Alwi (keturunan di Syihir)
b. Syech (wafat di Sihir tahun 950 H), mempunyai tiga orang anak laki:
1) Abubakar bin Syech (keturunannya di Sihir, Wahath)
2) Ibrahim (keturunannya di Sihir, Siak dan Jawa)
3) ‘Abdurahman (keturunannya di Dais, India, Jawa, Umman, Sihir diantaranya al-Ahmad bin ‘Umar)
2. Abubakar al-Baiti (wafat di Tarim tahun 905 H, keluarganya di India, Jawa Du'an dan Makkah)
3. ‘Abdurahman (keturunannya al-Kuraisyah)

KELUARGA HUSIN BIN SYAIKH ‘ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh Husin bin ‘Abdurahman Assaqaf, wafat di Tarim tahun 896 H. Beliau dikaruniai enam orang anak laki, bernama:
1. ‘Umar

2. Muhammad
keturunannya sedikit dan terputus
3. Sulaiman

4. Ahmad, kakek Ahmad bin Husin al-Karbi. Keturunanya di Tarim, India.
5. ‘Ali al-Maki, kakek dari:
a. Muhammad al-Ziyun
b. ‘Abdullah bin Ahmad bin Husin bin ‘Ali (keturunannya di Baijapur)
c. Aal-‘Alwi bin Ahmad (diantaranya al-Bahusain di Jawa, Siak, Kalimantan)
6. ‘Abdurahman, kakek dari:
a. Muhammad bin ‘Abdullah bin’ Abdurahman di Asia, Sihir.
b. Ahmad Musawa bin ‘Abdurahman bin ‘Abdullah bin ‘Abdurahman di Wadi Amud, Lihij dan Jawa.

KELUARGA ABDULLAH BIN SYAIKH ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurahman Assaqqaf, wafat di Tarim tahun 857 H. Beliau dikaruniai tiga belas orang anak laki, bernama:
1. Husin (anaknya Ali dan Abdullah)
2. ‘Abdul Qadir

3. ‘Abdul Wahab
keturunannya terputus.
4. ‘Umar

5. Ahmad

6. Muhammad Hamdun
7. ‘Alwi (kakek al-Maknun di Gail, Surat, Sihir)
8. Syech, kakek dari:
a.     Aal-Dhoif di Qasam, terputus keturunannya
b.     Aal-Syech bin ‘Umar bin Syech bin Abdullah di Makkah
c.     Aal-Abibakar bin Muhammad Basyamilah di Zhufar.
d.     Aal-Soleh al-Mahjub di Banjarmasin, Tarim.
e.     Aal-Fakhir di Palembang.
f.      Aal-Bin Syaichon
g.     Aal-Bin Ubbad di Qasam
9. ‘Abdullah (nama ayahnya), mempunyai dua orang anak:
a. Syech (keturunannya di Dasinah, Bir Saaduddin)
b. ‘Aqil al-Suudi, kakek dari:
1). Aal al-Suudi di Qasam, Baidho', Yafi', Umman, Jawa.
2). Aal Bin Ibrahim di Tarim, Qasam.


10. Ibrahim, mempunyai dua orang anak:
a. Ahmad al-Kailad, keturunannya di India.
b. ‘Abdurahman al-Qari, keturunannya di Suum, Mispalah (disebut juga al-Ibrahim)
11. Hasan, mempunyai empat orang anak laki, yaitu:
a. Muhammad keturunannya di Habasyah, Qalb.
b. Aqil
c. Alwi (kakek al-Bahasan al-Thowil di Hadidah)
d. Abdullah (kakek al-Bahasan al-Faqis bin Muhammad bin Abdullah bin Hasan, diantaranya al-Hasyim di Tarim, Gurfah, Seiwun, Jawa)
12. Abubakar Basyumailah, wafat di Tarim. Mempunyai dua orang anak laki:
a. Ahmad (wafat tahun 916 H. Keturunannya di Habasyah, Buus)
b. ‘Abdullah al-Ahdab (wafat tahun 910 H. Keturunannya di Yaman)
13. ‘Abdurahman (wafat di Tarim tahun 880 H), kakek dari Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah. Salim bin Abdullah, wafat di Tarim tahun 944, mempunyai enam orang anak laki, bernama:
a.     ‘Alwi keturunannya terputus.
b.     ‘Abdurahman
c.     Husin bin Salim, keturunannya di Sawahil dan Madinah.
d.     Syech bin Salim, keturunannya di Muza', Yaman. Wafat tahun 978 H.
e.     ‘Aqil bin Salim, mempunyai lima orang anak laki:
1). Salim (tidak disebutkan adanya keturunan beliau)
2). Syaichon (keturunannya di Amman, Jawa, Mukalla, India)
3). Muhammad, keturunannya:
a) Aal-‘Aqil bin Salim di Lisik.
b) Aal-‘Aqil bin ‘Idrus di Surabaya dan Aden.
4). Zein, keturunannya:
a) Aal-‘Alwi bin ‘Abdurahman di Lisik, Sawahil, Jawa.
b). Aal-Salim bin ‘Aqil di Lisik dan Jawa
c). Aal-‘Umar bin ‘Aqil di Madinah.
5). Syaikh ‘Abdurahman, yang dikenal dengan al-Atthas.
f.      Syaikh Abubakar bin Salim.


KELUARGA ‘AQIL BIN SALIM BIN ‘ABDULLAH BIN ‘ABDURAHMAN BIN ‘ABDULLAH BIN SYAIKH ‘ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh ‘Abdurahman bin ‘Aqil bin Salim bin ‘Abdullah bin ‘Abdurahman bin ‘Abdullah bin Syaikh ‘Abdurahman Assaqqaf (dikenal dengan al-Atthas), mempunyai lima orang anak laki, bernama:
1. Soleh
keturunannya terputus
2. Syech

3. ‘Abdullah (keturunannya di Yafi')
4. ‘Aqil (keturunannya di Huraidhoh, Wadi Amud, Nair, Zahir Du'an, Hadun, Jubail, Wadi Hamim dekat Mukalla, Bihan, Makkah, Yaman, Rahah)
5. ‘Umar (sohib al-ratib) wafat tahun 1072, mempunyai sembilan orang anak laki:

a. Syech

b. Syech

c. Syech
keturunannya terputus.
d. Muhsin

e. ‘Ali

f. Husin (wafat tahun 1139 H), mempunyai delapan orang anak laki:
1.     Muhsin (wafat tahun 1143 H)
2.     Hamzah (wafat tahun 1211 H, keturunannya di Khuraibah, Jawa)
3.     Ahmad (wafat tahun 1110 H, keturunannya di Hijir, Khuraidhah, India, Bihan, Jawa, Malaysia)
4.     Tholib (wafat tahun 1210 H, keturunannya di Khuraidhoh, Jawa)
5.     Hasan (wafat tahun 1151 H, keturunannya di Khuraidhoh, India, Jawa, Makkah)
6.     ‘Umar (keturunannya di Jawa)
7.     ‘Ali (wafat tahun 1156 H, keturunannya di Khuraidhoh)
8.     ‘Abdullah (wafat tahun 1150, keturunannya di Khuraidhoh, Masyhad, Jawa).
g. Salim (wafat tahun 1087 H, keturunannya di Huraidhoh, Jubail, Musyih, India, Pekalongan, Penang, Katiwar)
h. ‘Abdurahman (wafat tahun 1116 H, keturunannya di Luhrum, Jawa, India)
i. ‘Abdullah (wafat tahun 1150 H, keturunannya di Amud, Inaq, Jadfaroh Luhrum. Jawa, Bihan, Sihir)





KELUARGA SYAIKH ABUBAKAR BIN SALIM BIN ‘ABDULLAH BIN ‘ABDURAHMAN BIN ‘ABDULLAH BIN SYAIKH ‘ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh al-Fakhor Abubakar bin Salim (shohib Inat), wafat tahun 992 H, mempunyai
Empat orang anak perempuan yaitu: Fathimah, ‘Aisyah, ‘Alwiyah dan Talhah. Dan tiga belas orang anak laki, yaitu:
1.     ‘Abdurahman
2.     Ja'far keturunannya terputus
3.     ‘Abdullah al-Akbar
4.     Salim (keturunannya sedikit dan terputus)
5.     Husin, wafat di Inat tahun 1044 H, mempunyai tujuh orang anak perempuan: ‘Alwiyah, Talhah, Salma, Fathimah al-Kubra,’Aisyah, Sekhah, Fathimah al-Sughro, Maryam, Ruqaiyah.
Anak laki-lakinya:
a. Salim
keturunannya terputus
b. ‘Abdurahman

c. Abubakar
keturunannya sedikit dan terputus
d. Soleh

e. Ahmad, wafat tahun 1061 H, mempunyai sepuluh orang anak laki:

1) ‘Aqil
keturunannya terputus
2) ‘Usman

3) ‘Abdullah keturunannya sedikit dan terputus
4) ‘Abdurahman keturunannya di Syihir, Sawahil
5) Muhammad keturunannya di Inat, Jawa
6) Soleh keturunannya di Nazwan, Gazah, Yafi', India
7) Syech keturunannya di Yafi'
8) Abubakar keturunannya di Inat
9) ‘Umar keturunannya di Inat, Jawa, India, Sawahil, Zhufar
10) Salim, wafat di Ghaizhoh tahun 1087 H, mempunyai empat orang anak laki:
a) Hasan keturunannya di Zhufar
b) Muhammad keturunannya Aal-Dzi'bu di Ghaizhoh, Sawahil, Inat
c) Muhsin keturunannya di Zhufar, Ghaizhoh, India
d) ‘Ali keturunannya di Inat
f. Idrus, mempunyai tiga orang anak laki:
1.     Zein
2.     ‘Ali (keturunannya di Syihir)
3.     Abubakar (keturunannya di Misthoh)
g. Syechon, wafat tahun 1019 H, mempunyai tiga orang anak laki:
1.     Mahdi
2.     ‘Abdullah (keturunannya di Sawahil, Zanjibar)
3.     Salim (keturunannya di Inat, Baidho')
h. Hasan, mempunyai tiga orang anak laki:
1.     ‘Abdullah (keturunannya terputus di Inat)
2.     Soleh (keturunannya keluarga al-Khamur di Khamur dan India)
3.     Abubakar (keturunannya keluarga al-Khiyyid di India, Inat, Jawa, Hijaz)
i. Muhsin, mempunyai dua orang anak laki:
1.     Muhammad
2.     ‘Ali, mempunyai dua orang anak laki:
a) Hadi (kakek Keluarga al-Hadi bin Salim di Khunaidaroh, Inat)
b) ‘Abdullah (al-Haddar di Inat)
j. Umar, mempunyai lima orang anak laki:
1.     Muhsin (keturunannya di Musyah, Jawa)
2.     Ahmad (keturunannya di Mokalla, Ghorib, Sah)
3.     ‘Ali (keturunannya di Gail Sah, Sihir, Jawa)
4.     Salim (keturunannya di Gail Sah)
5.     ‘Abdullah (keturunannya di Jawa, Inat)
k. Muhammad, mempunayi dua orang anak laki:
1.     ‘Umar
2.     ‘Ali (keturunannya keluarga Ahmad di Inat dan al-Bin Jindan di Inat dan India dan Jawa)
l. Syech (wafat tahun 1113 H, keturunannya di Inat, Du'an, Jubail)
m. Hamzah, wafat tahun 1106 H, mempunyai dua orang anak laki:
1.     ‘Idrus (wafat tahun 1037 H, keturunannya terputus)
2.     Tholib (keturunannya di Inat, India, Jawa)



6.      Hamid al-Hamid, wafat tahun 1030 H, mempunyai delapan orang anak laki:
a. Hafidz

b. ‘Ali
keturunannya terputus
c. Mahdi

d. ‘Umar keturunannya di Silik
e. ‘Abdullah keturunannya di Amud, Inat, Jawa
f. Mutohhar keturunannya al-‘Aqil Mutohar di Damun, Yaman, Jawa, Palembang, Singapura.
g. Abubakar keturunannya al-Abibakar bin Hamid di Qasam, Jurdan
h. ‘Alwi keturunannya al-‘Alwi bin Hamid di Zhufar
7.      ‘Umar al-Muhdhar, wafat di Inat tahun 997 H, mempunyai tiga orang anak laki:
a.     Muhammad, mempunyai dua orang anak dan keturunannya terputus.
b.     ‘Ali, keturunannya di Bihan, Raudhah Bani Israil.
c.     Abubakar, keturunannya di Bihan, Khamur dekat Syibam, India, Du'an, Jawa.
8.      Hasan, mempunyai seorang anak bernama: ‘Ali, mempunyai dua orang anak:
a.     Hasan, keturunannya di Inat dan Surabaya.
b.     Ahmad, kakek keluarga Abu Futhaim bin Abibakar bin Ahmad bin Hasan, keturunannya di Jawa, India, Asia, Rahyah, Taribah.
9.      Ahmad, mempunyai dua orang anak: Nasir dan Syech (keturunannya di Inat, Sihir)
10.    Soleh, mempunyai seorang anak bernama: Umar, keturunannya di Baijan, Hajran, Dekat Qasam, Ghaizhoh, India, Jawa.
11.    ‘Ali, keturunannya di Sawahil, Saihut.
12.    Syaichon, mempunyai dua orang anak, yaitu:
a.      ‘Abdullah, keturunannya di Rakhiyah, Wadi 'Ain, India dan Surabaya.
b.      Muhammad, keturunannya di Jawa.
13.    ‘Abdullah al-Asghor, mempunyai tiga orang anak laki:
a. Hadi
keturunannya terputus.
b. Muhammad


c. ‘Ali (keturunannya di Rahyah, Jurdan, Jawa)



KELUARGA SYAIKH ‘ALWI BIN SYAIKH MUHAMMAD MAULA DAWILAH
Syaikh ‘Alwi bin Syaikh Muhammad Maula Dawilah, wafat tahun 797 H, beliau dikaruniai lima orang anak laki:
1.   ‘Alwi
2.   Ahmad
3.   ‘Abdullah, mempunyai tiga orang anak laki:
a.   Salim
b.   ‘Alwi, (keturunannya keluarga Muqaibil di Duan, Dufah, Arsimah)
c.    ‘Abdurahman Maula Khailah, (Fajir, seiwun, Jawa, India) wafat di Tarim th 914 Hijriyah, dan Keluarga Bin Sahil Khailah di Tarim.
4. Muhammad, wafat di Tarim tahun 827 H, mempunyai delapan orang anak laki:
a. ‘Alwi

b. Abubakar

c. ‘Umar
keturunannya terputus
d. ‘Ali

e. ‘Abdurahman

f. ‘Abdullah al-Asghor
g. ‘Abdullah al-Akbar keturunannya di Badiyah Hadramaut, Mispalah.
h. Ahmad shohib Yabhar, mempunyai dua orang anak laki:
1) Sahal, keturunannya:
a.     Aal-Zaqhum
b.     Aal-Soleh
c.     Aal-Fad'aq
d.     Aal-Bin Salimin Baiti Hadi
e.     Aal-Bin Zein
f.      Aal-Baiti Muhammad
g.     Aal-Bin Semithon
2) ‘Abdurahman, keturunannya:
a.     Aal-Rawas
b.     Aal-Dahmah
c.     Aal-Bazrinah
d.     Aal-Muhdhorom
e.     Aal Baiti Hadi
5. ‘Ali al-Inaz, mempunyai tiga orang anak laki:
a.     Muhammad (keturunannya sedikit dan terputus)
b.     Husin (al-Husin Mahar, Seihut)
c.     Hasan (kakek keluarga Bin Yahya di Masilah)

KELUARGA SYAIKH ‘ALI BIN SYAIKH MUHAMMAD MAULA DAWILAH
Syaikh ‘Ali bin Syaikh Muhammad Maula Dawilah wafat di Tarim tahun 775 H, beliau dikaruniai empat orang anak laki:
1. Muhammad
2.’ Abud (‘Abdullah A’bud), wafat di Tarim tahun 834 H, keturunannya:
a.     al-Syaichon Ba'bud di Makkah
b.     al-Ba'bud Kharbasyani di Tarim, Amman
c.     al-Zaidan di Pekalongan, Jakarta.
Syech, wafat di Tarim th 813 H, keturunannya: al-Mahjub dan al-Barakat (Makho) Hasan al-Wara', wafat di Tarim tahun 789 H, keturunannya Keluarga al-Hinduan di Di Tarim, Rughoh, Jawa, Ghaizhoh.




KELUARGA SYAIKH ‘ABDULLAH BIN ’ALWI BIN SYAIKH MUHAMMAD AL-FAQIH AL-MUQADDAM
Syaikh ‘Abdullah Ba'alawi bin ‘Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, wafat di Tarim tahun 731 H dikuburkan di sebelah Timur makam kakeknya al-Ustadz al-Faqih al-Muqaddam. Beliau dikaruniai tiga orang anak laki, bernama:
1. Ahmad, mempunyai anak bernama Muhammad Jamalullail.
Muhammad Jamalullalil mempunyai seorang anak laki bernama ‘Abdullah, dan ‘Abdullah mempunyai seorang anak laki bernama Ahmad (keturunannnya terputus)
2. ‘Ali, wafat di Tarim tahun 784 H, (ibunya Ummu Maula Dawilah) dikaruniai:
anak perempuan:
a.     Bahiyah (isteri dari Sayid A’bdurahman Assaqqaf, ibu dari Ahmad, Muhammad, Abubakar, ‘Umar Muhdhar dan Maryam)
b.     Fathimah (ibu dari anak-anak Muhammad Jamalullail)
anak laki-laki:
a. Muhammad

b. Ahmad
al-‘Abdullah Ba'alawi, keturunannya terputus.
c. ‘Abdurahman

d. ‘Abdullah, mempunyai dua orang anak laki:
1) Ahmad (keturunannya terputus)
2) Alwi al-Syaibah, mempunyai enam orang anak laki, dua diantara keturunan anaknya terputus, empat orang anak yang dikaruniai keturunan:
a.     ‘Umar (keturunannya sedikit dan terputus)
b.     Muhammad (keturunan keluarga Aal-Masilah di Sawahil dan keluarga Barum di Du'an, India)
c.     Abubakar, wafat di Tarim tahun 887 H, dikaruniai lima orang anak laki empat diantaranya terputus keturunannya. Adapun anaknya yang yang meneruskan keturunannya adalah ‘Abdullah Al-Syili
d.     Ahmad Qasam, mempunyai enam orang anak laki, empat diantaranya terputus keturunannya dan dua orang anak laki yang dikaruniai keturunan:
(1) ‘Alwi (keturunannya di Qasam, terputus)
(2) Muhammad (Keturunannya keluarga Bin Junaid di Qasam, keluarga al-Achdhor, keluarga Junaid al-Achdhor di Saihut, Dasinah, Keluarga al-Jailani di Dua'an)
3. Muhammad, (ibunya Ummu Maula Dawilah), wafat di Tarim tahun 743 H, dikaruniai Empat orang anak laki, bernama:
a.     ‘Ali
b.     ‘Abdurahman, mempunyai empat orang anak laki:
1) Ahmad Babirik, mempunyai tiga orang anak laki:
a.     Hasan, wafat di Tarim tahun 885 H. Dikaruniai dua orang anak, Keturunannya terputus.
b.     ‘Ali, wafat tahun 909 H, keturunannya sedikit dan terputus.
c.     ‘Umar, keluarganya di Burdah, Surat, India.
2) ‘Alwi al-Khuun, keturunannya terputus tahun 1139 H.
3) Muhammad Hamidan, mempunyai dua orang anak laki:
a) Abdul Qadir (keturunannya terputus)
b) Alwi Khirid, mempunyai lima orang anak laki, empat terputus keturunannya, sedangkan yang kelima bernama Ali, dikaruniai lima orang anak laki:
(1) ‘Abdurahman
keturunannya terputus
(2) ‘Abdullah

(3) Ahmad, wafat di Tarim tahun 957 H, keturunannya terputus
(4) Zein, kakek keluarga Khirid di Tarim.
(5) Muhammad
4) ‘Ali Jahdab, mempunyai dua orang anak laki:
a) ‘Abud (keturunannya sedikit dan terputus)
b) Muhammad al-Mu’alim, mempunyai seorang anak laki bernama ‘Alwi, dan mempunyai empat orang anak laki, dua orang terputus keturunannya. Sedangkan anak yang dikaruniai keturunan:
(1) Ahmad bin ‘Alwi Bajahdab ( Pemimpin Saadah Ba'alawi)
(2) Muhammad Hamdun, keturunannya keluarga Hamdun Jahdab di Habasyah.
c. Ahmad al-Aksah, wafat tahun 814 H, dikaruniai tiga orang anak laki:
1.     Muhammad Barabi' (keturunannya sedikit dan terputus)
2.     Umar Baraqbah, (keturunannya keluarga Baraqbah di Tarim, India, Jawa, Jambi, Cirebon, Palembang, Siak, Riau, Surabaya, Pekalongan)
3.     ‘Ali Dubjan, mempunyai seorang anak laki bernama ‘Abdullah’ Abud ( kakek keluarga Ba'bud Dubjan di Qasam, Ghaizhah, Jawa )
d. ‘Abdullah, mempunyai seorang anak bernama Muhammad al-Munaffir, dikaruniai enam orang anak laki:
1) ‘Abdul Qadir

2) Ahmad
keturunannya sedikit dan terputus
3) ‘Ali

4) ‘Alwi

5) ‘Abdurahman al-Munaffir, keturunannya keluarga Munaffir di Tarim, Malabar, Jawa dan keluarga Bin Hamid di Tarim.
6) Abdullah Wathob, wafat tahun 884 H, dikaruniai enam orang anak laki:
a) ‘Alwi Hawilah
b) Ahmad Marzaq, mempunyai delapan orang anak dua terputus keturunannya. Sedangkan yang meneruskan keturunannya:
(1) Muhammad
keturunannya sedikit di Zili', Yaman.
(2) ‘Ali

(3) ‘Abdullah keturunannya terputus.
(4) ‘Abdurahman
(5) ‘Alwi al-Riqoq keturunannya di Baijapur
(6) Syech keturunannya keluarga Al-Masyhur Marzaq di Bangil, dan keluarga Marzaq di Syibam dan Jawa.
c) Umar Fad'aq, wafat tahun 910 H, dikaruniai enam orang anak laki:
(1) Muhammad

(2) Sulaiman
keturunannya sedikit dan terputus
(3) Ahmad

(4) ‘Ali keturunannya keluarga Fad'aq di India dan keluarga Abu Numai di Buusy, Habasyah, Syihir, Pekalongan, Gail, Malabar, Kelantan.
(5) ‘Alwi, keturunannya keluarga Fad'aq di India.

(6) ‘Ibrahim, mempunyai dua orang anak laki, bernama:
(a) ‘Abdurahman al-Mualim (keturunannya di Qasam, terputus)
(b) ‘Abdullah (keturunannya di Zhufar)
d) Muhammad, mempunyai lima orang anak laki, tiga terputus keturunannya, sedangkan yang meneruskan keturunannya adalah:
(1) Abubakar (keturunannya sedikit dan terputus)
(2) Ahmad Mudhir, mempunyai dua orang anak laki:
(a) Mubarok (keturunannya di Zhufar)
(b) ‘Abdullah Mudhir, mempunyai tiga orang anak laki:
I) Abubakar (keturunannya di Surat)
II) Salim (keturunannya di Dahli dan Surat)
III) Mubarok Mudhir, mempunyai tiga orang anak laki:
(i) Syech
(ii) ‘Abdullah
(iii) ‘Alwi (keturunannya keluarga Mudhir di Makkah, Zhufar dan keluarga Muthohar di Qasam)
e) Mubarok, mempunyai tiga orang anak laki:
(1) ‘Alwi
keturunannya sedikit dan terputus
(2) ‘Ali

(3) ‘Abdullah, mempunyai seorang anak bernama Muhammad, dikaruniai dua orang anak laki:
(a) Hasyim, mempunyai dua orang anak:
i) Toha
ii) Muhammad, mempunyai dua orang anak di Aden.
(b) Fad'aq, keturunannya keluarga Fad'aq di Qasam.
f) ‘Ali al-Mundarij, mempunyai seorang anak laki bernama Syech, dan Syech dikaruniai tujuh orang anak laki tiga diantaranya terputus keturunannya, sedangkan yang meneruskan keturunannya:
(1) Hasyim (keturunannya sedikit dan terputus)
(2) ‘Umar (keturunannya sedikit)
(3) ‘Abdullah, mempunyai tujuh orang anak laki:
a.     Muhammad
b.     Syech
c.     Abubakar
d.     ‘Alwi keturunannya sedikit
e.     ‘Umar
f.      Ahmad al-Majzub (keturunannya di Musyaqos)
g.     Abu Numai(keturunannya keluarga Abu Numai di Gail Bawazir, Seiwun yang dikenal dengan Asy-Syatiri Abu Numai.
(4) ‘Aqil, mempunyai tiga orang anak laki:
a.     (Muhammad, wafat tahun 1005 H.
b.     Syech, mempunyai dua orang anak laki, terputus keturunannya.
c.     ‘Abdullah, keturunannya keluarga Mudihijdi Tarim

KELUARGA SYAIKH AHMAD BIN SYAIKH MUHAMMAD AL-FAQIH AL-MUQADDAM
Syaikh Ahmad bin Syaikh Muhammad al-Faqih al-Muqaddam wafat di Ajz tahun 706 H, Dikaruniai empat orang anak laki:
1. Muhammad, wafat di Tarim tahun 743 H, dikaruniai dua orang anak laki:
a. ‘Umar, wafat di Tarim tahun 782 H, dikaruaniai seorang anak bernama Muhammad Abi Maryam.
b. ‘Ali, wafat di Tarim tahun 830 H, dikarunai empat orang anak laki:
1) Ahmad, mempunyai seorang anak bernama Abdullah wafat di Tarim th 873 Hijriyah.
2) ‘Abdullah mempunyai anak bernama Abdurahman al-Asqo' wafat tahun 891 Hijriyah, dan Abdurahman dikaruniai lima orang anak:
a) ‘Abdullah

b) Ahmad
keturunannya terputus
c) Abubakar

d) ‘Umar

e) Muhammad al-Asqo', wafat di tarim tahun 917 H, mempunyai tiga anak

(1) Ahmad
keturunannya terputus
(2) ‘Abdullah shohib Syubaikah

(3) ‘Abdurahman Bilfaqih, wafat di Tarim tahun 969 H, mempunyai enam orang anak laki:

(a) ‘Ali

(b) Abubakar
keturunannya terputus
(c) ‘Alwi

(d) Muhammad

(e) Husin, mempunyai enam orang anak laki:

i) ‘Abdurahman
keturunannya terputus
ii) ‘Ali Ulwan

iii) Ahmad, mempunyai empat orang anak:
1.     Abubakar (keturunannya di India
2.     ‘Abdurahman (keturunannya terputus)
3.     ‘Umar (keturunannya di Tarim)
4.     ‘Abdullah, mempunyai tiga orang anak:
a. ‘Alwi (keturunannya terputus)
b. Abubakar (keturunannya di India)
c. ‘Abdullah (anaknya Muhammad dan Abdurahman)
iv) Abubakar,
v) Muhammad, mempunyai dua orang anak:
(i) ‘Alwi, keturunannya di Sagathra
(ii) Husin, keturunannya keluarga al-Duwaiani di Du'an, Jawa
vi) ‘Umar.
(f) Ahmad
2) Hasan Jabhan, (keturunannya keluarga BaJabhan)
3) Muhammad, mempunyai sebelas orang anak laki:
a) Hasan

b) ‘Alwi al-Akbar

c) ‘Abdullah al-Akbar

d) ‘Abdullah al-Asghor
keturunannya sedikit dan terputus.
e) ‘Ali

f) ‘Alwi al-Hadziq

g) Husin al-Mualim

h) ‘Umar Sanah

i) Ibrahim al-Harots (keturunannya keluarga al-Harots, al-Zahmali, Ba-Khomir/terputus)
J) ‘Abdurahman, mempunyai seorang anak bernamar Umar al-Hamra (wafat di Taiz tahun 889 H keturunannya di Lihij
k) Abubakar al-Jufri, mempunyai tiga orang anak laki bernama:
(1) Ahmad, mempunyai dua orang anak laki:
(a) Abubakar (keturunannya terputus)
(b) Muhammad Kuraikarih, mempunyai dua orang anak bernama:
i) ‘Abdullah (keturunannya terputus)
ii) Ahmad al-Kaf, wafat tahun 911 H, mempunyai 2 orang anak
(a) Abubakar, mempunyai empat orang anak terputus keturunannya. Sedangkan yang kelima adalah Salim wafat di Tarim tahun 988 H, keturunannya keluarga al-Kaf di India, Zhufar, Marbath.
(b) Muhammad, mempunyai dua orang anak bernama:
- Ibrahim
- Ahmad.
(2) ‘Alwi al-Khowash, mempunyai empat orang anak laki:
(a) Ahmad
keturunannya terputus
(b) Muhammad

(c) ‘Abdurahman, keturunannya di Khuraibah, Madinah, Jeddah, Jawa.
(d) ‘Abdullah Attarisi, mempunyai tiga orang anak laki:
i) ‘Abdurahman (keturunannya di Tarim)
ii) Muhammad, mempunyai empat orang anak laki:
a.     ‘Ali (keturunannya di India, Syihir)
b.     Abubakar (keturunannya di Tarisi, Zhufar)
c.     ‘Abdullah (keturunannya di Rida', Hajar)
d.     ‘Abdurahman, wafat di Tarim tahun 1307 H, mempunyai tujuh orang anak laki:
1.     ‘Abdullah (Keturunannya di Bihan, Pahang, Makkah)
2.     Abubakar (keturunannya di Seiwun, Makkah Semarang)
3.     Hadi (keturunannya Aal AlBahil di Deli)
4.     Shodiq (keturunannya di Tarisi, Malabar)
5.     ‘Umar (keturunannya di Rahiyah, Du'an, Ribath)
6.     ‘Alwi (keturunannya di Sagthra)
7.     Muhammad (keturunannya di India)
iii) ‘Alwi, mempunyai dua orang laki:
(a) ‘Abdullah Jafran (keturunannya di Tarisi)
(b) Syaichon (keturunannya keluarga al-shofi al-Jufri di Jawa, Surabaya, Tarisi)
(3) ‘Umar al-Jufri, keturunannya di Hajar

4) Husin, mempunyai empat orang anak laki:
a) ‘Ali

b) Muhammad
(keturunannya terputus)
c) Ahmad

d) ‘Abdurahman al-Jazirah, wafat di Tarim tahun 884 H, anaknya:
1.     Hasan keturunannya sedikit dan terputus
2.     Muhammad
3.     Husin keturunannya di Thiryah
4.     Ahmad al-Biedh, wafat di Syihir tahun 945 H. Keturunannya keluarga al-Biedh di Syihir, Ridah, Baijapur, Aceh, Sawahil.
2. ‘Umar, wafat tahun 743 H, dikaruniai dua orang anak:
a. Muhammad
b. ‘Ali Ba'umar, mempunyai seorang anak bernama ‘Umar, dan ‘Umar dikaruniai dua orang anak:
1) Ahmad Qoyah, mempunyai dua orang anak:
a) Hasan (keturunannya terputus)
b) ‘Abdurahman (keturunannya di India, Habasyah dan keluarga Bakriyah Ba'umar di Madinah)
2) Muhammad al-Ruchailah, keturunannya:
a.     Keluarga al-Ruchailah Ba'umar di Madinah, Zhufar, Jazab
b.     Keluarga al-Qosyasyi di Saihut, Zhufar, Jawa
c.     Keluarga al-Bahri Ba'umar di India, Gail, Badiyah
d.     Keluarga al-Hakam ‘Abdullah bin ‘Umar
3. ‘Alwi, wafat di Makkah tahun 747 H, dikaruniai empat orang anak laki:
a. Muhammad, wafat di Tarim tahun 767 H.

b. ‘Ali, wafat di Makkah
keturunannya terputus
c. ‘Abdurahman, wafat di Hayyan

d. ‘Abdullah, mempunyai seorang anak bernama Muhammad, dan Muhammad di-karuniai dua orang anak laki:
1) Ahmad Ba Ahdak, keturunannya keluarga Asy-Syarwi dan keluargaal-Baar di Makkah, Du'an.
2) ‘Abdurahman, mempunyai seorang anak bernama Muhammad Syarim, dan Muhammad Syarim dikaruniai seorang anak bernama ‘Abdurahman.
‘Abdurahman, mempunyai dua orang anak laki:
(1) Ahmad (keturunannya di Musyaqos)
(2) ‘Umar
4. Abubakar al-Wara', wafat tahun 706 H, dikuburkan dekat makam Syaikh Alwi Ammul Faqih, dikaruniai empat orang anak laki:
a. Muhammad

b. ‘Ali
keturunannya terputus
c. Hasan keturunannya keluarga Hasan al-Wara

d. Ahmad, mempunyai lima orang anak laki:

1) ‘Umar
keturunannya terputus
2) ‘Ali

3) Muhammad Kadad, mempunyai seorang anak bernama Umar, dan Umar dikaruniai dua orang anak laki:
a) ‘Ali (keturunannya terputus tahun 1104 H)
b) Ahmad al-Chanam (keturunannya keluarga Chaneman di Tarim, Jawa, Palembang)
4) Abubakar, mempunyai dua orang anak laki:
a) ‘Ali (kakek keluarga Maula Ahlih di Qasam)
b) Muhammad Basuyud (kakek keluarga al-Hamil di Ghaizhah, India)
5) ‘Abdullah, mempunyai tiga orang anak laki:
a.     Muhammad
b.     Ahmad (keturunannya keluarga al-Huut)
c.     Abubakar (keturunannya keluarga al-Ghaizhah, al-Ba'ali)


KELUARGA SYAIKH ALI BIN SYAIKH MUHAMMAD AL-FAQIH AL-MUQADDAM
Syaikh ‘Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, wafat tahun 673 H, mempunyai seorang anak bernama Hasan Atturobi (wafat di Tarim tahun 761 H).
Hasan bin Syaikh Ali Atturobi mempunyai seorang anak laki bernama Muhammad Assadullah, wafat di Tarim tahun 778 H, mempunyai enam orang anak laki:
1. ‘Abdullah

2. ‘Ali
keturunannya sedikit dan terputus
3. Husin

4. Abibakar Basyaiban, mempunyai dua orang anak:
a. Muhammad (keturunannya sedikit dan terputus)
b. Ahmad (keturunannya keluarga Basyaiban di Qasam)
5. Ahmad, wafat di Aden tahun 821 H, mempunyai empat orang anak laki:
a. Muhammad (kakek keluarga Mahmul)
keturunannya terputus
b. Husin (kakek keluarga al-Khuyul)

c. Hasan (kakek keluarga Syanbal di Makho, Zili', Makkah)
d. ‘Ali, mempunyai tujuh orang anak laki:

1) Muhammad

2) ‘Umar

3) Husin
keturunannya terputus
4) ‘Abdullah

5) Syech

6)’ Alwi al-Syatiri, mempunyai empat orang anak laki:
a.     Abubakar
b.     ‘Ali
c.     Muhammad, wafat di Aden tahun 897 H (hafal Ihya Ulumuddin), keturunannya di Aden, Lihij.
d.     ‘Umar, mempunyai tiga orang anak laki:
1. Hasyim
keturunannya di Zili', Lihij
2. Muhammad

3. Ahmad, mempunyai lima orang anak:
a.     ‘Abdullah (keturunannya di Sawahil)
b.     ‘Ali (keturunannya di Jeddah, Lihij)
c.     ‘Alwi (keturunannya di India)
d.     Barakat (keturunannya di Syihir, Malaysia)
e.     Muhammad (keturunannya di Tarim)
7) Abubakar al-Habsyi, wafat di Tarim tahun 857 H, mempunyai seorang anak bernama ‘Alwi, dan ‘Alwi mempunyai lima orang anak laki:
a.     Husin (keturunannya terputus)
b.     Ahmad (keturunannya di Habasyah)
c.     Muhammad al-Akbar (keturunannya terputus)
d.     ‘Ali (keturunannya di Madinah)
e.     Muhammad al-Asghor, wafat di Tarim tahun 874 H, mempunyai empat orang anak laki:
1.     ‘Umar (keturunannya di Tarim terputus)
2.     ‘Ali (keturunannya di Makkah)
3.     ‘Abdurahman (keturunannya di Tarim)
4.     Ahmad shohib Syi'ib, wafat di Hasisah tahun 1038 H, mempunyai Sembilan orang anak laki:
a.     ‘Umar
b.     ‘Idrus
c.     Syech
d.     Husin, mempunyai dua orang anak laki:
i) Shodiq (keturunannya di Hadramaut, Surabaya, Malaka)
ii) Muhammad (keturunannya di Makkah)
e. Hasan (keturunannya al-Rausyan di Seiwun, Semarang)
f . Hadi, mempunyai dua orang anak laki:
i) ‘Abdurahman (wafat di Tarim tahun 1098 H, keturunannya di Seiwun, Bor, Taribah, Sahil)
ii) ‘Idrus (keturunannya di Seiwun di antaranya keluarga Syabsyabah di Madinah, Singapura)
(g) Hasyim, wafat di Syi'ib tahun 1038 H, mempunyai dua orang anak:
i) ‘Aqil (keturunannya di Dzi Asbah, Semarang, Palembang, Banjarmasin)
ii) Ahmad (wafat di Bor tahun 1115 H, keturunannya di Aceh, Trengganu, Banjarmasin, Zhufar, Syihir, Makasar)
(h) Muhammad, mempunyai seorang anak bernama Isa wafat di Hanfar.
(i) ‘Alwi, mempunyai dua orang anak laki:
i) ‘Idrus (keturunannya di Ahsa', Qathif)
ii) Zein, wafat di Ghurfah tahun 1100 H, mempunyai dua orang anak:
(a) Husin (keturunannya di Ghurfah)
(b) Ahmad shohib Khala' Rasyid (wafat tahun 1144 H)
Ahmad bin Zein shohib Khala' Rasyid, mempunyai delapan orang anak:
- ‘Umar

- ‘Ali

- ‘Abdullah
keturunannya terputus
- ‘Alwi

- Hasan

- Abubakar

- Muhammad (keturunannya di Ghurfah, Jawa, Madinah)
- Ja'far, wafat di Khala' Rasyid tahun 1290 H, mempunyai empat orang anak laki:

Salim (keturunannya terputus)
‘Ali
keturunannya di Khala' Rasyid
Husin

Ahmad (keturunannya di Khala' Rasyid)
6. Hasan al-Mu’alim, wafat di Tarim tahun 757 H, mempunyai dua orang anak laki:
a. Ahmad al-Mu’alim (keturunannya terputus)
b. Muhammad Jamalullail Bahasan, wafat di Tarim tahun 845 H, mempunyai dua orang anak laki bernama:
1) ‘Abdullah, wafat di Tarim tahun 997 H, mempunyai seorang anak bernama Ahmad, dan Ahmad mempunyai empat orang anak laki:
a.     Sahal (kakek keluarga Bin Sahil di Tarim)
b.     ‘Abdurahman (keturunannya di Tarim)
c.     ‘Abdurahman Bahasan (keturunannya di Aceh, Asia)
d.     Muhammad, mempunyai seorang anak bernama Aqil.
2) ‘Ali, mempunyai lima orang anak laki:
a.     Muhammad
b.     ‘Alwi keturunannya terputus
c.     Abubakar
d.     ‘Abdurahman, mempunyai dua orang anak laki:
(1) Muhammad (keturunannya terputus)
(2) Ahmad, mempunyai seorang anak bernama Salim, Salim mempunyai anak bernama Muhammad al-Maghrum, Muhammad al-Maghrum mempunyai dua orang anak yaitu:
(a) ‘Abdurahman
(b) ‘Abdullah Bahasan al-Maghrum, mempunyai empat orang anak laki:
                                                                                                      i.        Muhammad al-Buuri (keturunannya keluarga Bahasan di Madinah)
                                                                                                     ii.        ‘Aqil al-Qadri (keturunannya keluarga al-Qadri di Gail binYamin)
                                                                                                    iii.        Salim, mempunyai dua orang anak:
(i) Abubakar (keturunannya di Syihir, Malabar Pekalongan, Sawahil)
(ii) Muhammad al-Qadri (keluarga al-Qadri di Malaka, Syihir, Pontianak)
iv) Ahmad (keturunannya di Sawahil)
e. Hasan, mempunyai tiga orang anak laki:
1.     Abubakar al-Ghusnu (keturunannya di Tarim, terputus)
2.     Muhammad Hamdun (keturunannya di India, Aden)
3.     Harun, wafat di Tarim tahun 1005 H, mempunyai empat orang anak laki:
a.     Ahmad (keturunannya keluarga Baharun di Makho)
b.     ‘Abdurahman (keturunannya terputus)
c.     ‘Ali (keturunannya keluarga Baharun di Tarim)
d.     ‘Abdullah, mempunyai enam orang anak laki:
i) Harun (keturunannya terputus)
ii) Muhammad al-Akbar (keturunannya sedikit)
iii) ‘Abdurahman

iv) Muhammad al-Asghor
keturunannya keluarga Baharun di India, Melayu, Syihir
v) Hasan

vi) ‘Umar, mempunyai dua orang anak laki:
(i) ‘Ali al-Sirri (kakek keluarga al-Siri di Tarim)
(ii) Abubakar al-Junaid (keluarga al-Junaid di Tarim)

KELUARGA SYAIKH ALWI BIN SYAIKH MUHAMMAD SHAHIB MARBATH
Syaikh Alwi dikenal dikenal dengan Ammul Faqih, wafat di Tarim tahun 613 H, dikaruniai empat orang anak laki:
1.     ‘Abdullah (keturunannya terputus)
2.     Ahmad (anaknya Fathimah ibu dari Ali dan Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam)
3.     ‘Abdul Malik (keturunannya dikenal dengan keluarga Azhamat Khan/wali songo)
4.     Abdurahman, (mempunyai seorang anak bernama Ahmad)
Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammul Faqih, mempunyai tiga orang anak laki:
a. Muhammad An-Nuqa'i
b. Abdullah, mempunyai dua orang anak laki:
1) Abubakar al-Fakher, mempunyai dua orang anak:
a) Muhammad (keturunannya sedikit dan terputus)
b) ‘Ali, wafat di Tarim tahun 838 H, mempunyai seorang anak bernama ‘Alwi yang dikenal dengan Auhaj, ‘Alwi mempunyai tiga orang anak
1) Ahmad al-Wa'izh, wafat di Tarim (kakek Aal Auhaj di Lihij)
2) ‘Ali, kakek keluarga al-Baiti Auhaj di Bait Maslamah.
3) ‘Abdullah al-Qurdi, kakek keluarga Auhaj di Lijij, Hanfar Yaman.
2) Muhammad, mempunyai tiga orang anak laki:
a) Hasan Ath-Thowil, mempunyai dua orang anak laki:
(1) Muhammad, kakek keluarga Bahasan al-Khudaili di Qoroh, India, Surat.
(2) Ahmad al-Mualim, keturunannya keluarga:
(a) Baafuk,
(b) Baqirwasy,
(c) al-Walaj
(d) Basurroh, di Hinan, Du'an, Lisir.
b) ‘Ali Shohib al-Huthoh, wafat tahun 830 H, mempunyai seorang anak Bernama Muhammad Shahib ‘Aidid (wafat di Tarim tahun 862 H), mempunyai empat orang anak laki bernama:
(1) ‘Alwi Bafaqih (keturunannya di Tarim, terputus)
(2) ‘Abdullah, mempunyai dua orang anak laki:
(a) Husin (keturunannya di Qamar)
(b) Ahmad, mempunyai dua orang anak:
i) Sulaiman (keturunannya di Lihij, Syihir, Makkah, Hanfar)
ii) ‘Ali, mempunyai dua orang anak laki:
(i) ‘Abdurahman
(ii) Muhammad, mempunyai lima orang anak:
1.     Ahmad
2.     Umar (keturunannya di India)
3.     Husin (keturunannya di Kunur)
4.     Abu Bakar (keturunannya di Qaidun, India)
5.     Ali. (keturunannya di Khuraibah, Syibam, Jawa)
(3) ‘Abdurahman Bafaqih, (keturunannya keluarga Zein dan Athoyyib di Surat, Syihir, Gail, Bawazir)
(4) ‘Ali ‘Aidid, wafat tahun 919 H, mempunyai tiga orang anak laki:
a.     Muhammad al-Mahjub, (keturunannya keluarga Aidid di India, Malabar, Asia, Pulau Penang)
b.     ‘Abdullah, (keturunannya di Yaman, Sumba, Syihir)
c.     ‘Abdurahman, wafat tahun 976 H, keturunannya keluarga Aidid di Tarim.
c) Ahmad Masrafah, mempunyai tiga orang anak laki:
1) Hasan Basakutah (keturunannya terputus)
2) Faraj, mempunyai empat orang anak laki:
a.     Abu Bakar (keturunannya terputus)
b.     Alwi (mempunyai dua orang anak di Qalb)
c.     Umar (keturunannya keluarga Bafaraj di Habsyah)
d.     Abdullah, wafat tahun 872 H, ketur. di Zili', Jawa, Tarim.
3) Abubakar, mempunyai dua orang anak laki:
(a) ‘Abdullah
(b) Ahmad al-Haddad (kakek keluarga al-Haddad)
Ahmad bin Abubakar mempunyai seorang anak bernama Alwi, Alwi mempunyai seorang anak bernama Muhammad. Muhammad mempunyai dua orang anak laki:
i) ‘Alwi, keturunannya di India
ii) ‘Abdullah, mempunyai dua orang anak:
(i) ‘Abdurahman
(ii) Ahmad al-Hadad, mempunyai seorang anak bernama Muhammad. Muhammad mempunyai dua orang anak laki:
- Salim (keturunannya terputus)
- ‘Alwi, wafat di Tarim tahun 1072 H, mempunyai Empat orang anak laki:
1.     Hamid
2.     ‘li, keturunannya di Surat, Malabar
3.     ‘Umar, keturunannya di Bihan, India, Jawa, Seiwun.
4.     ‘Abdullah al-Hadad (shohibur Ratib), wafat di Tarim tahun 1132 H.
al-Quthub A’bdullah bin Alwi al-Haddad, mempunyai enam orang anak laki:
1.     Zainal Abidin
2.     Hasan, wafat di Tarim tahun 1188 H, anaknya Ahmad.
3.     Salim
4.     Muhammad, keturunannya di Tarim
5.     ‘Alwi, wafat di Makkah tahun 1153 H, keturunannya di Tarim
6.     Husin, wafat di Tarim tahun 1136 H keturunannya di Aman, Sir, Gujarat.
c. ‘Alwi, mempunyai dua orang anak laki:
1) ‘Abdullah (keturuannya terputus)
2) Ahmad, mempunyai dua orang anak:
a) ‘Abdullah, mempunyai tiga orang anak laki:
(1) Sa’ad (kakek keluarga Basaad di Moza')
(2) ‘Isa Babathinah (keturunannya terputus di Zili', Syihir, India)
(3) Hasyim (keturunannya keluarga Ba Hasyim di Bor, Habasyah, Jawa, Melayu, Banjarmasin)
b) ‘Abdurahman (shohib masjid Babathinah), mempunyai empat orang anak laki
(1) Ahmad Khodijah (keturunannya di Lihij, Qalb)
(2) ‘Umar Ahmar al-Uyun (keturunannya kel. Haiqan, An-Nadhir)
(3) ‘Ali Syanhazi, mempunyai dua orang anak:
i) ‘Abdullah (keturunannya terputus)
ii) Muhammad Smith(keturunannya keluarga Smith di Tarim)
(4) Muhammad Maghfun, mempunyai tiga anak:
i) Ahmad
ii) ‘Abdurahman (keturunannya keluarga Thohir di Masilah)
iii) ‘Abdullah (‘Abud), mempunyai seorang anak Muhammad Ba'bud Maghfun (wafat di Tarim tahun 1257 H, keturunannya di Bor, Pekalongan)










BIOGRAFI SINGKAT TOKOH ULAMA ALAWIYIN DI HADRAMAUT

1. Ali al-Uraidhi bin Ja'far al-Shodiq.
Imam Ali bin Ja'far al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib mempunyai gelar Abu Hasan, beliau adalah mataharinya ahlul-bait dan bulannya keturunan Rasulullah saw. Nama lain beliau adalah Ali al-Uraidhi yaitu nama tempat yang terletak empat mil dari kota Madinah al-Munawwarah. Di kota itu beliau menetap dan di sana pula beliau meninggal (tahun 210 Hijriyah) dan dikuburkan.
Imam Ali al-Uraidhi adalah anak bungsu dari anak-anak Imam Ja'far al-Shodiq, ia masih kecil ketika ayahnya wafat. Semasa hidupnya ia menuntut ilmu kepada ayahnya dan saudaranya Imam Musa al-Kadzim dan Hasan bin Zaid bin Ali Zainal Abidin, hingga kepandaian beliau melebihi saudara-saudaranya sendiri. Sedangkan murid beliau adalah anaknya sendiri Muhammad dan Ahmad serta cucu beliau Abdullah bin Hasan bin Ali al-Uraidhi dan cucu saudaranya Ismail bin Muhammad bin Ishaq bin Ja'far al-Shodiq serta ahli qiroat Imam al-Bazi. Imam Ali al-Uraidhi dikaruniai umur panjang sehingga dapat memberikan cucu kepada ayahnya.
Imam Ali al-Uraidhi adalah seorang pemimpin kaum syarif dan syaikhnya Bani Hasyim di kota Uraidh, beliau tempat bertanya berbagai masalah agama, termasuk saudaranya sendiri Imam Musa al-Kadzim. Beliau hidup sampai masa al-Hadi Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa al-Kadzim. Anak-anak Imam Ali dikenal dengan al-Uraidhiyun yang banyak mendiami daerah Uraidh, Kuffah dan Qum. Anak-anak beliau:
1. Ja'far, mendapat keturunan dari anaknya Ali.
2. Hasan, mendapat keturunan dari anaknya Abdullah yang terdapat di Madinah, Mesir, Iraq dan negeri lainnya.
3. Ahmad Asy-Sya'roni, mendapat keturunan dari anaknya Muhammad yang terdapat di Iraq yang dikenal dengan Bani Jiddah, Basiron dan Thobariyah.
4. Muhammad An-Naqib.
2. Muhammad al-Naqib bin Ali al-Uraidhi.
Imam Abu Abdillah, Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan di kota Madinah al-Munawwarah, dibesarkan dan dididik oleh ayahnya Ali al-Uraidhi hingga ayahnya wafat. Beliau tidak pernah berpergian dan berpisah dari ayahnya kecuali setelah ayahnya wafat. Imam Muhammad bin Ali al-Uraidhi adalah seorang pemimpin yang sempurna. Para ulama sepakat atas kepemimpinannya, kewibawaannya, ilmunya, amalnya, kewara'annya, karena itulah Imam Muhammad digelari dengan al-Naqib (pemimpin). Beliau orang yang banyak beribadah, dermawan, tidak suka ketenaran.
Beliau yang pertama kali pindah dari kota Madinah ke kota Iraq dan menetap di Basrah. Beliau dikaruniai banyak keturunan diantaranya: al-Muhaddits Yahya bin Husin bin Isa Arrumi bin Muhammad An-Naqib, Abu Turab Ali bin Isa al-Akbar, Abu Fawaris Ja'far bin Hamzah bin Husin bin Musa bin Isa al-Akbar, Ishaq bin Isa al-Akbar, Muhammad bin Muhsin bin Muhammad bin Husin, Isa bin Muhammad bin Husin.
3. Isa bin Muhammad al-Rummi
Imam Isa bin Muhammad Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang imam besar ilmu agama. Beliau dibesarkan dan dididik ilmu hadits, ilmu fiqih dan ilmu agama lainnya oleh ayahnya Imam Muhammad bin Ali al-Uraidhi.
Imam Isa bin Muhammad mempunyai kulit berwarna putih kemerah-merahan yang merupakan sebaik-baiknya warna, sebagaimana perkataan Imam Ali bahwa warna kulit Rasulullah adalah putih kemarah-merahan.
Beliau juga dinamakan Ar-Rumi dan An-Naqib, karena beliau mempunyai rupa putih kemerah-merahan seperti pria yang berasal dari negara Rum dan beliau juga sebagai seorang pemimpin para kaum syarif yang selalu menjaga dan menjamin keamanan kaumnya, dan nama beliau juga merupakan nama salah satu nabi yaitu nabi Isa alaihi salam. Adapun gelar yang lain yaitu al-Azraq, karena beliau mempunyai mata yang berwarna biru. Imam Isa bin Muhammad dikaruniai tiga puluh orang anak laki-laki dan lima orang anak perempuan.
4. Ahmad bin Isa (al-Muhajir)
Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja'far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, ketika menyaksikan terjadinya fitnah, bencana dan kedengkian telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli bid'ah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyin dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan, banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin serta banyaknya pembunuhan, sebagaimana telah disebutkan oleh Ash-Shuli: " Sesungguhnya jumlah orang yang terbunuh pada musibah yang terjadi sebanyak 1,5 juta orang, diantaranya seorang pembesar dari mereka yaitu Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin", di samping itu mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah , maka disebabkan oleh hal-hal tersebut beliau hijrah dari negeri Iraq ke negri Hadramaut sebagaimana kakeknya Rasulullah saw hijrah dari Makkah ke Madinah.
Imam Ahmad dari Basrah hijrah ke kota Madinah pada tahun 317 Hijriyah yang selanjutnya menuju kota Makkah, kemudian berpindah ke Yaman Hadramaut. Di Hadramaut merupakan akhir perjalanan Imam Ahmad bersama anak dan keturunannya yang akhirnya beliau menetap di sana.
Imam Ahmad bin Isa pindah dari Basrah ke Hadramaut bersama anaknya Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi (kakek dari Bani Alawi), Jadid ( kakek dari Bani Jadid) dan Basri (kakek dari Bani Basri). Mereka semua adalah orang-orang yang mulia, ulama yang mengamalkan ilmunya.
Menurut al-Allamah Muhammad bin Salim al-Bijani dalam kitabnya " al-Asy'ah al-Anwar " jilid 2 halaman 82 mengatakan bahwa: " Sesungguhnya dari kalangan keluarga Ali yang pertama kali datang ke Hadramaut adalah al-Muhajir Ahmad bin Isa. Beliau hijrah dari Basrah menuju Madinah bersama keluarganya yang berjumlah 70 orang ".
Ikut serta bersama Imam Ahmad hijrah dari kota Basrah ke kota Madinah kakek dari Bani Ahdal (keturunannya antara lain Ali bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Jamzam bin Auf bin Imam Musa al-Kadzim) dan kakek dari Bani Qudaim ( diantara keturunannya adalah Muhammad Jawad bin Ali Ar-Ridho bin Imam Musa al-Kadzim), sedangkan anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.
Pada tahun 318 Hijriyah, Imam Ahmad bin Isa menunaikan ibadah haji. Dari Makkah beliau pergi ke Hajrain Hadramaut dan membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudia beliau pindah ke daerah Husaisah yang jaraknya kira-kira setengah marhalah dari Tarim dan terletak sebelah Timur Syibam.
Berkata Muhammad bin Salim: " Daerah yang pertama kali disinggahi Imam Ahmad adalah Jubail di mana penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka menerima dengan senang hati kedatangan Imam Ahmad. Negeri Jubail terletak di Wadi Du'an yang penduduknya bermadzhab Ahlussunnah dan Syi'ah yang dikelilingi oleh penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari suku Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Imam Ahmad pindah ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat. Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata".
Dalam majalah Al-Rabithah jilid 5 halaman 296 dijelaskan bahwa: " Imam Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut tidak untuk mencari kekayaan dunia, karena di Hadramaut tidak ada sesuatu untuk dicari. Barang siapa mendengar berita tentang negeri Hadramaut, maka dapat dikatakan bahwa Sayid Ahmad bin Isa dan keturunannya tidaklah hijrah dari negeri Iraq yang subur ke negeri yang tandus dan tidak dapat ditemukan adanya banyak makanan, akan tetapi beliau hijrah bersama keluarga dan anaknya karena menjaga diridan agamanya dari fitnah dan kekejaman bala tentara kerajaan ".
Sehubungan dengan hal di atas, berkata Imam Fadhol bin Abdullah bin Fadhol: "Barangsiapa yang tidak berkhusnuzhon terhadap keluarga Bani Alawi, baginya tidak akan diberikan kebaikan". Imam Ahmad bin Isa wafat pada tahun 345 hijriyah.
5. Ubaidillah bin Ahmad bin Isa
Syaikhul Islam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja'far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan di Basrah, dibesarkan dalam lingkungan para ahli ilmu. Guru beliau adalah ayahnya sendiri Imam Ahmad bin Isa. Pada tahun 317 hijriyah beliau mengadakan perjalanan ke Makkah dan sekaligus menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Syaikhul Islam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa seorang yang hafal hadits, para ulama banyak meriwayatkan hadits darinya. Beliau juga merupakan ulama kenamaan di zamannya. Harta kekayaan beliau berupa perkebunan yang subur dan luas.
Beliau mempunyai tiga orang anak yang bernama Alwi, Jadid dan Basri. Alwi mempunyai keturunan yang tersebar di Hadramaut yang dikenal dengan nama Abi Alawi. Keturunan Imam Alwi banyak yang yang menjadi ulama, sulthon dan menteri, sedangkan keturunan dari keluarga Jadid dan keluarga Basri hanya sedikit dan terputus pada awal abad ke tujuh hijriyah.
Dari keluarga Basri terdapat seorang ulama besar bernama Syaikh Salim Basri yang manakibnya dapat dibaca pada kitab al-Thobaqat al-Asnawi dan kitab al-Nuzhah al-Uyun Fi Tarikh al-Thowaif"
Dari keluarga Jadid terdapat seorang ulama yaitu al-Imam al-Muhaddits Abi Jadid yang wafat di Makkah pada tahun 630 hijriyah. Manakib beliau dapat dibaca dalam kitab al-Nafhah al-Anbariyah.
Keluarga Alwi meneruskan keturunannya yang diberkahi Allah. Gelar Alawi bernisbah kepada kakek mereka Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Gelar tersebut terdapat pula di Yaman, bagian Barat Jazirah Arab dan Saudi Arabia dengan sebutan Bani Alawi, Ba'alawi atau Ibnu Alawi, akan tetapi umumnya dikenal dengan nama Alawiyin. Di negeri Maghrib gelar tersebut dikenal dengan al-Alawiyah, dan gelar itu digunakan oleh keturunan Hasan bin Qasim al-Hasani.
Di antara keramat Imam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa ialah beliau dapat menyembuhkan penyakit yang diderita seseorang hanya dengan mengusap badan orang yang sakit dengan kedua tangannya.
Imam Ubaidillah bin Ahmad hijrah ke Sumul dan menghadiahkan tanah subur yang terletak di tepi sungai kepada maulanya Ja'far bin Mukhoddam. Imam Ubaidillah bin Ahmad menetap dan menikah di Sumul serta wafat di sana pada tahun 383 hijriyah.
6. Alwi bin Ubaidillah (Abu Alawi).
Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja'far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan dan dibesarkan di Hadramaut. Beliau seorang Hafidz Alqur'an dan sibuk dalam menuntut ilmu baik di Hadramaut maupun di makkah dan Madinah. Beliau dinamakan Alwi berdasarkan nama seekor burung yang terkenal keindahannya.
Imam Alwi seorang yang alim dalam berbagai cabang ilmu, banyak mengerjakan shalat dan berpuasa, bersedekah, berbuat baik dan lemah lembut kepada kaum fakir dan miskin, teguh dalam menjalankan perintah agama, mempunyai kemuliaan yang sempurna, syekhnya kaum arifin, seorang faqih yang zuhud.
Beliau menunaikan ibadah haji bersama saudaranya Jadid dan orang-orang dari keluarga pamannya, kerabat dekat dan sahabatnya. Jumlah yang ikut serta dalam menunaikan ibadah haji bersama beliau sekitar delapan puluh orang laki-laki yang tidak satupun diantara mereka yang membawa perbekalan. Selama perjalanan pergi menuju tanah suci sampai pulang kembali ke Hadramaut semua keperluan rombongan ditanggung olehnya, bahkan beliau membelikan hadiah juga kepada mereka untuk dibawa pulang kepada keluarga mereka.
Keturunan beliau tersebar ke seluruh penjuru dunia, nasab beliau terkenal seperti matahari yang bersinar di siang hari dan terangnya cahaya bulan di malam hari.
Di Suria terdapat suatu kaum yang diberi gelar Alawiyin, akan tetapi gelar tersebut dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang berkhidmat kepada Imam Ali, nasab mereka tidak bersambung kepada Imam Ali, mereka dinamakan kaum Mutawalah atau Mutawaliyah dan kaum Nashiriyah.
Di Sanqit, suatu daerah di negeri Maghrib terdapat pula orang-orang yang menggunakan gelar Alawi. Nasab mereka bersambung kepada Muhammad al-Hanafiah bin Ali bin Abi Thalib dan sebagian ada juga yang bersambung kepada Imam Hasan.
Menurut Syaikh Ar-Rabwah Abu Abdillah Muhammad bin Abi Thalib al-Anshori al-Damsyiqi dalam kitabnya Nuhbah al-Dahr cetakan Leipzig tahun 1920 masehi dikatakan bahwa: 'Hijrahnya kaum Alawi ke beberapa negara terjadi pada masa khalifah Usman bin Affan'
Imam Alwi wafat di Hadramaut, dikaruniai seorang putra yang bernama Muhammad.
7. Basri bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.
Beliau adalah saudara kandung Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja'far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Beliau dilahirkan di Basrah, dididik oleh ayahnya, seorang yang haus akan ilmu, mahir dalam ilmu bahasa Arab dan ilmu hadits, seorang faqih, zuhud, wara', berakhlaq mulia.
Syaikh Salim bin Basri seorang waliyullah yang keramatnya khawariq dan seorang ulama yang khawas adalah keturunan Imam Basri bin Ubaidillah. Suatu ketika seorang Sultan mengumpulkan para ulama dan berkata: Pilihlah untukku seorang yang paling baik. Maka dipilihlah beberapa orang dari ahli Tarim. Sultan berkata lagi: Pilihlah dari mereka yang terbaik. Maka dicarilah dari mereka yang terbaik. Sultan berkata lagi: Berikan kepadaku orang yang mulia. Maka diberikanlah kepada sultan orang yang paling mulia. Kemudian Sultan berkata: Pilihlah dan berikan kepadaku satu diantara mereka yang paling mulia. Maka para ulama memilih Syaikh Salim bin Basri.
Berkata Syaikh Muhammad Syilih: 'Imam Salim bin Basri semasa hidupnya belajar kepada Syaikh Salim bin Fadhol Bafadhol dan dia bepergian ke Yaman dan Hijaz untuk menuntut ilmu kepada ulama kedua negeri tersebut'.
Di antara murid beliau adalah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawi, Ibnu Abi al-Hub, Syaikh Ali Bamarwan, al-Qadhi Ahmad Ba'isa, Syaikh Ali bin Muhammad Khotib. Syaikh Salim bin Basri wafat tahun 604 hijriyah, bersamaan dengan wafatnya Imam Ali bin Yahya bin Maimun al-Hadrami.
8. Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.
Imam Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja'far al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib lahir di Hadramaut. Beliau dididik dan belajar ilmu agama kepada ayahnya Imam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa dan saudaranya Alwi dan Basri sehingga menjadi seorang yang ahli dalam ilmu sastra. Dinamakan Jadid karena kakeknya pindah dari Basra ke tempat yang baru bernama Hadramaut.
Pada zamannya Imam Jadid bin Ubaidillah yang menonjol dibandingkan dengan ulama lainnya terutama di bidang ilmu hadits dan ilmu tafsir. Ketika ke Aden, beliau bertemu dengan Qadhi kota tersebut yang bernama Syaikh Ibrahim bin Ahmad al-Qurdi dan belajar ilmu pengobatan kepadanya. Imam Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa wafat di kota Sumul, salah satu keturunannya Imam Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid.
Imam Ali bin Muhammad dan saudara Abdul Malik bin Muhammad mengadakan perjalanan ke kota al-Wajiz untuk berziarah kepada Syaikh Mudapa' bin Ahmad al-Muaini untuk belajar tasawuf dan beliau dinikahkan kepada anak perempuannya. Manakib kedua ulama tersebut terdapat dalam kitab " al-Athoyya al-Saniyah Fi al-Manaqib al-Yamaniah " karangan Abdul Malik al-Ghusani..
Berkata al-Sakhowi dalam kitabnya al-Maqasid al-Hasanah: telah mengkhabarkan kepada kami Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Jadid al-Husaini, Barang siapa mendengar muadzin berkata Ashadu anna Muhammad Rasullullah, maka jawablah dengan: Marhaban Ya Habibi, qurrotu Aini, Muhammad bin Abdillah saw.
Selain belajar di kota al-Wajiz, Imam Ali bin Muhammad belajar juga ke kota Makkah dengan Ibnu Abi al-Shoif al-Yamani, hal tersebut merupakan perjalanan terakhir beliau dan wafat di Makkah.
9. Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah.
Imam Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja'far al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib lahir di kota Sumul tahun 390 hijriyah. Di Sumul kaum Alawi mempunyai suatu kampung yang dinamakan kampung Alawiyah yang mempunyai bangunan yang tinggi dan kamar yang luas. Kemudian beliau pindah ke Bait Jabir yang mempunyai tanah pertanian yang luas dan dibesarkan di kota tersebut.
Imam Muhammad adalah seorang pemimpin kaum arifin yang selalu mengajak kaumnya ke jalan para salaf, hafal alquran dan kitab lainnya. Beliau belajar ilmu fiqih kepada anak pamannya Ubaidillah bin Basri dan ulama-ulama dari Bani Basri dan Bani Jadid serta ulama lainnya, bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu yang bermanfaat sehingga menguasai ilmu fiqih, hadits dan tasawuf, mengisi waktunya dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, menolong orang-orang yang teraniaya, rajin memberi sedekah, pemimpin kaum mujtahid, wara', selalu bertafakkur terhadap ciptaan Allah.
Dari keturunan beliau banyak yang menjadi ulama, faqih dan muhaddits. Imam Muhammad wafat pada tahun 446 hijriyah dalam usia 56 tahun di Bait Jubair.
10. Alwi bin Muhammad bin Alwi.
Imam Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib lahir di Bait Jubair suatu daerah yang mempunyai udara yang sejuk dan bersih serta air yang menyegarkan. Di sana keluarga Alawiyin mendirikan masjid yang dinamakan At-Taqwa.
Imam Alwi mempunyai dua orang anak , pertama bernama Salim (tidak mempunyai keturunan) dan yang kedua bernama Ali yang dikenal dengan Khali' Qasam. Imam Alwi bin Muhammad besar dalam didikan ayahnya Imam Muhammad bin Alwi. Beliau adalah seorang syaikhnya (guru besar) kaum ulama dan Fudhola yang berjalan di atas lintasan jalan yang lurus.
Imam Alwi bin Muhammad wafat pada tahun 512 hijriyah dan dimakamkan di Bait Jubair.
11. Ali bin Alwi bin Muhammad (Khali' Qasam)
Imam Ali bin Alwi bin Muhammad yang dikenal dengan Khali' Qasam lahir di Bait Jubair yang merupakan salah satu tempat yang diberkahi oleh Allah. Di sana beliau membeli sebidang tanah seharga dua puluh ribu dinar dan dinamakan Qasam. Nama tersebut merupakan nama suatu daerah kakeknya Ahmad bin Isa di Basrah. Di tanah tersebut dibangun rumah beliau yang dikelilingi dengan tanah pertanian yang subur dan daerah tersebut dinamakan Khali' Qasam serta banyak didiami oleh para penduduk.
Imam Ali bin Alwi adalah orang pertama dari kalangan keluarga Alawiyin yang datang ke kota Tarim, di mana sebelumnya beliau sering mengunjungi ke kota tersebut. Beliau tinggal di kota Tarim sejak tahun 521 hijriyah bersama anak keturunan pamannya dari keluarga Basri dan keluarga Jadid. Di kota Tarim mereka mendirikan sebuah masjid yang dikenal dengan nama masjid Bani Ahmad yang terakhir dikenal dengan nama masjid Bani Alawi. Masjid tersebut dari tahun ke tahun terus diperbaharui diantaranya oleh Muhammad Shahib Marbath dan Umar Muhdhar.
Imam Ali bin Alwi dibesarkan dan dididik dalam asuhan ayahnya Imam Alwi bin Muhammad. Beliau adalah pemimpin kaum Alawiyin yang dikaruniai Allah ketajaman mata hati, hafal Alqur'an dan menguasai berbagai macam cabang ilmu, sangat dermawan, tawadhu' dalam berbicara maupun bertindak serta berpakaian, ia tidak terlihat lebih menonjol dari yang lain. Jika beliau duduk bersama kaum khawas maupun kaum awam, orang tidak mengenali kalau beliau adalah seorang yang mempunyai kemuliaan yang tinggi, beliau melebur menjadi satu dengan dengan kumpulan jamaah tersebut.
Imam Ali bin Alwi merupakan pemimpin kaum Alawiyin pada zamannya. Beliau diberi kemuliaan dapat melihat dan berdialog langsung dengan Rasulullah saw serta meminta petunjuk ketika beliau menghadapi suatu masalah yang berat. Pada saat beliau sedang membaca: assalamu'alaika ayyuhan nabi warahmatullah wabarakatuh, maka Rasulullah menjawab salamnya: wa alaika salam ya syaikh wa rahmatullahi wabarakatuh. Hal tersebut terjadi tidak saja beliau sedang melaksanakan shalat, tapi juga dalam keadaan di luar shalat.
Syaikh Abdul Wahab al-Sya'rani dalam kitabnya al-Tanbieh mengatakan: 'Salah satu peristiwa yang dihadapi oleh suatu kaum, ketika mereka sholat di samping kubur Nabi dan mereka membaca shalawat Nabi dalam shalatnya itu, mereka mendengar jawaban dari Nabi saw '
Sebagian ulama bertanya: Karomah apa yang diwarisi oleh kaum itu sehingga mereka dapat mendengar salam dari Nabi, padahal tidak satupun dari sahabat yang mendapat jawaban salam dari kubur Nabi setelah beliau wafat, dan saya tidak melihat satupun dari mereka yang sampai pada maqam tersebut.
Sayid Ali al-Khawas berkata: 'Tidak berhak suatu kaum mendapatkan wilayah al-Muhammadiyah, jika orang tersebut tidak berkumpul dan hadir bersama Nabi saw'. Dan sebagian kebesaran Imam Ali bin Alwi, Rasulullah saw berkata kepadanya dengan kata-kata Ya Syaikh. Perkataan tersebut merupakan panggilan dalam wilayah kenabian.
Imam Ali bin Alwi wafat pada tahun 527 hijriyah dan dimakamkan di perkuburan Zanbal, Tarim. Beliau adalah orang pertama dari keluarga Alawiyin yang dimakamkan di di perkuburan Zanbal, Tarim.
12. Muhammad Shahib Marbath.
Imam Muhammad bin Ali dikenal dengan Shahib Marbath. Beliau lahir di Tarim. Ibunya ialah syarifah Fathimah binti Muhammad bin Ali bin Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Imam Muhammad bin Ali adalah kakek dari semua keturunan keluarga Alawiyin dari dua cabang, yaitu keturunan dari al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan keturunan dari paman al-Faqih Muqaddam yaitu Alwi Ammu al-Faqih.
Imam Muhammad bin Ali Shahib Marbath belajar kepada ayahnya dan beberapa ulama besar di Hadramaut, Yaman, Mekkah, Madinah. Beliau juga hafal Alqur'an, alim, banyak beribadah, mengerjakan amal kebajikan, berkhidmat untuk lingkungannya dan menguasai berrbagai cabang ilmu.
Beliau banyak mencetak ulama, diantaranya Syaikh Saad bin Ali al-Zhufari, Syaikh Ali bin Abdullah al-Zhufari, Syaikh Salim Bafadhol, Syaikh Ali bin Ahmad Bamarwan, al-Qodhi Ahmad bin Muhammad Ba'isa, Syaikh Ali bin Muhammad al-Khatib, Syaikh Muhammad bin Ali Taj al-Arifin, keempat anak beliau dan lainnya.
Imam Muhammad bin Ali tinggal di Tarim dan sering bepergian ke beberapa daerah. Beliau seorang yang dermawan, mempunyai rasa kasih sayang kepada sesama dan peduli terhadap lingkungannya, sampai-sampai beliau menginfaqkan rumahnya yang berjumlah tujuh puluh rumah.
Dari Tarim beliau pindah ke Zhufar. Kepindahannya ke Zhufar kemungkinan disebabkan karena sampainya berita tentang kaum Khawarij di Gaza yang dipimpin oleh Usman bin Ali al-Zanji al-Takriti yang haus akan darah dan membunuh para ulama dan fuqaha. Di antara ulama Tarim yang dibunuh adalah dua bersaudara bernama: Ahmad dan Yahya Ibnu Salim bin Abi Akdar. Terbunuhnya mereka karena keduanya menganut paham Ahlu Sunnah Waljamaah.
Zhufar adalah daerah yang terletak di sebelah Timur Hadramaut, yaitu Zhufar lama. Dan terdapat pula Zhufar Habuzhi dimana nama kota tersebut dinisbahkan kepada Ahmad bin Muhammad al-Habuzhi yang mendiami Zhufar baru. Di Yaman selain Zhufar tersebut terdapat pula Zhufar yang lain yaitu Zhufar San'a dan Zhufar Asrof akan tetapi yang lebih dikenal adalah Zhufar Habuzhi.
Sesudah segala bencana dan kezaliman berlalu dari Hadramaut, maka keluarga Alawiyin menguasai negeri tersebut dan berubahlah negeri itu menjadi negeri yang aman. Setelah itu banyak keluarga Alawiyin yang bepergian keluar Hadramaut di antaranya ke Sawahil, Afrika Timur, Jawa, India dan negeri lainnya.
13. Ali bin Muhammad Shahib Marbath.
Imam Ali bin Muhammad lahir di Tarim dan dibesarkan disana. Beliau ialah ayah dari Imam Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang mempunyai kemuliaan, kedermawanan, selalu mengikuti jalan para ulama Alawiyin sehingga para salafus salihin berkata beliau adalah mataharinya kaum ahlul yakin dan bulannya kaum mujtahidin.
Imam Ali bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan para ulama mujtahidin zamannya. Beliau seorang yang sangat taat dalam beribadah, baik shalat, puasa dan bersedekah, mempunyai akhlaq yang mulia, tawadhu', qana'ah. Imam Ali bin Muhammad wafat tahun 595 hijriyah.
14. Alwi bin Muhammad Shahib Marbath.
Imam Alwi bin Muhammad lahir di Tarim. Beliau adalah seorang ulama besar, pemimpin kaum Arifin, hafal alquran, selalu menjaga lidahnya dari kata-kata yang tidak bermanfaat, dermawan, cinta kepada fakir miskin dan memuliakannya, banyak senyum. Imam Alwi bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan belajar kepada beberapa ulama, diantaranya Syaikh Salim Bafadhal, Sayid Salim bin Basri, Syaikh Ali bin Ibrahim al-Khatib.
Beliau wafat pada hari Senin bulan Zulqaidah tahun 613 hijriyah, dimakamkan di perkuburan Zanbal. Beliau dikarunia empat orang anak, yaitu:
Abdullah dan Ahmad (keturunannya terputus), Abdul Malik keturunannya menyebar di India yang dikenal dengan nama Azhomat Khon (leluhur Wali Songo). Abdurahman, keturunannya keluarga al-Bahasyim, al-Bin Semith, al-Bin Thahir, al-Ba'bud Maghfun, al-Bafaraj, al-Haddad, al-Basuroh, al-Bafaqih, al-Aidid, al-Baiti Auhaj.
15. Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam.
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far Ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, Ibnu al-Batul Fathimah binti Rasulullah saw, dikenal dengan al-ustadz al-A'zham al-Faqih al-Muqaddam. Beliau adalah bapak dari semua keluarga Alawiyin, keindahan kaum muslimin dan agama Islam, batinnya selalu dalam kejernihan yang ma'qul dan penghimpun kebenaran yang manqul, mustanbituhl furu' minal ushul, perumus cabang-cabang hukum syara', yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih, syaikh syuyukhis syari'ah (maha guru ilmu syari'ah), imamul ahlil hakikat (pemimpin para ahli hakikat), sayidul thoifah ash-shufiyah (penghulu kaum sufi), murakidz dairatul wilayah ar-rabbaniyah, Qudwatul Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat), tajul a'imah al-arifin (mahkota para imam ahli ma'rifat), jamiul kamalat (yang terhimpun padanya semua kesempurnaan).
Imam Muhammad bin Ali adalah penutup para wali yang mewarisi maqom Rasulullah saw, yaitu maqom qutbiyah al-kubro (wali quthub besar). Beliau lahir tahun 574 hijriyah di kota Tarim, dididik dengan didikan Tuhannya, hafal alquran, menguasai makna yang tersurat maupun makna yang tersirat dari alquran.
Imam Muhammad bin Ali belajar fiqih Syafii kepada Syaikh Abdullah bin Abdurahman Ba'abid dan Syaikh Ahmad bin Muhammad Ba'Isa, belajar ilmu ushul dan ilmu logika kepada Imam Ali bin Ahmad Bamarwan dan Imam Muhammad bin Ahmad bin Abilhib, belajar ilmu tafsir dan hadits kepada seorang mujtahid bernama Sayid Ali bin Muhammad Bajadid, belajar ilmu tasawuf dan hakikat kepada Imam Salim bin Basri, Syaikh Muhammad bin Ali al-Khatib dan pamannya Syaikh Alwi bin Muhammad Shahib Marbath serta Syaikh Sufyan al-Yamani yang berkunjung ke Hadramaut dan tinggal di kota Tarim.
Para ulama Hadramaut mengakui bahwa al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali adalah seorang mujtahid mutlaq. Di antara keramatnya adalah: Ketika anak beliau Ahmad mengikuti al-Faqih al-Muqaddam ke suatu wadi di pertengahan malam, maka sesampainya di wadi tersebut beliau berdzikir dengan mengeluarkan suara, maka batu dan pohon serta makhluq yang ada di sekeliling tempat itu semuanya ikut berdzikir. Beliau dapat melihat negeri akhirat dan segala kenikmatannya hanya dengan melihat di antara kedua tangannya, dan melihat dunia dengan segala tipu dayanya melalui kedua matanya.
Di antara sikap tawadhu'nya, ia tidak mengarang kitab-kitab yang besar akan tetapi ia hanya mengarang dua buah kitab yang berisi uraian yang ringkas. Kitab tersebut berjudul Bada'ia Ulum al-Mukasysyafah dan Ghoroib al-Musyahadat wa al-Tajalliyat. Kedua kitab tersebut dikirimkan kepada salah seorang gurunya Syaikh Sa'adudin bin Ali al-Zhufari yang wafat di Sihir tahun 607 hijriyah. Setelah melihat dan membacanya ia merasa takjub atas pemikiran dan kefasihan kalam Imam Muhammad bin Ali. Kemudian surat tersebut dibalas dengan menyebutkan di akhir tulisan suratnya: "Engkau wahai Imam, adalah pemberi petunjuk bagi yang membutuhkannya". Imam Muhammad bin Ali pernah ditanya tentang 300 macam masalah dari berbagai macam ilmu, maka beliau menjawab semua masalah tersebut dengan sebaik-baiknya jawaban dan terurai.
Rumah beliau merupakan tempat berlindung bagi para anak yatim, kaum faqir dan para janda. Jika rumah beliau kedatangan tamu, maka ia menyambut dan menyediakan makanan yang banyak, dimana makanan tersebut tersedia hanya dengan mengangkat tangan beliau dan para tamu untuk berdoa dan meminta kepada Allah swt. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw: "Sesungguhnya para saudaraku jika ia mengangkat tangannya untuk meminta makanan, maka akan tersedia makanan tersebut dalam jumlah yang banyak".
Syaikh Abdurahman Assaqqaf berkata: "Tidak aku lihat dan aku dengar suatu kalam yang melebihi kalam Imam al-Faqih al-Muqaddam kecuali kalam para nabi". Imam al-Faqih al-Muqaddam pernah berkata kepada kaummnya: "Kedudukan saya terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Muhammad kepada kaumnya". Di lain riwayat Syaikh Abdurahman Assaqqaf berkata: "Kedudukan aku terhadap kalian seperti kedudukan nabi Isa terhadap kaumnya". Berkata Syaikh al-Kabir Abu al-Ghoits Ibnu Jamil: "Derajat kami tidak akan sampai seperti derajat Imam al-Faqih al-Muqaddam, kecuali hanya sampai setengahnya saja". Dalam salah satu kalimat yang ditulisnya kepada gurunya Syaikh Sa'aduddin, Imam al-Faqih al-Muqaddam berkata: "Aku telah dimi'rajkan ke Sidratul Muntaha sebanyak tujuh kali (di lain riwayat dua puluh tujuh kali)".
Di suatu saat Imam al-Faqih al-Muqaddam duduk bersama sahabatnya, ketika itu nabi Khidir as datang mengunjunginya dengan bentuk seperti pria badui yang kepalanya membawa keju. Maka berdiri Imam al-Faqih al-Muqaddam untuk mengambil keju tersebut lalu memakannya. Para sahabatnya yang hadir saat itu merasa heran dan bertanya: siapa dia? Maka beliau menjawab: Khidir as. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa: Allah telah mengangkat derajat al-Faqih al-Muqaddam sebagai seorang ahli hakikat dan ahli kasyaf. Ini terlihat dari isyarat keju yang dimakannya dari kepala nabi Khidir as. Keju tersebut diibaratkan sebagai buah dari hasil mujahadat para wali. Dan dijadika Imam al-Faqih al-Muqaddam bagi para wali seperti kedudukan malaikat Jibril terhadap para nabi. Syaikh Fadhal bin Abdullah Bafadhal berkata: "Banyak dari manusia yang mendapat anugerah dari Imam al-Faqih al-Muqaddam lantaran didikan dan kebaikannya khususnya dua orang syaikh al-kabir Abdullah bin Muhammad Abbad dan syaikh Said bin Umar Balhaf.
Imam Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam berdoa untuk para keturunannya agar selalu menempuh perjalanan yang baik, jiwanya tidak dikuasai oleh kezaliman yang akan menghinakannya serta tidak ada satupun dari anak cucunya yang meninggal kecuali dalam keadaan mastur (kewalian yang tersembunyi).
Beliau seorang yang gemar bersedekah, setiap hari beliau memberi sedekah sebanyak dua ribu ratl kurma kepada yang membutuhkannya, memberdayakan tanah pertaniannya untuk kemaslahatan umum. Beliau juga menjadikan isterinya Zainab Ummul Fuqoro sebagi khalifah beliau. Imam Muhammad bin Ali wafat tahun 653 hijriyah dan dimakamkan di Zanbal, Tarim pada malam Jum'at akhir bulan Dzulhijjah.
16. Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Imam Alwi bin Muhammad lahir di Tarim, beliau dibesarkan dan dididik dalam asuhan ayahnya. Di samping itu beliau juga hafal alquran, mendengar tasbihnya benda-benda mati. Ibunya ummul fuqara Zainab binti al-Faqih Ahmad bin Muhammad Shahib Marbath.
Telah diriwayatkan bahwa Imam Alwi diperintahkan ayahnya mencari rumput untuk makanan kambing, maka ia kembali ke ayahnya dan tidak jadi memotong rumput tersebut, dan berkata: "Bagaimana saya dapat memotong rumput itu, karena ketika ingin memotongnya saya saksikan rumput tersebut sedang bertasbih kepada Allah swt dan saya merasa malu untuk memotongnya".
Imam Alwi bin Muhammad mempunyai wilayah/kekuasaan mutlak yang diberikan oleh Allah swt. Allah telah mengangkat derajatnya dengan memiliki rahasia ketuhanan dan alam barzah, mengetahui kesengsaraan dan kebahagiaan seseorang, sehingga beliau berkata: "Kedudukanku adalah sama dengan kedudukan al-Junaid". al-Junaid adalah seorang pemimpin kaum sufi. Pada suatu hari ayahnya berkata kepadanya dan ketika itu ia masih kecil: "Engkau mengetahui segala kesusahan dan kebahagiaan, maka bacalah apa yang ada di keningku. Maka dibacanya sesuatu yang mengandung kebahagiaan dan diberitahukan kepada ayahnya".
Ketika Rasulullah saw berkunjung kepadanya, ia melihat Khalifah Abu Bakar dan Umar bersama Rasulullah. Imam Alwi berkata kepada Rasul: "Di manakah kedudukan kami di sisimu, wahai kakekku? Rasulullah menjawab: Di mataku. Rasul balik bertanya: Di manakah kedudukanku di sisi kalian wahai Syaikh Alwi? Imam Alwi menjawab: Di atas kepalaku. Maka berkata Khalifah Abu Bakar: Wahai Syaikh Alwi, kakek engkau belum merasa bahagia dengan menjadikan engkau di matanya dan engkau menjadikannya di atas kepalamu. Berkata Imam Alwi: Apa yang harus aku perbuat? Bersedekahlah sebanyak seratus dinar kepada para fuqara". Imam Alwi bin Muhammad selalu melindungi dan mengabulkan hajat orang, menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan , pemaaf.
Ketika ia memperlambat perkawinannya, keturunannya yang masih berada di dalam punggungnya berkata: "Kawinlah, sehingga kami dapat keluar dari punggungmu !". Berkata al-Muhaddits Imam Muhammad bin Ali bin Alwi al-Khirrid Ba'alawi dalam kitabnya al-Ghuror , telah dikabarkan kepada Syaikh Abdurahman bin Ali, seungguhnya kaum ulama al-arifin berkata: "Tiga orang dari keluarga Alawiyin yang cerdik dan doanya mustajab ialah Syaikh Alwi, anaknya Syaikh Ali dan Umar Muhdhar".
Ketika saudaranya Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam wafat, kepada beliau Rasulullah memberinya baju dan memerintahkan untuk memakaikannya sebagai kafan kepada saudaranya. Maka dipakaikannya baju tersebut kepada Syaikh Abdullah dan berkata: "Sesungguhnya saudaraku Abdullah adalah seorang wali quthub pada zamannya". Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam wafat pada malam Senin dua puluh Zulqoidah tahun 662 hijriyah. Beliau tidak mempunyai keturunan kecuali anaknya Muhammad An-nuqo'i dan Fathimah (ibu dari Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam). Muhammad An-nuqo'i ialah seorang waliyullah, beliau sering bertemu dengan nabi Khiddir as. Karena rasa takutnya kepada Allah swt beliau sering tidak sadar dan jatuh ke tanah. Imam Alwi bin Muhammad wafat pada hari Jum'at Dzulqoidah tahun 669 hijriyah.
17. Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Imam Ahmad lahir dan dibesarkan di Tarim. Di samping belajar kepada ayahnya, Imam Ahmad juga belajar kepada saudaranya Alwi dan Abdullah, karena beliau adalah anak yang paling kecil dari ayahnya. Beliau juga seorang yang hafal alquran. Imam Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam berkata: "Anakku ada lima. Alwi, Abdullah dan Abdurahman mewarisi dzatku sedangkan Ali dan Ahmad mewarisi sifatku".
Imam Ahmad selalu berjalan di atas thoriqah ayahnya, diantaranya banyak berpuasa, silaturahmi, berdzikir baik malam dan siang, sangat suka beruzlah menghindari diri dari bercampur dengan manusia. Menurut beliau, banyak bercampur dengan manusia mewariskan kebangkrutan amal. Beliau seorang yang zuhud dan tawadhu' terhadap orang yang lebih tua dan yang lebih muda.
Syaikh Sahal bin Abdullah bin Muhammad bin Hikam Baqasyir berkata: "Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah memberi berkahnya kepada nabi Muhammad saw , dan dari nabi diberikan kepada para shalihin dan orang-orang yang berziarah pertama ke makam Sayid Ahmad sambil berkata: Assalamu'laikum wahai sayid Ahmad, engkau telah mendapatkan berkah dari nabi saw dan berkah nabi dari Allah swt".
Imam Ahmad wafat sebagai syahid pada tahun 706 hijriyah, di makamkan dekat masjid al-Arif Billah Syaikh Abdullah bin Ibrahim Baqasyir. Makamnya terkenal di kalangan masyarakat sekitar dan diperbaharui pada awal abad sepuluh.
18. Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Imam Ali bin Alwi lahir di Tarim, beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahnya. Beliau juga seorang yang hafal alquran. Ibunya bernama syarifah Fathimah binti Ahmad bin Alwi bin Muhammad Shahib Marbath.
Imam Ali bin Alwi seorang yang khawas yang menduduki maqom wali quthub, sering bermujahadah, riyadhoh dan khalwat. Beliau ialah seorang yang menjadi panutan bagi para murid yang menjalankan thoriqah suluk. Beliau sering berziarah ke makam nabi Hud as pada bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan.
Imam Muhammad bin Abi Suud berkata: "Ketika datang suatu kenikmatan dunia kepadanya, maka ia berkata: Ya Allah pindahkanlah aku dari dunia atau pindahkanlah dunia dari aku". Tidak lama kemudian beliau meninggal dunia.
Berkata Syaikh Ibrahim bin Abi Qasyir: "Saya melihat Syaikh Ali bin Alwi dalam mimpiku, maka saya berkata: Apa yang Allah perbuat kepadamu. Maka beliau menjawab: Kepada hamba yang dicintainya, tidak ada satupun yang dapat membuat mudharat kepadanya".
Imam Ali bin Alwi wafat pada hari Rabu tanggal tujuh belas Rajab tahun 709 hijriyah, beliau tidak mempunyai anak kecuali Syaikh Muhammad Maula Dawilah dan enam anak perempuannya: Maryam, Khadijah, Zainab, Asiyah, bahiyah dan Maniyah.
19. Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Imam Abdullah bin Alwi lahir di Tarim tahun 738 hijriyah. Beliau belajar tafsir , hadits dan tasawuf kepada kakek dan ayahnya, Imam Ahmad bin Abdurahman bin Alwi bin Muhammad Shahib Marbath, Syaikh Abdullah bin Ibrahim Baqasyir. Beliau seorang yang zuhud, wara' dan menempati maqom wali besar yang terkumpul padanya ilmu-ilmu syariah dan hakikat. Disamping belajar di Tarim, beliau juga belajar kepada Syaikh Umar bin Maimun di Yaman dan setelah itu beliau menunaikan ibadah haji ke Makkah pada tahun 670 hijriyah. Di Makkah, para penduduk di sana meminta kepada Imam Abdullah untuk berdoa agar hujan segera turun di kota itu. Maka dengan izin Allah swt hujan pun turun di Makkah. Banyak penduduk Makkah yang belajar ilmu kalam dan ilmu tasawuf kepadanya.
Setelah lama tinggal di Makkah, penduduk Tarim meminta beliau untuk pulang ke negerinya. Maka ia pun pulang ke Tarim melalui kota Zubaidi dimana kota tersebut banyak berkumpul para ulama besar, kemudian beliau ke kota Taiz dan kota Akur untuk berziarah kepada Syaikh Umar bin Maimun. Akan tetapi ketika sampai di kota tersebut beliau menemukan Syaikh Umar bin Maimun telah meninggal, maka beliau memandikan dan menguburkannya. Sesudah itu beliau ke Tarim.
Imam Abdullah seorang yang bersifat dermawan. Beliau menginfaqkan hartanya untuk keluarga Alawiyin yang ada di Tarim. Syaikh Ali bin Salim menceritakan: "Pada suatu hari beliau mendapat uang sebesar lima ratus dinar, maka dibagikannya uang tersebut kepada keluarganya tanpa meninggalkan sedikitpun untuknya".
Imam Abdullah Ba'alawi adalah seorang yang banyak menangis karena rasa takutnya kepada Allah swt terutama ketika sedang membaca alquran hingga terlihat matanya bengkak. Dan salah satu kebiasaannya, beliau sering beri'tikaf di masjid mulai sebelum subuh sampai terbit matahari. Pada waktu i'tikaf diisi dengan shalat dan membaca alquran. Setelah terbit matahari beliau pulang ke rumah dan beberapa saat kemudian beliau kembali lagi ke masjid untuk mengkaji ilmu sampai waktu sebelum dzuhur. Sesudah itu beliau pulang ke rumahnya untuk tidur sesaat dan beliau beristirahat di rumahnya sampai waktu shalat ashar tiba. Setelah itu beliau shalat ashar berjama'ah di masjid dan bermudzakarah dengan sahabatnya sampai waktu shalat maghrib, setelah shalat maghrib beliau membaca alquran sampai waktu shalat isya' dan setelah shalat isya beliau pulang kerumahnya.
Pada bulan Ramadhan beliau pergi ke masjid untuk shalat tarawih sesudah itu shalat dua rakaat. Dalam shalat itu, beliau membaca alquran sampai khatam. Kemudian beliau kembali ke rumahnya. Ketika waktu sahur tiba, beliau kembali lagi ke masjid hingga waktu shalat dzuhur. Setelah itu beliau mengkaji ilmu sampai waktu ashar.
Syaikh Muhammad Maula Dawilah berkata: "Tidak aku lihat dalam perjalananku dan selama hidupku orang seperti pamanku Abdullah Ba'alawi". Syaikh Abdurahman Assaqqaf berkata: "Para kaum ulama al-arifin bersepakat bahwa Syaikh Abdullah bin Alwi merupakan pemimpin kaum mujtahid yang mempunyai keramat yang khariqah".
Pada saat wafat beliau berumur sembilan puluh tiga tahun. Berkata Syech bin Abdullah Alaydrus: "Tidak ada dari keluarga Ba'alawi yang hidup umurnya melebihi sembilan puluh kecuali hanya tiga orang yaitu al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Syaikh Abdullah bin Alwi dan Syaikh Abdurahman Assaqqaf".
Imam Abdullah bin Alwi wafat pada hari Rabu bulan Jumadil 'Ula tahun 731 hijriyah. Pada hari wafatnya banyak orang yang hadir terutama dari kalangan kaum fuqara dan kaum lemah serta anak-anak yatim.
20. Muhammad Maula al-Dawilah.
Imam Muhammad Maula Dawilah lahir di Tarim. Beliau tumbuh dan dibesarkan di sana. Ketika ayahnya meninggal ia masih kecil dan selanjutnya beliau diasuh dan dididik oleh pamannya Syaikh Abdullah. Imam Muhammad Maula Dawilah belajar kepada kaum ulama al-arifin , para fuqaha di Makkah dan Madinah.
Berkata Syaikh Muhammad bin Hasan al-Mualim: "Saya menyaksikan bahwa Syaikh Muhammad Maula dawilah berada dalam kasih sayang Allah swt setelah wafatnya". Suatu hari Syaikh Muhammad Maula dawilah hadir bersama paman dan gurunya Syaikh Abdullah Ba'alawi. Ketika datang waktu shalat, beliau langsung menunaikan shalat tanpa terlebih dahulu mengambil wudhu' dan ketika ditanya kepadanya, Syaikh Muhammad Maula Dawilah berkata: "Demi Allah swt, sesungguhnya saya telah minum dan berwudhu' dengan air di telaga kautsar". Kemudian beliau menggerakkan jenggotnya, maka meneteslah air dari jenggotnya itu. Telaga kautsar adalah salah satu telaga yang berada di surga.
Al-Faqih Ali bin Silim meriwayatkan: Pada suatu hari Syaikh Muhammad Maula Dawilah datang ke rumahnya dan memegang rumah tersebut dengan jari-jarinya. Lalu ia berkata kepada penghuni rumah tersebut: Keluarlah kamu sekalian wahai penghuni rumah. Maka keluar semua yang ada di dalam rumah tersebut. Setelah itu beliau melepaskan tangannya dan menjauh dari rumah itu, maka tidak lama kemudian rumah itu roboh dan semua penghuni rumah tersebut selamat.
Berkata Syaikh Abdurahman Assaqqaf: "Ayahku berkata kepadaku: ketika aku sedang sakit datang dua orang malaikat dengan sebuah bejana dan di dalamnya terdapat sesuatu yang berwarna putih seperti susu, maka aku minum apa yang ada dalam bejana itu sampai habis, rasa cairan yang aku minum lebih manis dari madu. Maka beliau berkata: dari mana cairan ini? Malaikat tersebut menjawab: dari mata air Salsabila.
Sesungguhnya Syaikh Muhammad Maula Dawilah jika sedang membaca alquran tentang ayat-ayat yang berisi berita peringatan, maka kaku lidahnya, cemas dan terlihat di kedua bibirnya seperti terbakar dan beliau selama dua puluh tahun melaksanakan shalat subuh dengan wudhu' isya. Ketika merasa sesaat lagi akan wafat, beliau melihat Rasulullah saw memakaikannya jubah.
Imam Muhammad Maula Dawilah wafat pada hari Senin tanggal sepuluh bulan Sya'ban tahun 765 hijriyah.
21. Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah.
Imam Abdurahman Assaqqaf lahir di Tarim. Beliau tumbuh dan belajar ilmu di Tarim, Gail, Aden dan daerah lainnya serta membagi waktunya antara Tarim, Syibam, Du'an, Barum dan Aden. Ibunya bernama Aisyah binti Abi bakar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang dikuburkan di Qasam. Beliau ialah seorang penghimpun ilmu-ilmu aqli dan naqli yang dipelajarinya dari Syaikh Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, Syaikh Ali bin Salim At-Tarimi, Syaikh Ali bin Said Basolib, Syaikh Abdullah bin Thohir Ad-Duani, Abu Bakar bin Isa Bayazid (shahib Amud), Syaikh Muhammad bin Abi Bakar Ba'abad Asy-Syibami (Imam Abdurahman Assaqqaf mengunjunginya setiap tahun).
Sedangkan murid-muridnya ialah Sayid Muhammad bin Hasan Jamalullail, Abdurahman bin Muhammad Khatib dan anaknya Syaikh Muhammad bin Abdurahman Khatib, Ahmad bin Umar Shahib Masof, Saad bin Ali Madihij, Abdurahman bin Ali Khatib, Abdullah bin Muhammad Basarahil, Abdullah bin Ahmad al-Amudi dan lainnya yang tersebar di penjuru Hadramaut. Beliau adalah seorang mursyid, membangun masjid dan mewaqafkannya, mengeluarkan infaq untuk kaum lemah, janda dan anak yatim setiap hari.
Syaikh Abdurahman Assaqqag adalah seorang pemimpin para wali al-arifin, seorang waliyullah yang menguasai ilmu ketuhanan yang sempurna, beliau seorang ahli mujahadah, bahkan tidak tidur selama tiga puluh tiga tahun. Ketika ditanya sebabnya, Imam Abdurahman mnejawab: Bagimana aku dapat tidur, bila aku miring ke kanan aku melihat surga dan bila kau miring ke kiri aku melihat neraka. Imam Abdurahman Assaqqaf berkumpul bersama Rasulullah saw dan para sahabatnya di setiap malam Senin, Kamis dan Jum'at sampai beliau wafat. Beliau tidak akan memutuskan suatu hokum sebelum para nabi, sahabat dan auliya' datang kepadanya untuk memutuskan perkara tersebut.
Imam Abdurahman Assaqqaf membaca alquran dalam sehari semalam delapan kali khatam, empat kali khatam di waktu malam hari dan empat kali khatam di waktu siang hari. Pada siang hari beliau dua kali khatam alquran antara waktu subuh dan dzuhur, satu kali khatam antara waktu dzuhur dan ashar yang dibacanya dalam dua rakaat shalat dan satu kali khatam yang dibacanya setelah waktu ashar. Beliau juga sering beribadah di sisi makam nabi Hud as sampai berbulan-bulan hanya dengan memakan segenggam roti.. Tempat beliau beribadah tersebut masih terpelihara sampai sekarang.
Para wali dan kaum ulama sholihin memberikan penghormatan kepada beliau dan mereka menyaksikan bahwa pada zamannya tidak ada satu orang pun yang dapat melebihi kedudukan beliau dari segala sisi. Mereka juga berkata bahwa anak-anak beliau adalah para wali quthub yang agung.
Imam Abdurahman Assaqqaf sering membaca kitab al-Wajiz dan al-Muhazzab dan hampir saja beliau hafal isi kitab tersebut. Beliau membaca kitab tersebut kepada gurunya al-Allamah Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau pergi ke Nail dan membaca kitab al-Ihya, Ar-Risalah, al-Awarif kepada al-Faqih Muhammad bin Saad Basyahil dan Syaikh Muhammad bin Abi Bakar Ba'abad. Kemudian beliau pergi ke Aden untuk belajar kepada al-Qadhi Muhammad bin Said Kaban tentang ilmu nahwu dan shorof serta ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya. Beliau sangat menguasai ilmu ushul, ma'ani, bayan, tafsir, hadits sehingga mengangkat martabat beliau sebagai seorang guru besar dan ahli ibadah di zamannya. Di samping itu beliau berziarah dan shalat di masjid yang berada di seluruh Tarim pada setiap malam.
Imam Abdurahman Assaqqaf telah mencapai derajat kaum ahli hakikat, beliau telah dipakaikan khirqah yang membentengi dirinya dari tipuan dunia, Allah swt telah menghilangkan sifat cinta dunia dan sifat tercela dari hatinya, sebaliknya Allah swt menggantinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan kesungguhan dalam mengerjakan amalan-amalan hati. Beliau juga seorang petani kurma yang berhasil di Tarim dan Mispalah. Setiap menancapkan satu batang pohon kurma ke tanah, beliau membacakan surat Yasin sampai batang kurma yang akan ditanam habis.
Imam Abdurahman wafat pada hari Kamis tanggal dua puluh tiga Sya'ban tahun 819 hijriyah dan di makamkan pada hari Jum'at pagi.
Kata-kata mutiara Imam Abdurahman Assaqqaf di antaranya:
1. Obatnya hati adalah tidak tergantung pada makhluq.
2. Barang siapa yang tidak mempunyai wirid, maka ia seperti monyet.
3. Barang siapa yang tidak menelaah dan mempelajari kitab ihya, maka ia tidak punya rasa malu.
4. Semua manusia membutuhkan ilmu, ilmu membutuhkan amal, amal membutuhkan aqal, aqal membutuhkan taufiq dan taufiq adalah pemberian Allah swt. Setiap ilmu tanpa diamalkan adalah bathil, setiap ilmu dan amal tanpa iman naik mengawang-awang, setiap ilmu, amal dan iman tanpa cara untuk mengerjakannya ditolak, setiap ilmu, amal, iman dan cara mengerjakannya tanpa sifat wara' maka ia akan rugi.
5. Barang siapa tidak membaca kitab al-Muhazzab, maka ia tidak mengenal kaidah-kaidah madzhab.
22. Abu Bakar As-Sakran bin Abdurahman Assaqqaf.
Imam Abu Bakar As-Sakran lahir di Tarim. Beliau dibesarkan dan dididik dalam rumah kemuliaan, ketaqwaan dan ilmu. Beliau seorang yang hafal alquran dan menamatkannya pada setiap pagi hari. Imam Abu Bakar merupakan kesayangan ayah dan saudara-saudaranya. Beliau dinamakan As-Sakran karena jika sedang beribadah kepada Allah swt melupakan segala aktifitas lainnya tenggelam dalam suasana dzikir kepada Allah swt.
Berkata saudara beliau Syaikh Ahmad bin Abdurahman Assaqqaf: "Saya melihat mahkota guru besar berada di atas kepala saudaraku Abi Bakar". Syaikh Umar Muhdhar berkata: "Jika keluarga Abdurahman Assaqqaf diberi suatu kemuliaan maka cukuplah saudaraku Abu Bakar merupakan kemuliaan itu". Imam Abu Bakar As-Sakran berkata: "Derajatku sama dengan derajat kakekku Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam yang mempunyai maqam auliya". Beliau berkata pula: "Kakekku Ali bin Alwi telah memberi dua keistimewaan kepadaku, pertama aku mempunyai anak bernama Abdullah dan kedua aku mengetahui segala sesuatu yang berada antara Arasy dan Poros Bumi".
Imam Abu Bakar As-sakran adalah seorang yang sangat takut kepada Allah swt, beliau pernah menyendiri mengasingkan diri dari keramaian selama sebelas bulan tidak tidur baik malam maupun siang. Beliau dapat menyaksikan Ka'bah dan apa yang ada di sekelilingnya dari Tarim. Beliau seorang yang selalu tenggelam dalam zikir dan doa kepada Allah swt, bertawassul kepada para auliya' dan selalu bersikap khusnu zhon, banyak mendoakan anak-anaknya.
Syaikh Ali bin Abi Bakar As-Sakran dalam kitabnya 'al-Barkat al-Musyiqah' menyatakan bahwa: "… Beliau adalah salah satu wali besar ahli ma'rifah yang sempurna dalam jalan kefakiran, pemaaf dan penyantun, tempat mengalirnya ilmu-ilmu syariah tanpa bias dibendung, mempunyai kedudukan yang agung, suka berkhalwat, mengetahui alam malakut, dapat melihat para nabi, malaikat dan auliya, alam barzah dan penghuni serta kenikmatannya dengan kedua matanya dan beliau sering sekali berjumpa dengan Rasulullah saw. Penduduk Tarim berkata: "Syaikh Abu Bakar adalah pemberi syafa'at kami pada hari kiamat nanti".
Diantara keramatnya adalah: Dua orang laki-laki datang untuk berziarah ke Tarim. Keduanya sampai tepat pada hari Jum'at, dalam keadaan wajah yang pucat ditambah lagi dengan rasa lapar yang melilit perutnya ingin makan, maka ditemuinya Syaikh Abu Bakar yang saat itu sedang berada di Masjid. Ketika bertemu, Syaikh Abu Bakar langsung berkata kepada kedua tamunya: ambillah apa yang ada di dalam baju ini, maka setelah dibukanya terdapat roti yang masih hangat dan langsung kedua orang itu memakannya sampai kenyang".
Di lain waktu sebagian penduduk Tarim datang untuk berziarah dan menyampaikan maksud mereka yaitu mereka memerlukan gandum dan daging, pada saat itu juga tersedia gandum dan daging yang diminta.
Pada suatu hari seorang lelaki ingin meminang seorang wanita, Syaikh Abu Bakar berkata: "Lelaki ini tidak akan mengawini wanita tersebut, akan tetapi ia akan kawin dengan ibu wanita tersebut. Kejadian tersebut terbukti dengan cerainya ibu wanita itu dengan suaminya dan kawin dengan lelaki yang meminang anak gadisnya.
23. Umar Muhdhar bin Abdurahman Assaqqaf.
Imam Umar Muhdhar lahir di Tarim. Beliau dibesarkan dalam ketaatan kepada Allah swt dan dididik dalam asuhan ayahnya, maha guru kaum shalihin, al-Arif Rabbani, hafal alquran dan kitab Minhaj Ath-Tholibin seperti beliau hafal surat al-fatihah yang ia pelajari dari ayah dan gurunya. Beliau mempunyai daya hafal yang luar biasa, jika ia disodori kitab maka kitab tersebut dihafalnya dalam jangka waktu yang cepat.
Selain kepada ayahnya, beliau belajar fiqih kepada Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Bafadhal. Kepada gurunya tersebut beliau mempelajari kitab Minjah, Tanbieh, Ihya dan Tafsir yang hampir saja beliau menghafal kitab-kitab tersebut. Khusus ilmu bathin beliau belajar kepada ayahnya.
Imam Umar Muhdhar seorang yang banyak bermujahadah, riyadhoh dalam amal-amal soleh, meninggalkan kesenangan dan kenikmatan, sedikit makan baik malam maupun siang, bahkan beliau tidak makan kurma selama tiga puluh tahun. Beliau berkata: "Kurma dapat menimbulkan nafsu syahwat, karena itu aku melarang diriku sendiri untuk makan kurma". Beliau menunaikan ibadah haji ke Baitullah selama empat puluh hari perjalanan tanpa merasakan makanan dan air, akan tetapi kekuatannya tidak berkurang dan tidak merasa lelah dalam perjalanan tersebut. Beliau pernah tinggal di sisi makam nabi Hud as selama satu bulan tidak makan kecuali hanya beberapa ekor ikan.
Seperti saudaranya Abu Bakar As-Sakran, beliau juga menguasai ilmu-ilmu tentang ketuhanan dan alam malakut serta rahasia alam gaib. Keadaan tersebut mulai diketahui sejak ayahnya masih hidup. Maka ayahnya berkata: "Kami temukan pada Umar sesuatu yang membuat kami mengetahui bahwa ia termasuk dari golongan auliya' Allah". Beliau berkata: "Sesungguhnya saya telah diberi tiga kedudukan oleh Allah swt, pertama kedudukan Rasulullah saw, kedua kedudukan ayahku Abdurahman, …". Beliau dapat membaca lafadz 'al-Lathief' dalam satu nafas sebanyak seribu kali, begitu juga lafadz 'Ya Hafidz".
Murid-murid Imam Umar Muhdhar yang utama di antaranya Syaikh Abdullah Alaydrus dan saudaranya Syaikh Ali bin Abi Bakar As-Sakran, Syaikh Ahmad bin Abi Bakar, Syaikh Ahmad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, Sayid Husin bin al-Faqih Ahmad bin Alwi, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Ali, al-Faqih Muhammad bin Ali Bazaqfam, Syaikh Abu Bakar bin Abi Qubail.
Pada zamannya, tidak ada satu orang pun yang dapat melebihi keutamaannya. Sesungguhnya marah beliau adalah marahnya penguasa langit dan bumi dan ridho beliau adalah ridhonya penguasa langit dan bumi. al-Allamah Muhammad bin Ali bin Alwi Khirid berkata: "Saya mendengar ayahku berkata: Sesungguhnya pada diri Syaikh Umar terpelihara delapan puluh macam karomah".
Berkata Syaikh Abdullah Alaydrus: 'Suatu hari saya mendengar Syaikh Umar berkata: Jika dikumpulkan semua keluarga Ba'alawi yang ada dan ditimbang, maka timbangan tersebut sama dengan timbangan saya seorang diri". Berkata Sulthonah Az-Zubaidiyah: "Saya melihat Syaikh Umar Muhdhar bin Abdurahman berada di suatu qubah dari cahaya yang naik menuju langit dan semua auliya' berada di bawahnya, sedangkan ia di atasnya seperti bintang".
Imam Umar Muhdhar wafat ketika sedang sujud pada shalat dzuhur hari Senin tanggal dua belas Dzulqoidah tahun 833 hijriyah dan di makamkan di Tarim.
24. Abdullah Alaydrus bin Abi Bakar As-Sakran.
Imam Abdullah lahir di Tarim pada tanggal sepuluh Dzulhijjah tahun 811 hijriyah. Kakeknya Abdurahman Assaqqaf merasa senang dengan kelahirannya dan berkata: Dia adalah seorang sufi dan gelarnya Alaydrus. Alaydrus adalah gelar auliya dan nama seorang ahli sufi besar. Beliau pemimpin para sufi di zamannya, sesuai dengan doa ayahnya yang meminta kepada Allah dalam khalwatnya agar memberinya keturunan yang soleh dan berbakti, mempunyai derajat dan nama besar.
Kakeknya wafat ketika ia berusia delapan tahun dan selanjutnya beliau dididik oleh ayahnya dengan didikan yang sempurna. Ketika berusia enam belas tahun ayahnya pun wafat dan selanjutnya beliau dididik oleh pamannya Syaikh Umar Muhdhar dan menikahkan dengan anak perempuannya. Pamannya selalu mengajarkan jalan para ulama sholihin dan memakaikannya pakaian suf, Syaikh Abdullah berkata: "Saya diajari oleh pamanku tentang rahasia nama-nama Allah dan saya belajar pula kepadanya ilmu-ilmu hitungan". Beliau belajar alquran kepada Syaikh Muhammad bin Umar Ba'alawi, belajar fiqih kepada al-Faqih Saad bin Ubaidillah bin Abi Ubaid, Syaikh Abdullah Baharawah, al-Faqih Abdullah Baghusair, al-Faqih Ali bin Muhammad Abi Ammar.
Imam Abdullah mulai bermujahadah ketika berusia tujuh tahun, beliau juga pernah berpuasa selam tujuh tahun dan berbuka hanya dengan tujuh butir kurma, tidak makan apapun selain itu. Beliau berkata: "Pada awalnya aku menelaah kitab-kitab fiqih dan mendorong aku untuk bermujahadah dengan memperbanyak lapar, walaupun ibuku menyuruhku untuk makan". Beliau pernah lebih dua puluh tahun tidak tidur baik malam maupun siang, sehingga derajat beliau menjadi Syaikhul Akbar, beliau selalu menutup diri dari ketenaran.
Murid-murid Imam Abdullah di antaranya saudaranya Syaikh Ali bin Abi Bakar Sakran, Syaikh Umar bin Abdurahman Shahibul Hamra', Syaikh Abdullah bin Ahmad Baaktsir, Sayid Ahmad Qasam bin Ali Syaibah, Syaikh Muhammad bin Ali al-Afif al-Hajrani. Beliau selalu melazimkan membaca kitab Ihya Ulumuddin dan hampir saja beliau hafal kitab tersebut serta menganjurkan kepada murid dan sahabatnya untuk membaca dan mengkajinya. Sebaliknya beliau melarang sahabatnya untuk mengkaji kitab Futuhat al-Makiyyah dan beliau memerintahkan untuk berkhusnu zhon saja kepada Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi bahwa beliau adalah salah satu auliya' Allah.
Berkata Syaikh Jamaluddin Az-Za'faroni: "Syaikh Abdulloh adalah ayat dari ayat-ayat Allah, kakeknya Abdurahman Assaqqaf sangat menyayanginya dan memberi rahasia ilmu kepadanya". Berkata Syaikh Abu Bakar As-sakran: "Anakku Abdullah adalah salah satu sufi besar, bau harum dari harumnya Rasulullah saw, salah satu wali quthub". Sedangkan pamannya Syaikh Umar Muhdhar berkata: "Sesungguhnya aku kawinkan putriku dengan anak saudaraku karena pada beliau terdapat kehormatan semua bani Alawi, beliau telah menjadi wali quthub pada usia tujuh tahun".
Imam Abdullah menginfaqkan hartanya untuk kaum fuqara dan masakin, sangat tawadhu' terhjadap kaum faqir miskin, tegas terhadap para penguasa sehingga para raja cinta dan tunduk kepadanya, lembut perkataannya. Berkata Syaikh Izzudin bin Abdi salam: "Tidak ada orang yang keramatnya sama dengan maqom al-Quthub Ar-Rabbani Abdul Qadir Jailani kecuali Syaikh Ali Husin As-Sadzilli dan Syaikh Abdullah bin Abi Bakar al-Alaydrus". Di antara keramatnya adalah beliau dapat berbicara dengan orang yang telah meninggal dunia, berjalan di atas air, berbicara dengan bahasa hewan, doanya mustajab seketika, melihat sesuatu yang sangat jauh hanya dengan membalikkan hijab, dapat melihat manusia yang mempunyai sifat seperti binatang sebagaimana wujud aslinya.
Kitab yang dibaca di antaranya Tanbieh, Minhaj, Khulashoh. Dalam hal ilmu tauhid dan hakikat, beliau berkata dengan perkataan yang lembut: "Jika aku ingin, aku dapat menafsirkan huruf alif hingga seratus jilid, tapi itu tidak aku lakukan". Beliau mengarang kitab berjudul 'al-Kibrit al-Ahmar' dan mensyarahkan qasidah yang dikarang oleh pamannya Syaikh Umar Muhdhar.
Sebagian ulama kasyaf melihat bahwa Rasulullah saw memuji Syaikh Abdullah dengan pujian yang agung, yaitu: "Abdullah adalah anakku, rahasiaku , darah dagingku, hidupku, tulangku, pewaris sunnahku"
Imam Abdullah Alaydrus wafat pada hari Minggu sebelum waktu zawal tanggal dua belas Ramadhan tahun 865 hijriyah.
25. Ahmad bin Abi Bakar As-Sakran.
Imam Ahmad lahir di Tarim. Beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahnya. Beliau juga seorang yang hafal alquran yang ia pelajari dari Syaikh Muhammad bin Umar Ba'alawi. Melazimkan membaca lafadz sahadat tujuh puluh ribu kali setiap harinya. Selain ayahnya beliau dididik oleh pamannya Syaikh Umar Muhdhar. Dari pamannya beliau belajar ilmu fiqih, tasawuf dan ilmu hakikat. Di samping kepada pamannya Imam Ahmad belajar kepada Sayid Muhammad bin Hasan Jamalullail, Syaikh Said Ba'ubaid, keluarga Baqasyir dan keluarga Baharmi dan kepada saudaranya Syaikh Abdullah Alaydrus.
Beliau mahir dalam ilmu hadits, fiqih dan ushuluddin, rahasia nama-nama Allah, ilmu aufaq dan huruf. Murid-murid beliau di antaranya Abu Bakar al-Adeni , sehingga beliau berkata::Sesungguhnya Syaikh Shahabuddin al-Faqih Ahmad bin Syaikh Abu Bakar Sakran adalah berita gembira yang sempurna dan penghulu manusia yang bersih suci, cinta kepada amal kebajikan". Murid yang lainnya adalah Husin bin Abdullah Alaydrus, al-Faqih Abdullah bin Abdurahman Balahij, al-Allamah Muhammad bin Abdurahman Bilfaqih. Imam Ahmad bin Abi Bakar wafat di Lisik tahun 869 hijriyah dikuburkan di Zanbal Tarim.
26. Ali bin Abi Bakar As-Sakran.
Imam Ali lahir di Tarim pada tahun 818 hijriyah, hafal alquran dan membacanya mujawwad dengan dua riwayat yaitu Abi Amru dan Nafi', hafal kitab al-Hawi karangan al-Quzwani (baik kitab fiqah dan kitab nahwu), guru besar ilmu syariat.
Kakeknya meninggal ketika ia berusia tiga tahun. Ketika ibunya mengandung Syaikh Ali, ayahnya Syaik Abu Bakar As-sakran memberitahukan kepada isterinya bahwa anak yang dikandungnya mempunyai maqam yang agung. Syaikh Abu Bakar sakran berkata: "Sesungguhnya ketika anakku sedang dalam kandungan telah terkumpul pada diri Syaikh Ali dua jenis ilmu, akan tetapi hal tersebut masih tersembunyi dan akan terlihat sebelum rambutnya memutih". Dan ketika Syaikh Ali lahir berkata kakeknya: "Sesungguhnya kelahiran anak Abu Bakar adalah kelahiran seorang sufi". Pada malam ke tujuh kelahirannya berkata saudaranya Syaikh Abdullah Alaydrus: "Namakan ia dengan Ali".
Sesudah ayahnya wafat beliau diasuh oleh pamannya Syaikh Umar Muhdhar yang menjaganya dari hal-hal yang merusak serta mendidiknya dengan kebaikan. Ketika pamannya wafat, beliau masuk khalwat dan mendengar suatu perkataan 'Ya ayyuhannafsu mutmainah irji'i ila robbika rodhiyatammardiyah' kemudian beliau keluar dari khalwatnya dan mambaca kitab Ihya Ulumuddin, maka dibacanya kitab tersebut sampai dua puluh lima kali tamat dan pada setiap khatam dalam mambaca kitab , saudaranya Syaikh Abdullah Alaydrus mengundang para fuqara dan masakin untuk mengadakan tasyakuran.
Guru-guru beliau di antaranya Syaikh Saad bin Ali, Syaikh Shondid Muhammad bin Ali Shohib Aidid, belajar fiqih dan hadits kepada al-Faqih Ahmad bin Muhammad Bafadhal. Beliau juga belajar ke Syihir, Gail Bawazir. Di Gail Bawazir beliau belajar kepada para fuqaha dari keluarga Ba'amar, al-Faqih Muhammad bin Ali Ba'adillah. al-Allamah Ibrahim bin Muhammad Baharmiz, Syaikh Abdullah bin Abdullah bin Abdurahman Bawazir, dan tinggal di sana selama empat tahun. Setelah itu beliau pergi ke Aden belajar kepada Imam Mas'ud bin Saad Basyahil, kemudian menunaikan ibadah haji ke Baitillah pada tahun 849 hijriyah dan tinggal di rubat Baziyad serta belajar kepada ulama di kota tersebut. Kemudian beliau ziarah ke makam Rasulullah saw dan membaca kitab al-Bukhori kepada Imam Zainuddin Abi Bakar al-Atsmani di masjid nabawi.
Murid-murid Imam Ali di antaranya anak-anaknya Umar, Muhammad, Abdurahman, Alwi, Abdullah dan Sayid Umar bin Abdurahman Shahibul Hamra', Syaikh Abu Bakar al-Adeni, Syaikh Muhammad bin Ahmad Bafadhal, Syaikh Qasim bin Muhammad bin Abdullah bin Syaikh Abdullah al-Iraqi, Syaikh Muhammad bin Sahal Baqasyir, Syaikh Muhammad bin Abdurahman Basholi.
Imam Ali seorang auliya' yang mempunyai kefasihan lidah, terkumpul padanya keutamaan dan kepemimpinan, beliau juga banyak mengkaji kitab 'Tuhfah' dan mengamalkan isinya, banyak shalat malam dan sesudahnya beliau banyak menangis, qana'ah, tawadhu'. Di antara keramatnya, jika shalat beliau lupa akan kehidupan duniawi dan tidak pernah membicarakan dunia dalam majlisnya. Beliau pernah ditanya oleh gurunya Syaikh Said bin Ali pada keadaan menghadapi sakaratul maut: 'Apa yang engkau tinggalkan? Beliau menjawab hanya kamar ini.
Berkata saudaranya Abdullah Alaydrus: "Orang yang paling dekat hatinya kepada Allah adalah hati saudaraku Ali". Berkata pula Syaikh Abdullah Alaydrus: "Sesungguhnya apayang ada pada diriku karena saudaraku Ali, jika terbenam sinar matahari saudaraku Ali, maka terbenam pula sinar matahariku". Berkata Syaikh Umar Muhdhar kepada anaknya Fathimah sebelum dinikahi dengan Syaikh Ali: "Wahai Fathimah, nanti engkau akan menikah dengan seorang wali quthub".
Syaikh Muhammad bin Hasan Jamalullail berkata: "Dalam shalat aku berdoa kepada Allah swt agar diperlihatkan kepada seseorang yang mempunyai rahasia-rahasia-Nya dalam zaman ini, maka aku melihat dalam mimpiku seorang lelaki mengambil tanganku dan membawanya kepada Syaikh Ali".
Imam Ali seorang yang berjalan di atas thariqah kefakiran yang hakiki, dalam tawafnya beliau berdoa: "Allahummajlni nisfal faqir" , tidak mempunyai perasaan benci kepada satu orang pun, membaca hizib di antara isya dan setelah fajar hingga terbit matahari, beliau hafal alquran dalam waktu empat puluh hari. Kitab yang telah dibacanya: Riyadhus Salihin, Minhajul Abidin, al-Arbain, Risalah al-Qusyairiyah, al-Awarif al-Ma'arif, I'lamul Huda, Bidayatul Hidayah, al-Muqtasid al-Asna, al-ma'rifah, Nasyrul Mahatim, Sarah Asmaul Husna dan lainnya.
Sebagaian ulama berkata: "Sesungguhnya memandang beliau menghilangkan kekotoran jiwa, salah satu keistimewaan beliau dapat meruntuhkan gunung, kedudukan dan rahasia al-Faqih al-Muqaddam terdapat padanya". Berkata Imam Nuhammad bin Ali Khirid: "Memandang beliau adalah obat bagi yang melihat dan perkataannya obat penawar yang mujarrab".
Imam Ali wafat pada hari Minggu tanggal dua belas Asysyuro tahun 895 hijriyah dalam usia 77 tahun.








DAFTAR PUSAKA

· Abdullah bin Alwi al-Attas, Sabilul Muhtadin Fi Dzikri Ad’iyati Ashab al-Yamin.tt.
· Abdullah bin Alwi al-Haddad, Risalah al-Muawanah, tt.
· Abdullah bin Nuh, Keutamaan Keluarga Rasulullah saw, Toha Putera, Semarang, 1987.
· ------------------- & Muh. Dhiya’ Shahab, Al-Islam fi Indonesia, Dar al-Su’udiyah, Jeddah, 1977.
· Abdurahman bin Muhammad al-Masyhur, Syamsudz-Dzahirah, Alam Ma’rifah, Jeddah, 1986.
· --------------------, Bughya al-Mustarsyidin, Dar al-Fikr,tt.
· Abi Umar bin Abdilbar, Al-Anbah ‘Ala Qabail al-Ruwah, Dar al-Syi’ib, tt.
· Ahmad bin Abdullah al-Saqqaf, Chidmah al-Asyirah, Rabithah al-Alawiyah, Jakarta.
· Ahmad bin Ali al-Hasani, Umdah al-Thalib Fi Ansabi Aal Abi Thalib, Dar al-Syi’ib.tt.
· Al-Hamid al-Husaini, Mengenal Ahli al-Bait Rasulullah saw, Pustaka Nasional, Singapura, 1998.
· --------------------, Al-Imam Habib Abdullah al-Haddad, Pustaka Hidayah, Bandung, 1999.
· Ahmad bin Zein al-Habsyi, Syarh al-Ainiyah, Pustaka Nasional, Singapura, 1987.
· Ali bin Ahmad al-Saqqaf, Lintasan Awal Sejarah Islam di Indonesia, Jamiat Kheir, Jakarta.
· Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm Al-Andalusi, Jamharoh Ansabi al-Arab, Dar al-Kutub al-alamiyah, Beirut-Libanon, 1983.
· Ali bin Husin bin Sadqim al-Husaini, Nukhbat al-Zahroh al-Tsamaniyah Fi Nasab Asyrof al-Madinah, Dar al-Syi’ib, tt.
· Alwi bin Muhammad Balfaqih, Min A’qab al-Budh’ah al-Muhammadiyah, Dar al-Muhajir, Madinah al-Munawwarah. 1994.
· Alwi bin Thohir al-Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, Lentera, Jakarta, 1995.
· Husin bin Muhammad al-Rivai, Nur al-Anwar Fi Fadhail wa Tarajim wa Tawarikh wa Manaqib wa Muzarot Aal al-Baiti al-Athhar, 1356 H.
· Idrus bin Umar al-Habsyi, Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah, Dar al-Saqqaf.
· Jalaluddin As-Sayuti, Ihya al-Mait Fi Fadhoil Ahlil Bait, Dar al-Jil. 1987.
· Muhammad al-Baqir, Pengantar tentang Kaum Alawiyin (dlm buku Thariqah kebahagiaan karangan Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad),Mizan, Bandung, 1986.
· Muhammad Amin al-Baghdadi al-Suwaydi, Sabaik al-Dzahab Fi Ma’rifah al-Arab, Dar al-Qolam, Beirut, tt.
· Muhammad bin Abu Bakar al-Syili Ba’alawi, Al-Masra’ al-Rawi Fi Manaqib al-Saadah al-Kiram al-Abi Alawi, 1982.
· Muhammad bin Abdullah bin Husin, Rihlah al-syarif Yusuf bin Abid, tt.
· Muhammad bin Ahmad al-Syatri, al-Mu’jam al-Latief, Alam Ma’rifah, Jeddah, 1989.
· --------------------, Sirah al-Salaf Min Bani Alawi al-Husainiyin (terjemah : Sekilas Sejarah Tentang salaf al-Alawiyin), Al-Zahir, Pekalongan, 1986.
· --------------------, Adwar al-Tarikh al-Hadrami, Dar al-Muhajir, Madinah al-Munawwarah.
· Muhammad bin Ali bin Alwi al-Khirrid, Al-Ghuror, Modern Egyptian Press, 1985.
· Muhammad bin Ahmad bin Ali al-Husaini al-Najafi, Bahru al-Ansab (Al-Musajjar al-Kasyaf Li Ushul al-Saadah al-Asyrof), tt.
· Muhammad bin Aqil bin Abdullah bin Yahya, Al-Nashoih al-Kafiyah Liman Yatawalla Muawiyah, Muzhoffar, tt.
· Muhammad Hasan al-Aydrus, Penyebaran Islam di Asia Tenggara, Lentera, Jkt, 1996.
· Muhammad Syamsu As, Ulama pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya, Lentera, Jakarta, 1999.
· Muhammad bin Yazid al-Mabrudi, Nasab Adnan wa Qohthon, Dar al-Syi’ib. tt.
· Mu’min bin Hasan Mu’min al-Syablanji, Nur al-Abshor Fi Manaqib Aal al-Nabi al-Mukhtar, Dar al-Fikr, tt.
· Van Den Berg, LWC, Hadramaut & Koloni Arab di Nusantara, INIS, Jakarta, 1989.
· Yusuf bin Abdullah Jamalullail, Syajarah al-Zakiyah, Dar al-Harithi, Taif.
· Yusuf bin Ismail al-Nabhani, Al-Syaraf al-Mua’abad Li Aal Muhammad, Perc. Musthafa Halaby, tt.

2 komentar:

  1. Assalamualaikum admin khusus keturunan ahmad shohibul Maryamah referensinya dr mana ya? Soalnya referensi yg saya dapat berbeda dengan yg antum publish

    BalasHapus